42:Ruang Operasi
بسم الله الرحمن الرحيم
Selamat Membaca
•••
Menyakinkan Rais butuh tenaga yang bahkan berkali lipat ekstra. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Cara terakhir Mya lakukan adalah bersujud dikaki Rais dengan Isak tangis yang begitu menyanyat. Bahkan sebelumnya, beberapa kali Rais membentak Mya.
Mya tak menghiraukan, walaupun sakit saat Rais membentak. Baru kali Mya dibentak sedemikian rupa. Mya bersumpah, baru kali ini dia dibentak Rais!
Dengan berat hati kemarin Rais mengizinkan Mya mendonorkan ginjalnya. Dan juga dari kemarin dirinya tak banyak bicara saat Mya mengajaknya ngobrol.
Besok. Adalah hari dimana akan berlangsungnya operasi. Tentunya Rais begitu kalang kabut. Walaupun Mya tetap meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa. Rais tak akan percaya begitu saja.
Mya sudah menandatangani surat keterangan pendonor, di atas materai enam ribu itu. Rais harap ada keajaiban untuk membatalkan semuanya.
"Ini memang sangat berat, kak. Tapi kakak nggak boleh seperti ini, setidaknya beri support untuk Mya. Apapun keputusan Mya kita harus menghargai, kak." Lirih Dinda.
Sekarang mereka sedang duduk di salah satu bangku taman rumah sakit. Sore yang begitu indah, menampilkan sedikit demi sedikit semburat jingga di bentangan langit.
"Katakan ini mimpi, Dinda!" Racau kak Rais, Dinda tau kalau pria didepannya kini sedang frustasi. Memikirkan resiko-resiko yang nantinya akan terjadi pada Mya.
Dinda memegang kedua bahu lebar Rais, menatap mata sayu itu lekat.
"Ini bukan mimpi, kak. Ini nyata! Besok Mya akan operasi transplantasi ginjal buat Kak Rafi. Makanya kak Rais harus memberi dukungan pada Mya, setidaknya itu yang bisa kita lakukan untuk menambah kekuatan Mya."
Satu tetes air mata Rais jatuh, mengenai sedikit lengan baju Dinda. Dinda tertegun, Rais menangis?
Dinda bisa menggambarkan sebagaimana resahnya Rais saat ini.
"Optimis kak, bahwa kedepannya akan baik-baik saja."
"Ayo, kak kita kekamar rawatnya Mya. Sebelum kesini tadi aku udah liat Mya. Dan kata suster Mya harus di infus dan berpuasa untuk beberapa jam. Sebelum besok pagi operasi."
Tak mau menunggu jawaban Rais. Dinda langsung menarik tangan Rais dengan sekuat tenaganya.
🍁🍁🍁🍁🍁
Pagi menyapa, dengan tak bersemangatnya. Seolah menggambarkan suasana resah keluarga Mya saat ini. Satu jam lagi Mya akan melakukan transplantasi ginjal untuk Rafi. Satu jam lagi dirinya dan Rafi akan bertolak ke dalam ruang operasi.
Tak di pungkiri Mya sangat takut, tapi sebisa mungkin menutupnya didepan semua orang didepannya saat ini.
Papanya, Rais, Dinda, dan Ziyad mereka semua ada didalam ruang Mya. Memberi dukungan untuk dirinya.
"Echa masih punya waktu, kalau ingin membatalkan!"
Fadlan tak tau harus bersikap seperti apa, dirinya gelisah dengan sendirinya.
"Papa ngomong apaan, sih," jawab Mya tak terima.
"Oke, Papa diam. Yaudah, Papa kekamar sebelah dulu mau liat kakak kamu." Setelah mengelus puncak kepala Mya, Fadlan keluar.
Dinda mendekat, duduk di samping Mya. "My, kamu harus optimis ya. Ingat kami semua disini menunggu kamu, nanti pas mau operasi kamu berdoa sama Allah. Supaya operasinya berjalan lancar." Ucap Dinda sambil menggenggam tangan Mya yang bebas dari infus.
"Pasti, Din. Doain aku juga ya, doa kalian semangat terbesar bagi aku."
Mya berusaha tersenyum memberi aura positif pada ketiga makhluk yang dihadapannya kini.
Bahkan Ziyad, sedari habis subuh datang kesini. Katanya ingin menemani dan memberi support untuk operasinya. Mya merasa bersalah pada Ziyad, karna waktu itu dia berkata kasar pada pria tampan itu. Dan liat, sekarang Ziyad rela meninggalkan kegiatannya demi menemani dirinya yang bukan siapa-siapanya.
"Dinda," panggil kak Rais. "Kita keluar sebentar, yuk."
Rais tau bahwa Ziyad ingin mengatakan sesuatu pada Mya. Empat mata. Sudah dari tadi Rais melihat Ziyad yang juga tak tenang. Paham akan kode dari Rais, Dinda langsung pamit keluar tentunya dengan Rais.
Sepeninggal Rais dan Dinda, kedua insan itu saling diam untuk beberapa saat. Menyelami pikirannya masing-masing yang tak ada ujungnya.
"Duduk kak, nggak capek dari tadi berdiri mulu." Mya bersuara untuk memecahkan keheningan.
Ziyad pun menuruti perintah Mya, dirinya duduk di kursi samping brankar Mya. Dengan jarak tak sedekat seperti Dinda tadi.
"Hmm. Kamu baik-baik saja?"
Mya tersenyum mendengar pertanyaan ragu dari Ziyad. Mya juga bisa melihat mata Ziyad yang sarat akan kekhawatiran.
"Selagi kalian semua berdoa pada Mya, Mya akan baik-baik saja, kak.
Kak Ziyad harus percaya, bahwa aku baik-baik saja." Yakin Mya.
