EXTRA

"El, antar adikmu sekalian ya?" seru Prilly saat El baru saja turun dari tangga menuju ke ruang makan.

"Iya Ma." El menarik kursi di sebelah Ali lalu duduk bergabung untuk sarapan.

"Bagaimana dengan tender kamu El?" tanya Ali lalu mengangkat cangkir yang berisi teh hangat dan menutup korannya.

"Alhamdulillah Pa, PT. Libera memilih perusahaan kita untuk memasok semua bahan mentah. El menawarkan harga yang masuk akal. Kita memenangkan tender itu dan meraup keuntungan besar dari tender ini, Pa." Ali tersenyum bangga melihat bagaimana El dapat melanjutkan perusahaan Al.

Sejak Al meninggal perusahaan itu memang Prilly yang mengelola. Saat Prilly menikah dengan Ali dan sudah tak sanggup untuk melanjutkannya, demi aset dan warisan berharga milik Al untuk El, akhirnya Ali dan Prilly bersepakat merger. Merger ini bertujuan menyatukan perusahaan mereka agar dapat lebih mudah untuk mengawasi bersama.

"Syukurlah kalau begitu, selamat ya El sudah sukses dibidang bisnis. Kamu sangat mirip Papa Al," ujar Ali mengingat wajah Al yang begitu melekat di diri El.

El hanya tersenyum mendengar kata Ali tadi. Dia juga merasakan hal yang sama.

"Beda Pa, kalau Al dulu orangnya sangat pendiam dan cuek. Ngelirik cewek aja nggak pernah, kecuali Mama. Sedangkan El, ceweknya suka gonta-ganti dan ramah," seru Prilly mengingat beberapa tahun silam, mengingat Al kembali.

"Yaelah Ma, wajar dong. Pengusaha muda, cerdas dan ganteng pula, wanita mana yang nggak tergila-gila," bela Ali membuat Prilly merasa sebal.

"Ih, kalian dari dulu sama aja. Selalu bikin Mama emosi setiap pagi," cerca Prilly sambil mengerucutkan bibirnya.

"Aprillllllllll, turun Nak. Ayo kita sarapan!" pekik Prilly hingga terdengar April yang masih berada di kamarnya.

"Ya ampunnnnn, Mama. Ini di rumah bukan di hutan. Harus ya, setiap pagi teriak-teriak," tegur April sambil berjalan menuruni tangga yang sudah lengkap dengan seragam putih abu-abu.

"Selamat pagi Papa, Kak El," sapa April ceria mencium pipi Ali dan El.

"Ayo, kamu buruan sarapan. Nanti ditinggal Kak El, hari ini kamu berangkat sekolah diantar Kak El," jelas Prilly sambil mengoleskan selai coklat ke atas roti untuk April.

"Ahhh, kenapa sama Kak El sih Ma," rajuk April merengek manja.

"Emang kenapa kalau Kakak yang antar?" sahut El saat dia asyik menguyah rotinya.

"Kalau Kak El yang antar April, temen-temen April ngira Kakak pacar April ...."

"Bagus dong, berarti kamu nggak bisa cari gebetan." El menggoda April karena dia tahu jika di sekolahan ada salah satu temannya yang April taksir.

"Aahhh, Kakak. Gimana mau punya pacar coba, jalan ke sana diikutin Mama, sekolah diantar Kakak, ada temen cowok main ke rumah, asyik ngobrol ditungguin Papa, aaaaaaa," keluh April membuat semua memandang ke arahnya.

"Demi kebaikan kamu!" seru semuanya serentak tanpa ada komando.

"Wuiiiihhhhh, paduan suara," ujar April.

Semua tertawa bersama menimbulkan kehangatan di pagi hari. Keceriaan dan keharmonisan terlihat jelas di keluarga ini.

"Ayo, buruan habisin rotinya. Kakak mau berangkat pagi soalnya mau nyiapin buat meeting," ujar El kepada April.

