DUA PULUH DUA
Saat hati mulai belajar mengikhlaskan, di sanalah ketenangan di dapatkan.
***
Prilly masih asyik berkutat di balik laptop kesayangannya, mata hazel itu tak lepas memandangi layar laptop yang seharian menyala. Prilly sedang sibuk memeriksa beberapa laporan yang memang harus di selesaikan hari ini sebelum dia mengambil cuti liburnya. Tinggal beberapa file lagi yang harus menjadi pusat perhatiannya dan setelah itu semua selesai. Prilly juga meminta Hanny untuk membawa El jalan-jalan, sepertinya El bosan seharian di dalam ruangan menaninya. Sesaat Prilly memejamkan matanya yang terasa lelah dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Prilly melihat ke kanan, masih terpampang jelas foto pernikannya bersama Al, bahkan mereka berdua terlihat bahagia, kebahagiaan itu semakin nyata saat hadirnya Erlangga Heza Mardika di antara mereka. Prilly bahagia karena Tuhan sudah memberikan apa yang dia butuhkan, walaupun harus berawal dengan kepedihan dan air mata. Tapi dia tahu semua itu memang sudah di gariskan Tuhan dalam hidupnya. Bahkan Tuhan akan dengan mudah menghadirkan dan menghilangkan apa yang kita cintai dalam waktu yang bersamaan.
Tak akan abadi di dunia ini, karena yang abadi hanya milik Tuhan semata. Bahkan takdir yang di dapat pun sudah di lukiskan dengan indah oleh Tuhan.
"Terima kasih Tuhan atas semua kebahagiaan yang nyata yang selalu Engkau berikan untuk hamba. Tak ada surat paling indah selain doa dan rasa syukur atas anugerah yang melimpah."
Prilly mengambil bingkai foto yang ada di samping mejanya memeluk erat dan mendekapnya.
"Aku sayang kamu Honey."
"Mamaaaaa." El berlari tertatih saat pintu ruangan Prilly terbuka. El sudah pandai berjalan walaupun tetap harus dalam pengawasannya.
"Sayang, anak Mama." Prilly berlutut saat El sudah sampai dan mendekap kakinya.
"Dari mana aja Sayang." Prilly beberapa kali menciumi wajah El dan membuat El bergidik geli mendapat perlakuan itu.
"Mama eli."
"Dari mana kamu, hhhmm bau asem." Prilly mengendus tubuh El.
"Ain ama papa."
Prilly mendongak mendapati Ali sedang menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak gatal.
"Papa sama El bau asem dong, ayo mandi dulu nanti kalau udah selesai, baru kita pulang. El mandi sama Papa Ali ya."
"Andi Pa." El merentangkan tangannya dan Ali menyambutnya.
"Ya udah, El mandi dulu sama Papa, biar Mama nerusin dulu kerjaannya."
Ali beralih meninggalkan Prilly untuk memandikan El. Tapi, sebelum itu Ali medaratkan ciumannya di bibir Prilly singkat, yang justru mendapatkan hadiah pukulan kecil dari Prilly.
Ali dan El sedang asyik bermain air sampai-sampai suara mereka terdengar sampai keluar. Prilly hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Prilly mengambil kotak coklat yang ada di bawah kakinya. Dia letakkan kotak itu di atas meja setelah dia menyelesaikan pekerjaan dan menutup laptopnya. Dia mengambil beberapa barang yang memang sudah tak terpakai dan memasukkannya ke dalam kotak itu.
"Sayang, kamu ngapain?" Ali sudah selesai mandi dan meletakkan El di dalam area bermain yang memang ada di ruangan Prilly.
"Masukin barang-barang yang udah nggak kepake lagi." Prilly kembali memasukkan buku, kertas, kotak kecil, dan terakhir bingkai foto.
"Tunggu, mau kamu kemanakan foto itu?" Ali melihat Prilly memasukkan foto Prilly bersama Al ke dalam kotak coklat besar itu.
"Aku mau menyimpannya aja, aku nggak mau pasang di sini lagi Li."
"Kenapa?" tanya Ali bingung.
"Aku menghargai kamu, aku nggak mau nyakitin kamu dengan masih memasang foto kami di sini, cukup yang di rumah aja, yang di sini biar aku simpan. Aku nggak mau di mana pun kamu berada kamu jadi di bayang-bayangi Al. Aku cuma mau buat kamu nyaman, Li."