"Itu sudah pasti Mya, aku bahkan setiap detik mendoakan agar kebaikan selalu menyertai kamu."
Mya menghangat mendengar penuturan Ziyad. Tak ayal pipinya sedikit merona. Jantungnya berdegup, seolah berteriak Aku mencintaimu,Kak.
Tapi itu hanya sorakan hatinya, Mya masih tak mampu menyuarakan itu terlebih dahulu pada Ziyad.
"Mya sebenarnya aku mau bilang sesuatu..."
"Apa kak? Ngomong aja, Mya akan dengerin." Mya sedikit penasaran akan perkataan Ziyad yang terputus.
"Nanti setelah kamu operasi, dan semua baik-baik saja. Aku akan mengatakan sesuatu dan berharap kamu mau menerimanya."
"Tapi, dengan syarat kamu harus baik-baik saja setelah operasi?"
"Kak Ziyad kok bikin penasaran, sih. Emang nggak bisa ngomong sekarang?"
Ziyad malah terkekeh. Lalu menggelengkan kepalanya.
"Oke, aku akan tunggu waktu itu. Btw kak, aku mau minta maaf soal malam itu__"
"Syutt... Udah nggak apa-apa, aku nggak mau bahas lagi. Itu bukan salah kamu Mya." Interupsi Ziyad untuk tidak mengatakan apapun lagi tentang malam itu.
Setelah beberapa detik kemudian, dua orang perawat masuk dalam ruang Mya. Dan mengatakan bahwa lima belas menit lagi jadwalnya operasi.
"Semua akan baik-baik saja, Dek." Kata salah satu suster itu tersenyum, yang beberapa bulan lalu Mya kenal saat Rafi masuk rumah sakit. Masih ingatkan, suster yang menitikkan air mata saat mendengar obrolan Mya dan Rafi kala itu?
Brankar didorong keluar. Mya mencoba menghibur dirinya. Diluar, semua orang sudah menunggunya.
Papanya mendekat menggenggam tangan Mya erat. Wajahnya sangat menandakan bahwa menahan sesuatu yang ingin keluar.
Sedikit demi sedikit, mereka mengikuti brankar Mya yang didorong hingga di depan pintu yang bertuliskan Ruang operasi.
Berhenti sejenak, sebelum brankar Mya di masukkan kedalam.
"Semua akan baik-baik saja, Pa!" Lirih Mya tak tertahan.
"Itu pasti, sayang." Jawab Fadlan, lalu mencium beberapa kali kening Mya.
Ditatapnya satu persatu, Rais, Dinda yang bahkan sudah dengan air matanya, Ziyad dengan wajah datarnya. Sejurus kemudian, Rais maju mendekat perlahan ke brankar Mya.
"Kakak sayang kamu, dan akan mendoakan kamu sayang." Bibir Rais menempel di kening Mya begitu lama, tak terasa air mata keduanya luruh.
"Terimakasih, Kak. Echa juga sayang sama Kak Rais. Dan semuanya."
Suara interupsi Dokter memecahkan haru biru air mata mereka. Brankar Mya terdorong sepenuhnya kedalam ruang operasi, yang sudah ditunggu oleh Rafi sedari tadi.
Grek....
Pintu kaca ruangan itu tertutup sempurna. Lampu di atasnya pun menyala berwarna merah. Menandakan bahwa operasi sudah akan dimulai.
Mereka, Fadlan, Rais, Dinda, dan Ziyad harap-harap cemas dengan keadaan. Tak berhenti mereka bermunajat pada ilahi Rabbi.
🍁🍁🍁🍁🍁
Lampu berwarna hijau. Mereka semua yang ada di depan ruang operasi berdiri menunggu Dokter keluar.
Fadlan yang sudah dari tadi duduk dengan tak tenang. Rais yang duduk beralaskan lantai rumah sakit, dengan kepala disenderkan pada dinding. Dinda yang sekarang berada dalam pelukan sang Bunda, yang baru tiba sejam yang lalu. Tak lupa pula Ziyad yang duduk di ujung lorong bersebelahan dengan Dion, kakaknya Dinda. Mereka semua sontak berdiri bersamaan didepan pintu ruang operasi, guna menunggu dokter keluar.
Mereka semua tegang! Bahkan tak terkira, jantung mereka berpacu dengan tidak normalnya. Bagaimana tidak? Operasi yang semestinya beberapa jam itu sempat terhenti selama dua jam karna ada suatu kendala.
Suara decitan pintu kaca itu berbunyi. Menampilkan seorang Dokter yang kentara terlihat sangat lusuh, lelah. Lalu, detik selanjutnya Dokter itu memberi senyum pada semuanya, senyum kelegaan yang dapat mereka artikan.
"Alhamdulillaah. Puji beserta syukur, Allah mendengarkan doa kalian. Operasi berjalan sangat lancar."
Dengan kompak mereka menghela napas yang sedari tadi mereka tahan dan mengucapkan,
"Alhamdulillah."
•
•
•
•
•
•
Sebenarnya nggak kuat, sumpah!
Aku kasian Mya, aku sayang Mya!!!
Pas nulis part ini mata aku berkaca-kaca, apalagi pas saat Rais nyium kening Mya. Author terhura bingit😪😪
Berasa kek punya Abang... Uhh.
Jadi, curhat kan:-P
Gimana menurut kalian sama part ini????????
Mau dilanjutin kapan next part?
Komen dung, vote juga ya cinta💚
Teurimeng geunaseh 💚💚
Marhaban ya Ramadhan ya buat Kelen semuaahh!!!
Eh, betewe besok kalian puasanya yang lancar ya. Jan Sampek jam dua belas siang udah Allahumma la kasumtu 😂
See you, next part😘
23, April 2020
Kamis, Aceh.
Selamat Sahur!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top