"Terusin di mobil aja Kak makannya. Kita berangkat, aku ada ulangan IPS pagi ini," seru April bersiap menyangklong tas punggungnya dan berjalan ke arah Prilly lalu beralih ke arah Ali, bergantian mencium kedua pipi orangtuanya.

"Ma, Pa, berangkat dulu ya?" pamit April sambil membawa rotinya.

"Susunya bawa yang kemasan saja, April," ujar Prilly langsung berdiri mengambilkan susu instan untuk April minum di mobil nanti.

April menerima susu kemasan yang selalu disediakan Prilly jika sewaktu-waktu anak bontotnya itu tak sempat sarapan di rumah.

"Pa duluan ke kantor ya? Ma El berangkat dulu." El berpamitan kepada Ali, mencium tangannya lalu beralih mencium kening Prilly penuh kasih sayang dan perhatian.

"Iya, sukses ya untuk hari ini. Semoga lancar kerjanya," kata Prilly mengusap lengan El.

"Aamiin." El segera merangkul April keluar dari rumah.

Ali dan Prilly yang melihat keakraban adik-kakak itu hanya tersenyum.

"Berangkat ke kantor jam berapa, Pa?" tanya Prilly sambil merapikan piring di meja makan.

"Siangan dikit aja Ma, Papa kan sekarang bisa lebih santai karena El sudah bisa menghendel semua tugas Papa. Dia lebih cerdas dan gesit daripada Papa, Ma," jelas Ali sambil membuka korannya lagi.

"Dia mirip sekali sama kamu Al. Kecerdasanmu dan kepiawaianmu mengurus bisnis mewaris di El. Kamu bangga kan pasti di sana?" batin Prilly sambil membawa piring kotor ke dapur.

"Mbak Bie, lagi ngapain?" sapa Prilly saat melihat Ebie duduk sendiri menikmati teh hangat di dapur.

"Meratapi nasib Non," jelas Ebie yang justru membuat Prilly tersenyum sangat manis.

"Mbak Bie ini aneh-aneh aja. Memangnya ada apa?" tanya Prilly lembut menghampiri Ebie dan ikut duduk di kursi sebelahnya.

"Non pernah kehilangan orang yang sangat dicintai?" tanya Ebie polos membuka luka Prilly yang sudah lama mengering.

Prilly tersenyum menatap Ebie sendu. Dia sedikit menarik napas lalu bersiap membuka pintu masa lalunya, hanya sekedar ingin membagi pengalamannya dengan Ebie.

"Pernah, dia adalah papanya El. Hal dimana aku merasakan suasana tersulitku. Sedang merasakan manisnya cinta namun Takdir berkata lain, Dia mengambil Al dari sisiku sebelum El lahir ke dunia. Namun dengan kejadian itu aku semakin belajar untuk menghargai kebersamaan, ketika kehilangan baru kita merasakan betapa sangat berharganya dia untuk kita," cerita Prilly menerawang masa lalunya.

"Nona sangat mencintainya?" tanya Ebie semakin penasaran.

"Sangat Mbak Bie. Aku sangat mencintainya," ujar Prilly tak menyadari jika Ali mendengar hal itu di balik tembok belakangnya.

Entah mengapa hati Ali bergetar bukan rasa nyeri justru perasaan itu menghangat.

"Apa ini yang juga lo rasakan Al sama Prilly? Hati lo saat ini menghangat mendengar kata itu, tapi kenapa gue nggak cemburu saat dia mengucap kata itu sama lo Al?" Ali memegangi dadanya, mengingat bahwa hati yang selama ini ia gunakan untuk mencintai istrinya adalah hati suami istrinya dulu.

"Lebih cinta siapa, Pak Al atau Pak Ali?" tanya Ebie seketika membuat Prilly terdiam.

