SEMBILAN

Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan. Bersamalah dikau tatkala Sang Maut merenggut umurmu, Ya, bahkan bersama pula kalian, dalam ingatan sunyi Tuhan. Namun biarkan ada ruang antara kebersamaan itu, Tempat angin surya menari-nari diantaramu ....

Kahlil Gibran

***

Waktu setahun adalah waktu yang singkat untuk berbagi suka duka bersama. Namun waktu setahun terasa sangat lama sekali untuk menantikan kehadiran buah hati dalam pernikahan, apalagi ditengah tekanan lingkungan yang menguras air mata. Begitu inginnya, mendengar tawa dan tangisnya dalam kehidupan rumah tangga.

Di bawah bed cover yang tebal, tubuh naked Al dan Prilly masih terasa hangat. Dekapan hangat Al dari belakang memberikan kenyamanan yang sempurna bagi Prilly. Hanya dia yang Al inginkan untuk menguatkan hidupnya yang tak sempurna. Hanya dia orang yang mampu membuat Al merasakan kesempurnaan cinta. Dia adalah kekasih hatinya, separuh jiwanya, seluruh nafasnya yaitu hanya Prilly Kirana Larasati. Prilly membuka matanya, menyibak bed cover lalu menarik gaun tidurnya yang berserak di lantai. Dia pakai gaun itu asal dan segera berlari ke dalam kamar mandi.

"Huek ... huek ... huek ...." Suara itu mengusik tidur Al.

Al membuka matanya, mendengar Prilly sedang memuntahkan sesuatu di dalam kamar mandi, dia langsung mengambil boxernya yang tergeletak di lantai. Setelah dia pakai, lalu menghampiri Prilly yang sudah terlihat lemas di depan wastafel.

"Ada apa Sayang?" tanya Al sambil memijat tengkuk Prilly pelan.

Prilly membalikan badannya lalu memeluk Al, menangis sesegukan. Al yang bingung dengan sikap Prilly itu hanya membalas pelukannya.

"Kepala aku pusing Honey, perut aku seperti diaduk-aduk," rengekan manja Prilly dipelukan Al.

Al mengangkat tubuh Prilly lalu di tidurkan di atas ranjang. Prilly tetap tidak mau melepas pelukannya pada Al. Hingga Al kembali berbaring di sebelahnya, memeluk Prilly, mengelus rambutnya pelan, menyalurkan kasih sayang.

"Kamu kemarin makan apa, hm?" tanya Al lembut.

Prilly tidak menjawab, dia masih menangis sesenggukan karena merasakan pusing dan mual. Ini kebiasaan Prilly jika saat sakit. Dia tidak mau Al jauh-jauh darinya. Dia ingin di manjakan oleh Al. Untung saja Al sangat pengertian dan sabar. Jadi Al bisa merawat Prilly dan menemaninya.

Al menggapai smartphone yang ada di atas nakas, tanpa melepas pelukan Prilly. Al mengirim pesan singkat kepada Vini dan Hanny, memberi tahu jika dirinya dan Prilly hari ini tidak masuk ke kantor. Prilly masih saja sesenggukan di depan dada naked Al.

"Aku buatin teh hangat ya?" tawar Al namun Prilly menggeleng.

Al menghela nafas panjang. Al harus extra sabar jika Prilly sedang sakit seperti ini. Al menelepon art yang dipekerjakan di rumahnya. Setelah beberapa menit menunggu art itu datang membawakan segelas teh hangat dan bubur pesanan Al tadi.

"Ini Den Al, teh dan buburnya." Art itu meletakan penampan di atas nakas.

"Makasih ya Bi."

Art itu lalu ke luar dari kamar majikannya. Setelah Prilly sudah lebih tenang Al sedikit meregangkan pelukannya.

"Makan dulu ya?" tawar Al lembut, namun Prilly justru semakin erat memeluknya. Al menarik nafasnya dalam.

"Kamu jangan terlalu tergantung sama aku dong Sayang. Kalau aku nggak ada di samping kamu, terus bagaimana?" kata Al lembut sambil mengelus punggung Prilly.

Prilly mendongakan kepalanya menatap wajah Al, pipinya masih basah dengan air mata.

