7:Harus menghadapi

Author

Sudah tiga hari semenjak Mya melihat Rafi, sang kakak dicafe eskrim tempo hari. kakaknya itu tidak menunjukkan batang hidungnya dirumah. Betapa rindunya Mya ingin melihat kakaknya saja.

Hari ini adalah hari Minggu, tepatnya hari ini Mya libur kuliah. Biasanya ia akan menghabiskan waktunya dengan bersantai dan berkumpul dengan sang papa dan sang kakak, Rais.

Tapi hari ini Rais tidak ada dirumah dikarenakan kemarin lusa dia pergi keluar kota menggantikan Papanya untuk menghadiri meeting dengan rekan bisnis. Jadilah Mya hanya berkumpul menghabiskan quality time dengan sang papa.

Saat ini hati Mya tidak baik-baik saja, seperti ada yang mengganjal. Biasanya dihari libur seperti ini dia akan sangat ceria dan banyak berbicara.

"Pa." Lirih Mya yang duduk di sofa ruang keluarga, matanya fokus kepada layar tv didepannya. Detik selanjutnya ia mendaratkan kepalanya kepada bahu sang Papa.

"Hmm."vtidak ada balasan "ada apa sayang?." Kali ini Papa menoleh menatap Mya.

"Kenapa kak Rafi masih membenci Mya Pa?." Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Mya.

Mendengar pertanyaan putri satu-satunya itu, begitu menohok hati sang Papa.  "Siapa bilang kak Rafi ngebenci Echa?." Elak sang Papa.  "Kak Rafi tidak ngebenci Echa. Kan Echa tau sendiri kak Rafi itu orangnya gimana, pendiam, enggak banyak ngomong, sama kak Rais aja dia cuma sesekali ngomong." Lanjut papa mencari jawaban yang tepat diberikan kepada sang putri.

"Tapi beda Pa.. kak Rafi kalo ngomong sama kak Rais enggak pernah ngebenci, sedangkan sama Echa baru aja Echa nanyak atau Echa mau ngobrol udah dijawab dengan bentakan. Apa kak Rafi enggak sayang sama Echa." Bulir bulir benua yang ditahannya tadi jatuh membasahi pipinya.

Papa menangkupkan kedua pipi Mya.
"Tidak Nak!, Kak Rafi sayang sama Echa, cuma kak Rafi tidak tau  bagaimana cara menunjukkan kepada Echa." Jemari kekar yang sudah berkeriput itu menghapus jejak air mata Mya.

"Apa karena Echa lahir kedunia dan Mama meninggal sebab Echa, kak Rafi jadi enggak suka sama Echa?." Detik itu juga papa memeluk Mya erat sangat erat. Hatinya hancur berkeping-keping merasakan kondisi hati sang putri.

Mya terisak sejadi-jadinya diperlukan sang Papa.

"Jangan ngomong seperti itu, Echa tidak boleh bicara seperti itu. Mama meninggal bukan sebab Echa, Mama meninggal karena Mama sudah ditakdirkan untuk menjemput ajalnya ketika saat itu. Ingat dalam Al-qur'an bahwa setiap yang bernyawa pasti akan kembali pada-Nya."

Tangis Mya semakin menjadi-jadi dalam hangatnya dekapan Papa.

"Papa, kak Rais, kak Rafi semua sayang Echa. Echa yang menjadi penguat Papa disaat Mama pergi, Echa anak Papa yang paling hebat, Echa juga anak Papa yang paling shalehah." bulir air mata sang papa lirih dari pelupuk mata.

"Hiks.. tapi buktinya kak Rafi, hiks... kak Rafi tidak pernah peduli sama Echa, kak Rafi tidak pernah ngobrol sama Echa, jangankan ngobrol tegur sapa aja bahkan jarang, kak Rafi manggil Echa aja beda dari papa sama kak Rais. Padahalkan cuma keluarga yang panggil Mya dengan sebutan Echa. Tapi kak Rafi... hikss." puncak kesedihan Echa, semua uneg-uneg dikeluarkan, bahkan dalam hal kecil seperti panggilan nama saja Mya merasa sangat asing dengan semua sikap kakaknya.