Ali menahan tangan Prilly yang mencoba memasukkan lagi bingkai itu ke dalam kotak.
"Sayang, jangan pernah kamu menghilangkan Al hanya demi membuat aku nyaman. Jangan pernah merubah apa pun yang ada hanya demi membuatku bertahan. Aku nggak akan pergi hanya karena kamu masih mengingat Al, yang ada justru aku ingin kamu nggak akan pernah sedikit pun melupakan Al. Dia orang yang paling berjasa dalam hidup aku, dan dia juga orang yang paling kamu cintai. Sampai kapan pun aku nggak akan bisa gantiin posisi Al di hati kamu, aku cuma minta, izinkan aku mencintai kamu dengan caraku. Walaupun hati kami satu, tapi kami memiliki cara yang berbeda agar kami di kenang. Biarkan semua ini sebagaimana mestinya, ya." Ali mengusap pipi Prilly dan tersenyum tulus.
Ali mengambil foto itu dan meletakkan kembal ke tempat semula. Dia tak ingin hal ini menjadi masalah dalam rumah tangganya bersama Prilly. Mereka berdua orang yang sangat berjasa dalam hidup Ali, mereka juga yang membantu mengukir kisah hidupnya di dunia ini.
Prilly hanya bisa tersenyum mendapati perlakuan Ali, tak ada yang berubah dari diri Ali. Dia masih sama dengan Ali yang di kenalnya dulu, Ali yang dicintai dan di sayanginya.
"Ayo jagoan Papa, kita pulang ke rumah." Ali mengangkat El dan menerbangkannya seperti pesawat. El tertawa-tawa mendapatkan perlakuan dari papanya.
"Terima kasih Ya Allah, Kau hadirkan orang-orang yang luar biasa dalam hidupku ini."
Prilly mengikuti Ali yang terus menggendong El sampai ke mobil. Prilly tak henti mengulum senyum merasakan kebahagiaan yang nyata dalam hidupnya ini.
Beberapa kali El terus menggoda Ali sampai Prilly kewalahan menjaganya, memeganginya yang terus mencoba meraih tangan Ali. Ali menepikan mobilnya di tepi jalan.
"El, dengerin Papa ya. Itu bahaya sayang, kalau El mau main sama Papa nanti aja kalau kita udah sampai rumah. Sekarang El nurut sama Mama biar kita cepet sampai rumah. Oke jagoan." Ali berucap dengan menatap mata El serius, biar pun El masih kecil tapi dia cukup pintar dan mengerti jika di beritahu.
"Ya Pa," jawab El mantap dengan logat balita.
"Gitu dong, pintar anak Papa." Ali mengusap kepala El. El mengikuti perintah Ali dia bisa diam dan tenang dalam pangkuan Prilly, bahkan dia tertidur dengan nyenyak di dalam dekapan sang bunda.
"Li, makasih ya, kamu udah jagain aku dan juga El. Berusa kuat dan tegar itu sulit ya, Li. Sekuat apa pun aku berusaha berdiri tegak tetap saja akan roboh kalau nggak di sanggah," ucap Prilly dengan mengusap kepala El yang semakin terlelap.
"Iya, aku hanya menjalankan amanah Al dan juga mewujudkan keinginanmu yang ingin aku bisa bermain bersama El. Selain itu juga karena aku sayang kalian, lagipula ini semua sudah kewajibanku sebagai suami dan ayah untuk menjaga istri dan anaknya. Sudahlah simpan ucapan terima kasihmu sampai aku nggak bisa bahagiain kamu lagi. Tunggu sini biar aku yang gendong El."
Mereka sudah sampai di rumah, Ali turun lebih dulu untuk membantu Prilly membawa El masuk. Mereka di bukakan pintu oleh Ebie yang memang sudah mendengar suara mobil masuk ke halaman rumah.
"Tuan, El tidur ya?" tanya Ebie saat membukakan pintu.
"Iya Bi."
"Biar Ebie yang bawa El ke kamarnya aja Tuan." Ebie mengambil El dari gendongan Ali dan ingin membawanya ke kamar.
"Sstt ssttt. Sayang, sama Bu Dhe ya." Ebie menepuk-nepuk pantat El biar kembali tertidur.
"Saya permisi Non, Tuan."
