SEBELAS

Kekuatan untuk mencintai adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia, sebab kekuatan itu tidak akan pernah direnggut dari manusia penuh berkat yang mencinta.

***

Semasih kita mampu melakukan suatu hal untuk orang lain di sisa hidupnya, lakukanlah sebelum penyesalan menghampiri dan bersemayam dalam qalbu.

Sebulan lamanya Prilly selalu menemani hari-hari Ali. Prilly berfikir hanya dengan cara ini dia bisa menebus penyesalannya dan rasa bersalahnya kepada Ali. Semenjak Prilly hamil, Al melarangnya bekerja. Setiap pagi sebelum Al berangkat bekerja, Al selalu mengantar istrinya ke sebuah rumah sederhana dimana Ali tinggal. Al mencoba memahami posisi istrinya. Dia hanya ingin memberikan kesempatan terakhir untuk sahabat istrinya itu. Apa lagi saat Al melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keadaan dan kondisi Ali yang sangat memprihatinkan. Seperti pagi ini Al mengantar Prilly mendatangi rumah Ali lagi. Dari dalam rumah, Ali dapat melihat halaman rumah sederhananya, di sana terlihat mobil BMW putih bersih nan mulus terparkir. Al turun dari mobil membukakan pintu untuk istrinya.

"Kamu jangan lupa makan, jangan lupa banyak minum air putih, jangan terlalu capek, kalau terjadi sesuatu langsung kabari aku. Nanti sepulang dari kantor aku akan menjemput kamu. Paham?" Prilly terkekeh mendengar pesan-pesan Al yang tak bosan-bosannya dia lontarkan setiap pagi.

"Iya Al cintanya Prilly yang bawel tapi selalu ngangenin." Prilly menowel hidung mancung Al pelan.

"Ingat ya jangan lupa di minum vitaminnya," timpal Al mewanti-waniti.

"Iya Honey," sahut Prilly.

Al melihat ke dalam rumah, ternyata ada Ali yang duduk di atas kursi roda di ambang pintu. Al tersenyum manis dan mengangkat tangan ke udara sebagai tanda menyapa Ali. Ali tersenyum dan menganggukan kepalanya membalas sapaan Al.

"Salam buat Ali. Maaf aku tidak bisa mampir. Lain kali aku mampir. Aku berangkat dulu ya?" Al mencium kening Prilly lama.

Ali yang melihat kemesraan sepasang suami istri di hadapannya itu tersenyum. Ternyata lelaki itu sangat mencintai wanita yang selama ini juga dicintainya. Ada perasaan aneh di dalam hati Ali, hatinya berdesir perih, apakah dia cemburu? Entahlah, Ali segera menepis pikiran dan perasaan itu. Wajar saja Al bersikap seperti itu, karena Prilly adalah istrinya.

Setiap orang memiliki takdir kepastian untuk merasakan penderitaan dan kepedihan. Jika hati masih tergetar oleh rasa takjub menyaksikan keajaiban yang terjadi dalam kehidupan, maka pedihnya penderitaan tidak kalah menakjubkan daripada kesenangan.

"Kamu hati-hati ya Honey. Jangan lupa makan bekal yang sudah aku buat susah payah. Aku selalu sedih jika kamu pulang kerja, bekal kamu terkadang masih utuh," ucap Prilly mencibikan bibirnya kedepan sambil membenarkan dasi Al.

"Maaf Sayang, kalau aku terlalu sibuk terkadang sampai lupa mau makan."

"Kamu harus jaga kesehatan. Kamu selalu nengomeli dan sangat cerewet soal kesehatanku. Tapi kamu sendiri mengabaikan hal itu," protes Prilly manja membuat Al gemas ingin melahap bibir yang maju kedepan itu.

"Jangan begitu bibirnya. Ingin rasanya aku melumatnya."

"Oh iya? Ini lumat ...," tantang Prilly sengaja semakin memonyongkan bibirnya kearah Al.

Al yang merasa sangat gemas secepat mungkin mencium bibir istrinya itu, membuat Prilly melirik ke arah Ali yang setia memperhatikan mereka. Ada rasa tidak enak hati, bermesraan dengan suami di depan orang yang mungkin masih menempati sedikit ruang di sudut hatinya dan Prilly sangat tahu jika Ali masih mencintainya.