"Echa tidak boleh berpikiran seperti itu, Echa harus ingat Mama. Kalau Echa nangis pasti Mama nangis juga disana. Mama udah tenang disisi Allah. Jadi Echa jangan nangis lagi, jangan pikir macam-macam lagi. Pokoknya Papa sayang Echa,semua sayang Echa. Suatu saat sikap kak Rafi akan lebih hangat lagi. " Papa menelungkup kan kedua pipi Mya, dan menghapus jejak-jejak air mata disana.

"Echa janji, Echa tidak akan nangis lagi. Echa juga janji harus disa ngebahagiain Mama." Mya tersenyum untuk menyemangati dirinya sendiri.

"Maafin Echa ya Pa, Echa udah ngeluh, Echa harap Jak Rafi bisa maafin dan menerima Echa." sambungnya lagi

"Sekarang tidak ada lagi sedih-sedihan. Hari ini quality time papa sama Echa. Kita jalan-jalan,sekarang Echa siap-siap." instruksi sang Papa.

"Bener Pa??." Antusias Mya.

"Iya sayang, Echa cepat-cepat ganti baju sana. Papa tunggu 2 menit." Perintah papa yang tersenyum menjahili.

"Kok 2 menit sih Pa, itu kecepetan. Masak iya ganti baju, make up, dandan dikasih waktu dua menit." Mya memasang wajah cemberut

"Bercanda sayang. Yaudah ayo sekarang cepet ke atas. Papa tunggu cepet buruan." Desak papa.

"Iya Papa sayang, kok jadi bawel gitu sih." Mya beranjak dari duduknya sambil tersenyum lebar pada sang papa.

"Dosa ngatain Papa bawel,vingat api neraka, awas loh," perkataan sang papa menghentikan Mya, detik selanjutnya dia kembali kesamping sang Papa dan...

Cup

Satu kecupan mendarat di pipi papanya. Papanya yang tadi kembali fokus kearah televisi terkejut dengan kecupan sang putrinya.

"Buat cowok terganteng di dunia, dan cowok terhebat yang Echa miliki. Maafin Echa Pa." Langkah kaki Echa langsung menuju kamarnya.
Papanya ikut tersenyum disaat Mya tersenyum lebar seperti itu.

Orang tua mana yang rela jika melihat anaknya tidak disukai oleh saudara kandungnya sendiri. Orang tua mana yang ingin melihat anaknya sakit hati dan hancur.
Papanya Mya bisa merasakan betapa hancurnya hati sang putri. Tapi dia juga tidak tau untuk berbuat bagaiman lagi. Berbagai cara udah dilakuin supaya Rafi menerima Mya,menerima takdir, dan menjalani masa depan.

💮💮💮💮💮

Mya melangkahkan kakinya menuju kamar. Dalam hatinya sedikit lega, kata-kata Papanya barusan adalah sebuah semangat bagi dirinya. Dia harus bisa menerima apapun yang telah digariskan oleh Allah SWT. sebagai hamba yang dhaif Mya harus bersyukur Allah telah memberinya beribu kenikmatan.

Allah maha adil dan maha membolak-balikkan hati manusia. Mya yakin bahwa setiap cobaan akan ada hikmahnya.

Hari ini dia akan menghadapi semuanya, menghadapi semua takdir yang akan diterima. Berkali-kali hatinya berzikir, memohon kepada Allah untuk bisa menguatkan dirinya sendiri.

"Aku harus menghadapi semuanya, menjalani takdir tanpa mengeluh. Bahwasanya Allah maha pengasih dan penyayang."

Kata Mya menguatkan dirinya sendiri.





Salam penulis
Nanda Sofiani 🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top