"Kamu jahat!!! Kamu mau ninggalin aku!!!" Prilly memukul-mukul dada Al sehingga dada Al merasa nyeri dan sakit. Al menggigit bibir bawahnya dan memegangi dadanya yang di pukul-pukul Prilly tadi.

"Bukan begitu Sayang. Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Aku tidak akan membiarkan kamu sendiri. Kamu harus jadi wanita yang tegar dan kuat. Kamu harus bisa berdiri sendiri di atas kakimu."

"Aku nggak peduli lagi, yang penting kamu ada di sini, aku masih bisa peluk kamu, aku masih bisa liat kamu, aku masih bisa cium kamu." Prilly semakin mengeratkan pelukannya.

Entah mengapa hati Prilly sangat takut jika Al sampai jauh darinya. Prilly merasa, jika Al jauh darinya, sebagian jiwanya hilang. Hidupnya tidak berarti dan nafasnya sia-sia.

"Aku akan selalu ngejagain kamu melebihi aku ngejagain diriku sendiri, karena cuma aku yang ngertiin kamu. Sampai suatu saat nanti aku yakin kamu mampu berdiri sendiri di atas kedua kaki kamu menatap dan berlari meraih kebahagian kamu." Al mencium bibir Prilly dan melumatnya sebentar.

"Aku gak mau jauh dari kamu. Kamu itu jantung aku. Kalau jantung aku nggak ada, bagaimana aku bisa hidup." Prilly merajuk manja membuat Al tersenyum manis padanya.

"Kamu tahu sejak kapan aku jatuh cinta sama kamu?" tanya Al menunduk melihat wajah Prilly. Prilly menggeleng.

"Aku jatuh cinta sama kamu setiap saat aku melihat kamu tersenyum. kamu nggak akan tau betapa besar kekuatan senyum kamu. kamu adalah wanita yang paling hebat yang aku kenal selain mamaku," ucap Al tulus.

"Dan aku slalu jatuh cinta sama kamu saat kamu nunjukin betapa kamu cinta sama aku," sambung Prilly.

"Kamu adalah hal terindah dalam hidup aku, karena kamu adalah salah satu keajaiban yang diberikan Tuhan untuk mengubah hidup aku." Al mencium kening Prilly.

Perut Prilly terasa seperti diaduk-aduk dan seakan isi dalam perutnya ingin keluar. Prilly membekap mulutnya, Al yang melihat itu langsung membantunya duduk dan memberikan teh hangat untuk Prilly.

"Aku sakit ...," rengek manja Prilly setelah meminum teh itu.

"Ke dokter yuk!" ajak Al lembut sambil mengelus pipi Prilly.

"Nggak mau. Aku maunya kamu peluk sampai aku sembuh."

Al menghela nafas panjang, beginilah jika istri tercintanya sakit. Semua pekerjaan akan terbengkalai, yang ada dia seharian hanya menemani Prilly di atas ranjang. Walau hanya memeluknya saja. Al mencium dalam pucuk kepala Prilly. Memeluknya erat, seakan Al tidak ingin melepaskan Prilly.

Cinta tak memberikan apa-apa, kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tiada memiliki pun tiada ingin dimiliki, karena cinta telah cukup bagi cinta.

***

Hari ini Prilly sudah terlihat sehat. Al sudah dapat bernafas lega, karena seharian kemarin Prilly sangat manja kepadanya, sehingga dia tidak dapat mengerjakan apa pun. Al sudah rapi dengan pakaian kantornya, lalu menyemprotkan parfum pada tubuhnya. Prilly yang sedang memakai blazer lalu menutup hidungnya.

"Honey, jangan banyak-banyak pakai parfumnya. Aku mual," protes Prilly membuat Al mengerutkan dahinya.

"Kenapa? Inikan parfum, kamu yang beli. Aku hanya memakainya." Al menghampiri Prilly, namun dengan cepat Prilly menahannya.

"STOP!!! Tetap di situ. Jangan mendekat. Aku nggak suka bau parfum kamu." Perut Prilly semakin mual ingin memuntahkan sesuatu. Tapi, setiap dimuntakan tidak ada yang dia keluarkan.