"Sudah aku mau berangkat. Nanti kesiangan. Aku ada meeting pagi ini." Al melihat jam tangannya.

"I love you Honey," ucap Prilly mencium kedua sisi pipi Al.

"I love you more Sayang." Al tersenyum sangat manis mengacak rambut Prilly kecil.

Al melambaikan tangan kepada Ali di balas Ali dengan mengangkat tangannya ke udara dan senyum tak kalah manisnya dengan Al. Setelah Mobil Al hilang di tikungan, Prilly menghampiri Ali yang sudah sedari tadi menunggunya di ambang pintu.

"Hai ...." sapa Prilly dengan senyuman sangat manis membuat hati Ali menghangat.

"Maaf Al tidak bisa mampir. Dia ada meeting pagi ini," ucap Prilly lalu mendorong kursi roda Ali untuk masuk ke dalam rumah.

Prilly menghentikan kursi roda itu di depan sofa ruang tamu, lalu dia duduk berhadapan dengan Ali.

"Dia lelaki beruntung yang dapat menikahimu. Sepertinya dia laki-laki yang pengertian dan baik," kata Ali memandangi wajah cantik Prilly.

"Kamu terbalik Ali, justru aku wanita beruntung yang menikah dengan lelaki sebaik Al. Tanpa aku meminta dan menuntut dia tahu apa yang selalu aku butuhkan dan inginkan," jelas Prilly dengan senyuman yang mendamaikan hati Ali.

"Mencintaimu adalah dosa terindah." Prilly mengerutkan dahinya menatap Ali menuntut penjelasan.

"Iya ... dosa terindah. Karena aku mencintai seorang istri yang juga sangat dicintai suaminya," jelas Ali membuat Prilly tertawa renyah.

"Kamu bisa saja, Li. Kamu sudah makan?" Prilly berdiri berniat mengalihkan pembicaraan mereka.

"Sudah tadi pagi. Tapi aku belum minum obat."

Prilly berjalan ke tempat dimana penyimpanan obat Ali. Dia sangat telaten meracik obat agar Ali dapat meminumnya. Ali melihat perubahan bentuk tubuh Prilly yang semakin berisi, dan perut yang sedikit membuncit namun masih samar-samar.

"Pril, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Ali ragu. Prilly menoleh kepada Ali.

"Iya, mau tanya apa?" Prilly menatap Ali, namun tangannya masih sibuk meracik obat untuk Ali.

"Apa ... kamu sedang hamil?"

Prilly tersenyum dan berjalan menghampiri Ali membawakan dia obat dan air putih. Prilly kembali duduk di sofa depan Ali.

"Iya. Aku sedang mengandung anak Al," jawab Prilly hati-hati. Ali tersenyum mendengar jawaban Prilly tadi.

"Semoga aku masih punya waktu untuk melihat keponakanku lahir ya?"

"Kamu harus melihatnya tumbuh menjadi anak yang baik dan pintar. Kamu harus bermain dengannya. Menemaninya berlari dan membelikan apa yang dia mau." Prilly berniat membangunkan semangat Ali agar dia terpacu ingin berusaha bertahan.

"Aku tidak bisa janji. Tapi aku akan berusaha agar itu terwujud."

"Kalau begitu kamu sekarang minum obat ini dan setelah itu kamu harus istirahat." Prilly memberikan obat untuk Ali.

Memberikan kebahagiaan untuk orang yang kita cintai adalah hal yang paling bahagia dalam hidup kita. Walau sesungguhnya hati kita tersakiti dan terluka. Karena seulas senyum bahagia dari orang tercinta adalah perasaan paling damai di dalam hati.

***

Sore ini air deras mengguyur di muka bumi. Prilly terlihat resah dan gelisah menunggu Al untuk menjemputnya. Ali yang melihat itu lalu menghampiri Prilly yang mondar mandir di depan pintu.

"Tenanglah, sebentar lagi dia juga sampai," ucap Ali berusaha memberikan ketenangan untuk Prilly.