"Mereka memiliki caranya masing-masing Mbak Bie. Jika Ali lebih mengungkapkan cintanya dengan kata kalau Al tanpa banyak kata melainkan langsung tindakan. Tapi aku bersyukur karena walau pun Al sudah pergi, aku tetap merasakan cintanya, meski di jiwa yang berbeda," jelas Prilly membuat Ali tersenyum di balik tembok.

"Beruntungnya Non Prilly, dicintai dua laki-laki berbeda ...."

"Namun dengan hati yang sama," sahut Prilly memotong pembicaraan Ebie.

"Loh, kok begitu?" tanya Ebie semakin dilanda penasaran.

"Karena hati Al tertanam di dalam tubuh Ali. Al mendonorkan hatinya untuk Ali, Mbak Bie," kata Prilly dengan perasaan sedikit nyeri namun segera ia tepis.

"Mulia sekali Pak Al, memberikan cintanya kepada orang lain."

"Bukan memberikan Mbak Bie, tapi melanjutkan perjuangannya," ujar Prilly lalu terkekeh.

"Al, lihat istri kita, berapa bahagianya sekarang saat membagi pengalamannya di mana hari itu menurutnya, saat yang tersulit dalam hidupnya. Saat ini nggak lagi menjadi cerita duka, melainkan sebuah kenangan yang mengajarkan kepada orang lain arti dari sebuah kebersamaan. Lo bahagia kan gue sudah menjalankan wasiat dan menjaganya dengan baik?" Ali membatin mengingat bagaimana kebaikan Al kepadanya kala itu.

Suami mana yang rela mengizinkan istrinya, merawat pria lain? Hanya Al yang mungkin berlapang dada menerima itu tanpa dia mengeluh sedikit pun kepada Prilly. Begitu banyak cerita di dunia ini, ada suka-duka, hitam-putih, cinta-lara dan benci-kasih.

Ali berjalan kembali ke tempat duduknya tadi, tak lama kemudian Prilly menghampirinya.

"Sudah mau berangkat, Pa?" tanya Prilly sangat lembut mengelus bahu Ali.

"Iya, tolong ambilkan jas aku di kamar sekalian iphone aku ya?" titah Ali lembut dengan senyuman terbaiknya.

Prilly berjalan ke kamarnya mengambilkan jas dan tas kerja Ali. Ia segera turun lalu menghampiri Ali.

"Ayo, aku antar sampai depan," ajak Prilly menggandeng tangan Ali mesra sampai di depan rumah.

"Aku berangkat dulu ya? Kamu baik-baik di rumah." Ali mencium kening Prilly mesra.

"Iya, hati-hati ya di jalan," kata Prilly mencium tangan Al.

Ali segera masuk ke dalam mobil, sejak usianya lebih dari 40 tahun, Prilly melarangnya menyetir mobil sendiri. Alhasil ia sekarang kemana-mana menggunakan seorang sopir. Setelah mobil yang Ali kendarai sudah menghilang dari pagar rumah, Prilly pun kembali masuk ke dalam rumah.

***

Prilly melihat bagaimana seriusnya El mempelajari pekerjaannya di ruang kerja. Parasnya yang tampan mengingatkannya kepada Al. Bagi Prilly El adalah duplikat Al. Wajahnya yang sangat mirip.

"El, sejak kapan kamu merokok?" tanya Prilly menghampiri El dan melihat sebungkus rokok dan korek api di meja kerjanya.

"Oh, ini bukan punya El, Ma. Ini milik Pak Handoko tadi, mungkin ini ketinggalan," jelas El yang melihat betapa tidak sukanya Prilly jika El sampai menyentuh racun itu.

"El maaf, Mama nggak pernah melarangmu untuk melakukan semua hal, kecuali jika memang itu merugikan kamu, pasti Mama akan melarangmu keras," seru Prilly duduk di depan meja kerja Al.