Al menghela nafasnya dalam lalu melepas bajunya, mengganti baju yang baru. Kali ini Al tidak memakai parfum. Prilly tersenyum lalu mendekatinya, membantu memakaikan dasi pada kerah Al. Al tersenyum menatap lekat wajah cantik istrinya itu.

"Sudah selesai," pekik Prilly girang setelah selesai menyimpulkan dasi di kerah Al.

"Terimakasih istriku yang bawel tapi ngangenin." Al mencium dan melumat bibir Prilly sebentar.

Setelah melepas ciuman itu, Prilly menggandeng lengan Al untuk keluar dari kamar. Prilly menjinjing tas kerjanya dan lengan kanannya bertengger jas Al. Sampai di ruang makan, seperti biasa Al menarikan kursi untuk Prilly. Prilly mengambilkan Al roti tawar dan mengolesi dengan selai. Saat Prilly mengolesi roti untuk Al, dia membungkam mulutnya, Al yang melihat itu langsung mengambilkan minum untuknya.

"Kamu tidak usah berangkat ke kantor dulu ya?" ucap Al.

"Aku mau ke kantor Honey. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum akhir bulan," tolak Prilly.

"Tapi kamu masih sakit Sayang. Aku nggak mau kamu memaksakan diri. Kalau begitu kita libur, nggak ke kantor lagi aja ya?"

"Jangan Honey, kamu kemarin sudah tidak ke kantor. Pasti pekerjaan kamu sudah menumpuk. Aku tidak apa-apa." Al menghela nafasnya dalam.

Sifat keras kepala Prilly membuat dia selalu mengalah. Al tidak mau berdebat dengan istrinya itu. Dia lebih baik mengalah.

"Iya sudah, awas aja nanti kalau di kantor merengek manja. Aku akan hukum kamu," wanti-wanti Al.

"Iya ... iya ... Honey. Aku tidak apa-apa."

Akhirnya mereka melanjutkan sarapan pagi itu. Setelah selesai sarapan mereka pun pergi ke kantor sebelum jalanan padat dan macet.

***

Siang di sela bekerjanya, Prilly merasa sangat pusing. Dia mendongakan kepalanya melihat dari kaca transparan tebal yang menembus langsung pada ruangan suaminya. Dia tidak melihat Al di ruangannya. Lagi-lagi rasa mualnya tidak dapat tertahankan. Prilly merapikan berkas yang ada di atas meja. Lalu dia segera keluar dari ruang kerjanya.

"Hanny, saya mau pulang dulu. Saya tidak enak badan. Jika Mister Al mencari saya, tolong sampaikan kepadanya." Prilly berkata kepada Hanny sebelum dia meninggalkan kantor.

Prilly tahu jika Al saat ini sedang ada meeting penting, sehingga dia tidak ingin mengganggu suaminya itu. Kepala Prilly sangat pusing, sampai di lobby dia segera meminta tolong seorang satpam untuk mencarikan taxi. Setelah taxi datang, dia segera masuk ke dalam.

"Pak, tolong antar saya ke rumah sakit," pinta Prilly kepada seorang supir taxi.

"Baik Nona."

Taxi itu melaju ke sebuah rumah sakit yang dekat dengan jarak rumah Prilly. Sesampainya di rumah sakit, Prilly segera menemui salah satu temannya yang berprofesi dokter di tempat itu. Prilly masuk ke sebuah ruangan ....

"Mona ... apa kamu sibuk?" tanya Prilly dari ambang pintu.

Wanita cantik dengan potongan rambut bob, kulit putih dengan jas putih ala dokter berdiri menyambut Prilly.

"Hai Pril, sudah lama kita tidak bertemu. Kebetulan sekali aku sedang tidak ada pasien. Ada angin apa, sehingga membawamu ke sini?" tanya Mona mencium pipi kanan dan kiri Prilly.

"Aku ingin konsultasi kesehatan sama kamu." Mona mengajak Prilly duduk di sofa yang tersedia di ruangannya.

"Ada apa dengan kesehatanmu? Apa kamu sakit?" tanya Mona terlihat khawatir.

"Entahlah Mona, aku belakangan ini sering pusing dan mual. Mudah sekali lelah. Kadang melakukan aktifitas saja malas." Prilly bercerita apa adanya kepada Mona.

Mona yang mendengar keluhan Prilly hanya tersenyum.