"Tidak biasanya Al telat seperti ini, Li. Aku hubungi nomernya tidak aktif. Aku takut terjadi sesuatu padanya." Suara Prilly mulai bergetar.

Biasanya Al selalu mengabari Prilly jika dia akan terlambat menjemput atau terjadi sesuatu hingga dia harus tertahan di kantor. Tapi, kali ini nomornya tidak dapat di hubungi. Ali mendekati Prilly mencoba menarik Prilly agar duduk di sofa ruang tamu. Prilly yang sudah duduk di sofa lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia menangis sesenggukan memikirkan suaminya yang tidak ada kabar.

Ali susah payah berusaha memindah duduknya dari kursi roda ke sofa samping Prilly. Setelah dia berhasil duduk di sebelah Prilly, entah mendapat dorongan darimana dia beraninya menarik Prilly dalam pelukannya. Nyaman? Iya! Itulah yang Prilly rasakan. Prilly menumpahkan kegelisahannya di pelukan Ali.

"Sabarlah sebentar. Mungkin dia menunggu hujan reda, baru nanti akan menjemput kamu ke sini." Ali mengelus rambut Prilly lembut.

"Tapi, kenapa nomer dia tidak bisa aku hubungi, Li? Dia membuatku sangat khawatir. Apa dia tidak tahu bagaimana aku mencemaskannya, jika dia seperti ini?" Prilly menangis sesenggukan di depan dada Ali.

"Iya. Aku tahu kamu sangat mencemaskannya." Ali mengusap kepala Prilly sangat lembut. Ali membiarkan wanita yang dicintainya menangis dalam pelukannya.

"Kamu adalah hal terindah dalam hidup aku, karena kamu adalah salah satu keajaiban yang diberikan Tuhan untuk menguatkan hidup aku." Ali membatin merasakan kenyamanan yang dulu pernah dia dapat dari wanita itu dan tanpa dia berdusta pada hatinya, hingga saat ini dia masih merasakan kenyamanan itu.

Sekian menit berlalu dengan posisi Prilly masih di pelukan Ali, suara nafas yang teratur terdengar. Ali sedikit mendongakan wajar Prilly, ternyata Prilly tertidur dalam pelukannya. Ali tersenyum melihat wanita cantik yang sudah memenuhi ruang hatinya itu.

"Walau pun hatiku hancur tak berbentuk lagi. Ketahuilah, di sisa kepingan-kepingan hatiku masih terdapat namamu. Jika Tuhan mengijinkan aku untuk memiliki kesempatan kedua agar merangkai hatiku kembali. Akan jelas terlihat namamu disana Prilly." Ali mencium kening Prilly dalam, menyalurkan kasih dan cinta yang masih bersemayam di dalam hatinya.

Ali tidak menyadari jika Al melihat hal itu. Al berdiri di depan pintu yang sengaja di buka oleh Prilly tadi. Mengantisipasi jika Al tiba-tiba datang.

"Ehemmmm." Al berdehem membuat Ali menoleh ke arah pintu.

Ali yang merasa tertangkap basah karena sedang memeluk istri Al, lalu berusaha menidurkan Prilly di sofa. Al berjalan menghampiri mereka.

"Maaf," ucap Ali merasa tidak enak hati kepada Al.

Al hanya tersenyum manis lalu menghampiri Prilly yang tertidur di sofa. Al berjongkok di depan sofa menghadap wajah Prilly, masih tersisa air mata yang belum mengering di pipinya.

"Apa dia habis menangis?" tanya Al mendongak menatap Ali yang sedang memperhatikannya.

"Iya. Dia mencemaskan keadaan lo, karena lo nggak bisa dihubungi," jelas Ali kepada Al.

Al menghela nafasnya dalam, dengan lembut dia menghapus sisa air mata istrinya itu. Al mencium kening Prilly lembut, bekas Ali menciumnya tadi. Di dalam lubuk hati Al yang paling dalam, sebenarnya dia tidak rela jika Ali mencium kening istrinya. Al berusaha menghapus jejak bibir Ali dari kening Prilly.