"Mama nggak usah khawatir, El tahu kekhawatiran Mama itu, takut kan kalau sampai El punya penyakit seperti Papa Al?" ujar Al memperhatikan wajah Prilly yang menunduk sedang memikirkan sesuatu.

El berdiri lalu menghampiri Prilly berjongkok di depan mamanya sambil menggenggam erat tangannya.

"Mama jangan takut, El selalu rajin ke dokter memeriksakan diri. Walau hingga saat ini El selalu dinyatakan sehat, tapi El sadar betul bahwa El memiliki warisan penyakit jantung dari Papa Al." El mencium tangan mamanya lembut.

Menatap wajah El, berasa menatap wajah Al dulu saat muda. Itu yang Prilly rasakan. Prilly membelai wajah El sangat lembut, tak terasa air mata menggantung di pelupuknya.

"Mama kangen sama Papa Al?" tanya El sambil menghapus air mata yang sudah terjatuh di pipi mamanya.

"Iya, Mama kangen. Sudah lama papamu nggak menemui Mama lewat mimpi. Mama sangat merindukannya," kata Prilly menangis rindu di depan El.

Jika Prilly merindukan Al, ia akan datang menumpahkan kerinduannya itu kepada El. Hanya doa yang dapat Prilly kirimkan untuk Al.

"Sudah, Mama jangan nangis lagi. Nanti Papa sama April lihat, dikira El yang buat Mama nangis." El menghapus air mata Prilly lembut dengan telapak tangannya.

"Besok kita ke makam Papa ya El. Sudah lama kita nggak ke makam Papa," seru Prilly menghapus sisa air matanya dengan tissue.

"Iya mamaku sayang, El juga udah lama nggak ke makan Papa. Gara-gara sibuk kerja jadi jarang nengokin makam Papa," ujar El sambil berdiri lalu kembali duduk di kursinya lagi.

"Tapi kamu nggak pernah lupa solat kan El, mengirim doa buat Papa Al?" tanya Prilly memperhatikan kertas yang sedang El pelajari.

"Nggak kok Ma, Alhamdulillah kalau soal solat, El selalu ingat dan mendoakan Papa sehabis solat," jawab El kembali mengecek pekerjaannya lagi.

Prilly memperhatikan wajah serius El, dia tersenyum mengingat kembali pertemuan awalnya bersama Al dulu. Bagaimana dia dulu merajut kasih hingga menikah. Tuhan memang selalu memberi kejutan kepada setiap orang yang tak akan mengira sebelumnya. Tuhan juga menciptakan hal tersulit disetiap jalan hidup seseorang, namun Tuhan jugalah yang memberikan jalan untuk menyelesaikannya. Jangan pernah meminta kepada Tuhan untuk menghentikan ujian-Nya, namun berdoalah agar Tuhan memberi kekuatan dan ketegaran hati untuk melewatinya.

"Mama keluar dulu ya? Mau bikinin teh buat Papa. Kamu mau?" Prilly menawari El dan sudah berdiri di depan mejanya.

"Boleh, Ma. Tapi biar Mbak Bie yang antar. Mama istirahat aja, nanti kalau sudah waktunya makan malam, El nyusul kok," ujar El mendongak melihat wajah mamanya yang lebih tinggi karena dia masih setia duduk di kursinya.

"Ya sudah, Mama keluar dulu ya?"

"Iya, Ma."

Prilly melenggang keluar ruang kerja El yang berada di rumah. El melihat foto Al yang bertengger di meja kerjanya.

"Pa, Mama kangen tuh! Papa nggak kangen sama Mama? Kasihan Mama, Pa. Andaikan bisa, El mau meminta Papa kembali ke dunia menemani kami, Pa. Tapi itu hal yang mustahil, walau El nggak pernah bertemu sama Papa di dunia fana ini, tapi El merasa dekat sama Papa. El rindu sama Papa." El mendekap foto Al di dadanya.

El menghempaskan tubuhnya di sandaran kursi, lalu ia melihat foto Ali saat muda dulu yang juga sengaja El pasang berdampingan dengan foto Al.