"Iya," jawab Ali dan Prilly bersamaan.
Setelah El bersama Ebie, Ali dan Prilly segera naik ke atas menuju kamar mereka.
"Kamu mandi dulu, aku buatkan teh." Prilly menghentikan langkahnya saat mereka ingin menaiki anak tangga pertama.
Berbeda saat dia menjadi istri Al, kini semenjak Prilly menikah dengan Ali, dia berusaha menjadi istri dan ibu yang baik. Melayani kebutuhan Ali dan El, Prilly lakukan itu semua karena dia bercermin dari masa lalu yang membuatnya merasa ketergantungan dengan Al, saat Al pergi untuk selamanya rasa ketergantungannya itu sangat sulit dia obati.
"Jangan lama-lama." Ali melanjutkan berjalannya sedangkan Prilly berbelok ke arah dapur.
Prilly segera membuatkan teh panas untuk Ali. Dengan telaten dia meracik bahan step per step. Selesai membuat teh, Prilly segera membawanya ke kamar. Sampai di dalam kamar ternyata Ali sudah masuk ke dalam kamar mandi. Prilly menaruh cangkir yang berisi teh panas di atas nakas.
"Li, masih lama nggak?" tanya Prilly mengetok pintu kamar mandi dari luar.
"Kenapa Sayang? Pengen mandi bareng?" balas Ali dari dalam sedikit mengeraskan suaranya.
"Ih, nggak gitu, aku nahan pipis nih."
"Udah, tunggu sebentar."
Prilly menghela nafas dalam lalu menghempaskan pantatnya di atas ranjang. Melepas baju kantornya dan menggantinya dengan handuk kimono. Tak berapa lama Ali keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk putih terlilit di pinggangnya. Prilly menggigit bibir bawahnya saat melihat betapa sexy-nya lelaki berotot yang sudah sah menjadi suaminya. Rambutnya yang basah dengan sisa titik-titik air yang mengalir di wajahnya. Bibirnya yang merah, seketika menaikkan gairah untuk bercinta.
"Kok malah bengong? Katanya kebelet?" Ali membuyarkan lamunan Prilly.
"Iya." Prilly menjawab singkat lalu berjalan menghampiri Ali yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.
Ali menyeringai jail saat Prilly sampai di sebelahnya dan kakinya sudah siap melangkah ke lantai kamar mandi.
"Aku rindu milikmu Sayang." Ali berbisik pelan di telinga Prilly.
Prilly yang mendengar itu hanya tersenyum lalu masuk ke kamar mandi dan menguncinya rapat. Ali berjalan ke arah lemari, dia mengambil boxer tanpa berniat mengambil yang lain. Setelah mengenakan boxer, Ali menghampiri nakas menyeruput teh yang sudah menghangat buatan istri tercintanya. Sembari menunggu Prilly selesai mandi Ali merangkak ke atas ranjang menyalakan televisi. Tak butuh waktu lama, akhirnya Prilly pun keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk kimono setinggi paha dan handuk terlilit di kepalanya.
"Yang ...." Ali memanggil Prilly pelan saat Prilly ingin menghampiri lemari.
"Hm, apa?" sahut Prilly menoleh ke arah Ali yang menatapnya sayu.
"Sini!" Ali menepuk ruang kosong di sebelahnya.
"Ganti baju dulu ah!" Prilly menolak namun Ali mengeluarkan jurus andalannya, yang pura-pura marah.
Prilly menghela napas dalam jika sudah seperti itu lebih baik dia yang mengalah. Prilly menghampiri Ali dan duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Ali. Handuk kimono yang Prilly pakai terangkat hingga mengekspose paha mulusnya membuat gairah Ali semakin tinggi.
"Kamu pegang ini, udah keras." Ali mengarahkan tangan Prilly untuk memegang kejantanannya yang memang sudah terlihat jelas berdiri di balik boxer.
"Terus?" tanya Prilly menggoda, dia pura-pura tak memahami maksud Ali, padahal dia tahu Ali menginginkannya sekarang.
"Tidurin ini," rengekan Ali menja membuat Prilly mengangkat alis sebelah kanannya dan menatap Ali dengan mimik menggoda.
Tangan Prilly mulai bekerja, dia mengelus lembut kejantanan Ali membuat mata Ali terpejam menikmati sentuhan istrinya.