"Makasih Li, lo sudah mau menjaga dia selama gue bekerja," ucap Al memandangi lekat wajah lelah istrinya.

"Gue yang harusnya berterimakasih karena lo lapang dada memberikan waktu istri lo buat memenuhi permintaan konyol gue. Justru gue yang harusnya berterimakasih karena dia menjaga gue dengan baik." Ali tersenyum menyadari betapa lemahnya dia yang terbalik banding dengan Al.

Al mampu menjaga dan membahagiakan Prilly, sehingga Ali menyadari betapa tulusnya cinta Al kepada Prilly. Apakah dia egois jika meminta waktu Prilly agar bersamanya di sisa hidupnya dari Al? Entahlah, Ali hanya ingin selalu dekat dengan Prilly sebelum dia benar-benar tidak dapat lagi menyentuh dan melihat wanita yang sampai detik ini masih dicintainya.

"Dia adalah bentuk cinta Tuhan yang Tuhan berikan kepada gue, Li." Al tersenyum kepada Ali.

"Tolong jaga dia selama gue tidak di sisinya. Gue percaya lo mampu menjaganya dengan cara lo sendiri." Ali terkekeh mendengar permintaan konyol Al itu.

"Lo hina gue Al? Ck! Lo Al, lihat kondisi dan keadaan gue. Bukannya gue yang ngejagain dia malah dia yang jagain gue. Waktu gue nggak lama lagi Al." Al yang mendengar jawaban Ali itu hanya tersenyum tipis.

"Jangan mendahului takdir Tuhan Li. Tuhan sudah mempersiapkan skenario yang menakjubkan. Tanpa kita tahu garis takdir Tuhan lebih indah."

"Tuhan sudah mentakdirkan Prilly buat lo Al. Gue lega dia mendapatkan laki-laki sebaik lo dan yang mencintai dia tulus. Jika nanti gue harus pulang keabadian, gue sudah lega, ninggalin Prilly di tangan orang yang tepat."

Al mengangkat tubuh Prilly yang sudah tertidur lelap. Ali hanya melihat gerakan Al yang gesit dan cekatan membopong Prilly.

"Gue bawa pulang istri gue ya Li. Besok gue antar dia ke sini lagi. Mungkin gue akan ke luar kota, paling lama 5 hari." Al berpamitan sebelum berlalu keluar.

Ali yang memperhatikan Al keluar dari rumahnya, memasukan Prilly di jok depan samping kemudi hanya tersenyum.

"Gue udah cukup bahagia Al dengan kesempatan yang sudah lo beri untuk gue dekat sama istri lo, walau gue hanya dia anggap sebagai sahabat." Ali mengucap setelah melihat mobil Al yang mulai melaju meninggalkan pelantaran rumahnya.

Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi. Dialah ladang hati, yang ditaburi dengan kasih dan disuburkan dengan penuh rasa terima kasih. Dan dia pulalah naungan dan pelindung. Karena kita menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian. Persahabatan itu adalah tanggung jawaban yang manis, bukannya peluang.

***

Mata Prilly terbuka perlahan. Pinggangnya terasa berat, dia menyentuh beban yang menindih pinggangnya. Tangan kokoh suaminya ternyata sudah melingkar indah di sana. Prilly membalikan badan, ternyata mata suaminya belum terpejam. Prilly melihat jam yang tergantung di dinding kamar mereka. Jam itu menunjukan waktu 11.50 WIB.

"Maaf, aku terlambat menjemputmu," ucap Al menyesal.

Prilly memeluk Al erat seakan dia tidak ingin melepaskannya. Dia kembali terisak di depan dada suaminya itu. Al tahu pasti istrinya terlalu mencemaskan dan takut jika terjadi sesuatu padanya. Al mengelus rambut Prilly lembut.

"Maaf." Al kembali mengucap kata itu, membalas pelukan Prilly.

"Kamu tahu bagaimana aku mencemaskan dan mengkhawatirkan keadaanmu. Aku sudah telepon kamu dan mengirimkanmu pesan singkat. Tapi kamu tidak menjawab justru nomer kamu tidak aktif," adu Prilly mencurahkan isi hati yang membuatnya menangis hingga sesenggukan seperti itu.