El terkekeh membandingkan kedua foto yang saat ini ia perhatikan.

"Papa Al sangat kalem, Papa Ali wajahnya songong. Dua karakter yang sangat berbeda tapi punya cinta yang sama buat Mama. Beruntungnya mamaku dicintai dua pria dengan caranya masing-masing. Aku bahagia meski Papa Ali bukan ayah biologisku, tapi dia nggak pernah membedakan antara aku dan April. Dia menganggapku sama seperti anak kandungnya. Papa Al jangan khawatir, Papa Ali selalu memperlakukan kami dengan sangat baik." El kembali meletakkan foto Al bersanding dengan foto Ali tadi.

El tersenyum memperhatikan dua foto itu lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

***

Sinar matahari tak lagi begitu menyengat, Ali, Prilly, El dan April berjalan menyusuri gundukan tanah yang ditumbuhi rumput hijau. Mereka berhenti di salah satu pusaran bernisan tertuliskan nama Al di sana. Mereka duduk mengelilingi makam Al. El melepas kacamata hitamnya, lalu menaburkan bunga di atas makam Al. Prilly menuang air di atas nisan hingga tahan gundukan Al.

"Kita berdoa bersama dulu ya?" Ali mengajak semua berdoa untuk Al.

Mereka menengenadahkan tangannya di depan dada. Ali memimpin doa yang mereka panjatkan untuk keselamatan Al di alam yang sudah berbeda dengan mereka.

"Honey, aku rindu." Prilly berkata dalam hati selesai mengakhiri doanya.

"Al, terima kasih untuk semuanya. Tanpa lo, gue nggak akan merasakan kesempurnaan ini. Makasih udah memberi gue kesempatan untuk menjaga keluarga lo yang kini menjadi keluarga gue. Takdir Tuhan nggak ada yang bisa menyangka, apa yang nggak mungkin bisa saja terjadi." Batin Ali menatap pusaran Al.

"Papa, El akan selalu berusaha menjadi anak yang baik. Biar Papa bangga melihat El dari atas sana. El juga akan menjaga Mama dengan seluruh jiwa dan raga El. Papa, yang tenang di alam sana. Tunggu aku dan Mama di keabadian, kita akan bersatu di surga Tuhan, Pa." El kembali mengenakan kacamatanya.

"Sudah?" tanya Ali bersiap berdiri.

"Sudah Pa," jawab El yang juga membantu Prilly berdiri.

"Kita pulang dulu ya Al." Ali berkata sambil memandang nisan Al.

Lalu mereka meninggalkan makam Al sambil bercanda kecil memperlihatkan keharmonisan keluarga. Ali merangkul El sedangkan April melingkarkan tangannya di lengan Prilly dan bergelayut manja. Al dan Ali sedikit mengobrol soal bisnis sedangkan April dan Prilly mengobrol tentang sekolah April. Obrolan itu bergulir hingga sampai di rumah. Komunikasi yang baik di dalam keluarga akan menciptakan kedekatan dan ikatan batin yang kuat.

***

Malam begitu gelap tanpa adanya bintang di langit. Rembulan pun malu-malu untuk menampakkan wajahnya. Prilly berdiri di sebuah tempat yang sangat tinggi di antara gedung pencakar alam lainnya yang berdiri kokoh di sekelilingnya. Matanya terpejam merasakan hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya. Ia merasakan tangan kekar melingkar di perut rampingnya dan sebuah bibir mendarat di pipinya.

"I miss you so much, Sayang," kata bisikan yang Prilly sangat rindukan.

Prilly perlahan membuka matanya merasakan dekapan itu nyata dan tubuhnya menghangat karena pelukan seseorang dari belakang.

"I miss yo too, Honey," balas Prilly mengeratkan pelukan tangan yang melingkar indah mendekap tubuhnya.