"Kamu salah tempat kalau datangnya kepadaku. Sini aku ajak ke ruang sebelah." Mona membantu Prilly bangkit dari duduknya.

Prilly merasa tubuhnya lemas. Kepalanya juga masih pusing. Mona mengajak Prilly ke ruangan yang tepat berada di samping ruangannya.

"Yanthi, nih gue bawain pasien buat lo," kata Mona langsung mengajak Prilly duduk di depan wanita cantik, bermata sipit, kulit putih.

Prilly melihat papan nama yang berdiri di atas meja 'Dr. Yanthi Afendi,Sp.OG' tulisan yang tertera. Prilly masih bingung mengapa Mona mengajaknya ke ruangan ini.

"Sudah pernah di cek?" tanya Dokter Yanthi kepada Prilly.

Prilly menautkan kedua alisnya, tidak memahami apa yang ditanyakan Yanthi kepadanya. Mona menghela nafas panjang.

"Lo langsung cek aja deh Yan. Dia baru pertama ini. Belum tahu," ucap Mona membuat Prilly semakin bingung.

"Baiklah, mari Ibu berbaring di brankar." Prilly mengikuti intruksi Yanthi.

Yanthi membuka kancing kemeja Prilly hanya di bagian perutnya saja. Lalu dia memberi sesuatu seperti jelly dan mengusapkan pada perut Prilly. Ada sebuah alat yang dapat mendeteksi keadaan di dalam perut Prilly. Mona yang melihat ada sesuatu yang beda dalam perut Prilly langsung tersenyum.

"Berapa minggu tuh Yan, calon keponakan gue?" tanya Mona sumringah.

Prilly hanya terdiam, dia masih bingung dengan apa yang di bicarakan Mona dan Yanthi.

"Baru 5 minggu Mon." Yanthi menghentikan alat itu dan mengelap perut Prilly dengan tissue kering.

"Selamat ya Pril, Bentar lagi kamu mau jadi ibu. Pasti Al seneng banget deh." Mona memeluk Prilly setelah Prilly berhasil duduk di tepi brankar.

Prilly membekap mulutnya tak percaya, jika saat ini di dalam perutnya sudah ada calon malaikat kecil, buah cintanya bersama Al. Setahun lebih penantiannya, kini Tuhan menjawab setiap doa-doanya bersama Al.

"Jadi ... jadi ... a ... aku ... hamil," ucap Prilly berkaca-kaca haru dan gembira.

"Iya. Kamu hamil. Usia kandungan kamu 5 minggu," jawab Mona.

"Aaaaa ... Monmon, aku sebentar lagi akan jadi ibu dan Al akan jadi ayah. Aaaaaa ... aku bahagia sekali Monmon," pekik Prilly girang sambil memeluk Mona erat.

Selesai menerima resep dari Dr. Yanthi, Prilly kembali ke ruangan Mona. Prilly sudah mengabari Al jika dia sedang berada di rumah sakit. Al berpesan jika nanti sepulang meeting, dia akan menjemput Prilly di rumah sakit.

"Monmon, aku tunggu Al di depan saja ya? Sudah jam setengah 5. Mungkin dia sudah di jalan." Prilly berdiri dari duduknya.

"Iya, kamu hati-hati ya? Jaga calon keponakan aku baik-baik," pesan Mona mengantar Prilly sampai di depan ruangannya.

"Iya ... iya, makasih ya?" Prilly dan Mona berpamitan cipika cipiki.

Lalu Prilly berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Saat matanya menangkap sesuatu, langkahnya terhenti. Tubuhnya seketika menegang. Matanya terbelalak tak percaya. Debaran jantungnya berpacu sangat kencang. Matanya menggantungkan air di pelupuknya. Prilly memegangi dadanya yang terasa nyeri dan sakit. Lututnya kelu tak mampu melanjutkan langkahnya. Kakinya seakan terjerat ribuan ton rantai, sehingga dia tak mampu untuk bergerak sedikit pun dari tempatnya.

#############

Maminya Melon

Jreng ... hahhahahhah
Bentar lagi aku punya keponakan. Hahaha
Senengkan kalian?

Makasih ya untuk yang setia membaca dan selalu sukarela memberi vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top