"Maaf, tadi aku ada meeting. Saat mau pulang, hujannya semakin deras. Aku menunggu hingga hujan sedikit reda. Soal kamu meneleponku, maaf iphoneku batreynya habis dan aku lupa mau mengecasnya." Al berusaha menjelaskan kepada istrinya apa yang sebenarnya terjadi.

"Jangan ulangi lagi. Jika kamu mau lembur atau pulang terlambat beri kabar kepadaku. Agar aku tidak mencemaskanmu." Prilly sudah terlihat lebih tenang.

Al meregangkan pelukannya lalu melihat wajah cantik istrinya sudah dibasahi oleh air mata. Al menyeka air mata Prilly dengan ibu jarinya.

"Maafin aku ya Sayang sudah buat kamu menangis. Aku akan bayar air mata kamu malam ini." Al menyeringai menatap Prilly, dengan cepat dia menindih istrinya itu.

Prilly yang berada di bawah Al hanya pasrah apa yang akan di lakukan suaminya itu.

"Aku ingin menengok debay yang masih di dalam sana. Boleh?" izin Al dengan mata sayu.

Prilly mengangguk malu, walau sudah berulang-ulang kali hingga dia dihamili Al seperti itu. Masih saja dia merasa malu saat suaminya mengajaknya bercinta. Al tersenyum melihat pipi istrinya bersemu merah. Al sangat pintar merubah suasana hati istrinya kembali bahagia.

Al mendaratkan ciumannya di bibir merah delima milik Prilly. Perlahan namun pasti Al melumat bibir itu dengan lembut. Tangan Al tak mau diam, dia meraba seluruh tubuh istrinya hingga tubuh Prilly bergidik merinding. Sengatan listrik dalam tubuh mereka bergejolak. Saat tangan Al meremas breast Prilly ada rasa nyeri dan sakit.

"Aw ... aw ... sssshhhh sakit Honey," ucap Prilly manja di sela ciumannya.

Al melepas breast Prilly lalu dengan hati-hati menanggalkan seluruh pakaian mereka, sehingga kini mereka telanjang bulat. Al kembali menindih tubuh Prilly dan menjamah setiap inci tubuh yang sudah memabukan baginya itu. Al mengulum nipple istrinya, melumatnya bak bayi yang sedang menyusu pada ibunya. Tubuh Prilly menggelinjang, desahan nikmat lolos dari bibirnya.

Al menaikan cumbuannya di belakang telinga Prilly. Di bagian bawah sana Prilly sudah merasa lembab dan berkedut kencang. Rasanya ingin sekali segera suaminya masuki.

"Honey ayo masukan," pinta Prilly tak sabar.

Al yang mendengar permintaan istrinya itu tersenyum. Segera Al menyatukan tubuh mereka.

"Ahhhh ssshhhh." Rasa perih, geli bercampur nikmat sehingga Prilly mendesah membuat gairah Al semakin menjadi.

"Aku mau nyiram benihku biar tumbuh sehat dan cepat besar." Prilly yang mendengar suaminya berkata seperti itu terkekeh di bawahnya.

Al segera menggerakan pantatnya maju mundur. Ritme Al sengaja lembut agar tidak menyakiti janin yang masih kecil di dalam rahim Prilly. Al meremas kedua breast Prilly, hingga si pemiliknya meraung nikmat. Al menurunkan ciumannya di leher Prilly sehingga dia mendongakan kepalanya memberi akses untuk bibir Al bermain di lehernya. Al menghisap dan menggigit kecil leher Prilly hingga meninggalkan tanda kepemilikan. Prilly yang menikmati permainan Al memejamkan mata, tangannya menyelusup di cela rambut Al. Dia menekan kepala Al agar cumbuan Al diperdalam pada lehernya.

Pantat Al masih bergoyang sesuai ritme yang lembut. Al semakin memperdalam tusukannya, hingga Prilly merintih nikmat dan selalu mendesah membuat Al semakin semangat untuk memuaski istrinya itu. Al terus menghujami Prilly tusukan, tubuh Prilly menggelinjang saat kejantanan Al menyentuh dinding rahimnya.