Mereka saling melepas rindu di bawah gelapnya malam. Tanpa bintang tak berati malam menjadi kelabu, karena keindahan sebenarnya tercipta dari kita sendiri. Tanpa rembulan bukan berati malam menjadi gulita, karena sinar cahaya akan datang menghampiri insan yang mencintai.

"Al, bawa aku bersamamu," pinta Prilly yang merasa sangat nyaman di dalam pelukan Al.

"Belum waktunya Sayang. Aku akan menunggu hingga waktunya tiba. Kutunggu kamu dan El di keabadian." Al mengeratkan pelukannya.

Prilly membalikkan badannya, melihat wajah cerah nan bersih milik Al. Prilly meraba dan membelai wajah bersinar Al. Senyuman terbaik pun Al beri kepada Prilly.

"Aku sangat mencintai kamu," ucap Al merengkuh pinggang Prilly hingga mereka tak memiliki celah sedikit pun.

"Aku juga sangat mencintai kamu," balas Prilly mengalungkan tangannya di leher Al.

Prilly membuka sedikit mulutnya sambil memiringkan kepalanya ke kanan. Al perlahan mendekatkan bibirnya pada bibir tipis nan ranum milik Prilly. Pelan namun pasti Al mendaratkan bibirnya di bibir Prilly. Dia memanggut bibir Prilly sangat lembut. Prilly membalas lumatan Al hingga menekan tengkuknya agar ciuman Al lebih dalam lagi. Mereka melepas rindu yang sudah tinggi menggunung. Al perlahan melepas ciuman mereka dan memperhatikan wajah cantik Prilly.

"Cinta kita sejati karena aku membawanya sampai mati," kata Al memegang dagu Prilly lalu kembali menempelkan bibirnya pada bibir Prilly dan kembali memanggutnya sangat lembut penuh perasaan cinta dan sayang.

Hingga Prilly perlahan membuka mata dan melihat ternyata dia sudah tertarik ke dalam kenyataan hidup yang fana. Prilly tersenyum sangat manis mengingat mimpinya yang begitu indah malam ini. Prilly kembali pada realita kehidupan ini dan menoleh ke sampingnya. Di sisinya ada Ali yang masih tertidur lelap.

"Terima kasih kamu hadir dalam mimpiku Honey. Setidaknya rinduku kepadamu yang sudah sangat luas dan tinggi kamu basuh dengan cintamu yang sejati." Prilly memeluk perut Ali dan mencari kenyamanan di dalam tidurnya malam ini. Senyum selalu terpasang di bibirnya mengiringi tidurnya.

Tak ada kisah di dunia ini yang sesuai dengan rencana dan harapan kita. Ada kalanya apa yang kita harapkan tak sesuai dengan keinginan hati dan kenyataan yang ada. Segala ujian dan rintangan menjadi hiasan indah dalam kehidupan ini. Itu karena semua sudah tertuliskan dalam takdir Tuhan. Semua hidup kita sudah tercatat dalam suratan TAKDIR.

###############END#############

Akhirnya story takdir bisa selesai juga. Terima kasih yang sudah setia menunggu dan mengikuti cerita ini sampai selesai. Ini adalah cerita kolaborasi saya yang pertama bersama ebiiefebriana . Suatu kehormatan dapat belajar banyak bersama salah satu anggota KSAP. Tak pernah terbayangkan, bisa memiliki kehormatan hingga sejauh ini menyatukan dua otak yang berbeda hingga menciptakan sebuah cerita yang menurut saya luar biasa. Banyak kejadian dan hal yang terjadi selama perjalanan menyatukan imajinasi untuk story ini.

Untuk semua kesayangan Rex, makasih ya udah vote dan komennya. Tanpa adanya kalian saya bukanlah siapa-siapa. Karena kalian juga cerita ini menjadi baik dan menarik. Love you so much all.
Muuuuaaaahhhhh.

Sampai jumpa di cerita yang lain ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top