"Enak banget, Yang. Apa lagi kalau masuk di liangnya," seru Ali membuka matanya, menuntut lebih kepada Prilly.
Prilly tersenyum lalu mengangkat kakinya naik ke atas ranjang dan melepas handuk yang terlilit di kepalanya. Tak mau menyia-nyiakan waktu tangan Ali pun menyelusup mencari buah dada Prilly dan perlahan meremasnya.
"Ah, jangan keras-keras Papa. Susunya El tumpah." Prilly mengingatkan Ali bahwa dia masih mengeluarkan ASI.
"Nggak, ini juga pelan, Ma." Ali menciumi tengkuk Prilly membuat seluruh badannya merinding.
Tak ingin kalah dengan Ali, Prilly pun melorotkan boxer Ali dan membebaskan batang kejantanannya. Tangan Prilly bermain di kejantanan Ali membuat si pemilik mengerang nikmat. Tangan Ali menggapai tombol yang ada di tembok atas nakas untuk mematikan lampu utama hingga kini di dalam kamar menjadi gelap gulita. Suasana gelap akan menambah gairah bercinta lebih tinggi dan akan leluasa untuk melakukan berbagai macam gerakan dan gaya bercinta.
Ali melepas handuk kimono Prilly hingga kini keduanya telanjang bulat. Ali merebahkan tubuh Prilly lalu menindihnya. Ali menurunkan ciuman panasnya pada bibir Prilly sehingga mereka saling melumat. Tangan Ali menggerliya setiap inci tubuh Prilly, hingga sampai di bagian sensitifnya Ali memainkan jemarinya di area itu tanpa melepas ciuman panasnya. Saat Ali perlahan memasukan jarinya di bagian sensitif Prilly tubuh Prilly semakin menegang dan Prilly sedikit menggigit bibir bawah Ali menahan erangannya. Ali tersenyum puas di dalam ciumannya.
Prilly membalas kenikmatannya dengan memegangi batang kejantanan Ali, membuat Ali semakin liar tak terkendali. Api bercinta sudah membara, keinginan untuk saling memuaskan menguasai nafsu mereka. Ali memindah ciumannya di belakang telinga Prilly yang menjadi salah satu tempat sensitif untuk membangkitkan gairah. Sambil bibirnya menjelajah, Ali pun menyatukan tubuh mereka membuat Prilly mendesah sexy tepat di telinga Ali. Desahan Prilly semakin membuat Ali bergairah. Ali menusuk dalam milik Prilly hingga menyentuh klitorisnya.
"Mainkan, Pa." Prilly meminta di iringi desahan nikmat.
Ali pun mulai menjalankan pantatnya maju mundur. Ritme perlahan dan santai tak sepenuhnya di kendalikan nafsu semata. Mereka mencari kepuasan tak hanya sekedar ingin memenuhi nafsu dan biologis, melainkan mereka melakukan sepenuh cinta sehingga dapat mencapai kenikmatan yang tak ada duanya.
"Lebih cepat lagi, Pa." Pinta Prilly yang mulai merasa gairahnya meningkat.
Ali menggujami Prilly tusukan kasar namun justru membuat Prilly meloloskan erangan, desahan dan rintihan nikmat. Hingga menunggu beberapa menit Ali merasakan akan mencapai orgasme. Tubuh Prilly mengejang saat dia menyadari ingin ejakulasi.
"Ma, Papa udah mau sampai," rancau Ali tertahan.
"Sama, Pa. Keluarkan bersama."
Ali pun segera menusuk dalam milik Prilly hingga ke mengenai G-spot. Yang membuat tubuh Prilly menggelinjang dan merasakan di dalamnya semakin penuh karena milik Ali di dalam sana semakin kaku dan berkembang. Sekali hentakan dan tusukan dalam, Ali pun mengeluarkan spermanya hingga membanjiri dinding rahim Prilly. Nafas keduanya memburu, dan tubuh mereka seperti mandi peluh.
Saat hati sudah mulai berdamai, akan terselip sebuah kebahagian di dalam sana. Biarkan hati memilih sendiri kemana dia akan bersandar.
#######
Melonnya Mami
Terima kasih yang sudah mau sabar menunggu. Makasih untuk vote dan komennya.
3 part menuju ENDING ya?
Tunggu saja story selanjutnya yang sudah aku siapkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top