"Ahhhh." Prilly mendesah nikmat.

Al menarik nafasnya dalam lalu perlahan menghembuskan hingga berulang kali. Al merasa lelah, walau permainannya lembut dan santai tapi tetap saja membuatnya sesekali menarik nafas dalam. Prilly membuka matanya, menatap Al sayu.

"Capek?" tanya Prilly lembut saat mendengar Al menghembuskan nafasnya sedikit kasar.

Dengan mata sayu Al mengangguk. Prilly yang berada di bawahnya tanpa melepas penyatuan mereka membalikan tubuh Al, hingga kini dirinya berada di atas Al.

"Pelan-pelan Sayang. Kasihan anak kita yang di dalam." Al memperingatkan Prilly sebelum dia menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh kekar milik suaminya itu.

Prilly tersenyum manis kepada suaminya yang menatapnya sayu di bawahnya. Ini adalah salah satu tugasnya sebagai seorang istri, dia harus mampu memuaskan hasrat suaminya. Prilly selalu saja menikmati setiap tusukan dari kemaluan Al yang masuk di dalamnya. Prilly memejamkan matanya, dan meremas dada Al. Saking dia menikmati surga dunia yang halal itu, tak sadar dia justru menyakiti suaminya. Al meringis antara nikmat dan sakit. Al menahan sakitnya sambil menggigit bibir bawahnya kuat.

"Aaaahhhh." Prilly mendesah saat dia hampir sampai pada klimaks.

Al yang menyadari itu lalu mengambil posisi duduk hingga Prilly kini berada dalam pangkuannya. Al membantu istrinya menaik turunkan pinggangnya. Tusukan demi tusukan lembut itu membuat keduanya merasa ada sesuatu yang harus dikeluarkan segera.

"Sayang aku mau keluar." Al lebih dulu memberi kode kepada Prilly.

Prilly mempercepat temponya, menusukkan batang kemaluan Al dalam hingga terasa di dinding rahim.

"Aaaarrrrggggg," lenguhan nikmat keluar dari bibir keduanya.

Sperma Al menyirami rahim Prilly. Lega! Itu yang mereka rasakan. Peluh keduanya bercucuran menjadi tanda bahwa mereka sama-sama bekerja keras untuk saling memuaskan. Tanpa melepas penyatuan mereka, Prilly memeluk erat Al. Nafas mereka sama-sama tersengal. Al menjatuhkan tubuh mereka kebelakang di atas ranjang yang empuk dan nyaman, masih dalam posisi Prilly memeluk di atasnya.

"Ayo Sayang, lepas dulu. Aku mau ambil minum." Al berkata sambil mengatur nafasnya yang entah mengapa seperti sulit menghirup oksigen.

Prilly tetap diam tak bergerak, masih mengatur nafasnya. Al meregangkan pelukan Prilly, lalu menidurkan di sebelahnya. Al menggigit bibir bawahnya menahan sesuatu yang terasa nyeri. Al bangkit dari tidurannya menutupi tubuh naked Prilly dengan selimut sebatas dada.

"Mau kemana?" tanya Prilly manja.

"Sebentar, mau ambilin kamu minum di dapur." Al mencium kening Prilly singkat lalu masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Selesai membersihkan diri Al mengambil boxernya lalu memakainya.

Al melihat Prilly yang sibuk dengan iphonenya hanya tersenyum lalu keluar dari kamar. Al tidak langsung ke dapur, melainkan dia masuk ke ruang kerjanya yang berada bersebelahan dengan kamarnya. Al menutup rapat pintu ruang kerjanya. Entah apa yang Al lakukan.

Keindahan adalah kehidupan itu sendiri saat ia membuka tabir penutup wajahnya. Dan kalian adalah kehidupannya itu, kalianlah cadar itu. Keindahan adalah keabadian yag termangu di depan cermin. Dan kalian adalah keabadian itu, kalianlah cermin itu.

###########

Maminya melon

Maaf ya jika aku balas komen kalian lambat. Karena ada kesibukan.

Terimakasih yang sudah suka rela memberikan vote dan komennya. Karena dari itu saya dan biiestory semakin bersemangat melanjutkan cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top