29:Berantem

بسم الله الرحمن الرحيم
Selamat Membaca
•••

Adinda Shafira.Gadis Manis kelahiran Aceh,yang tingkat kemanisannya itu akan turun apabila mulut mungilnya itu berkicau.Gadis itu sekarang sedang berdiri di halte sendirian,dengan mulut komat-kamit,
menggerutu.Sesekali matanya itu menatap layar handphone,guna untuk mengecek apakah ada pesan atau tidak yang masuk.

Sudah 30 menit lebih Dinda berdiri,mondar mandir di halte tersebut.Awalnya kakaknya,Dion,mau menjemput dirinya yang pulang mengantar baju pesanan Bundanya itu pada kostumer.Tapi beberapa belas menit yang lalu,Dion mengabarinya bahwa tak sempat menjemput,karena rapat BEM mendadak.Dan sialnya itu bertambah,ketika kendaraan umum yang ditunggu tak kunjung lewat satupun.

"Nasip orang manis ya gini.Kalo lagi sial,nggak tanggung-tanggung.
Langsung dikasih satu paket sama Allah."

"Taksi mana sih,ini.Biasanya pada serobotan narik penumpang.Giliran butuh kagak ada satupun yang nongol.Kak Dion lagi satu,katanya tadi mau jemput,sekarang malah kagak jadi.Ya Allah hamba lapar ya Allah,belum makan siang." Dinda melirik jam tangannya,yang jarum pendek sudah diangka satu.

Mukanya yang kusut,ditambah lagi perasaan dongkol yang menggerogoti Dinda.Ingin sekali dia berteriak kencang,buat mengeluarkan kekesalannya.

Tiiiiitt

Suara klakson mobil beserta bunyi decitan bersahutan bersamaan.
Sebuah mobil pajero berwarna hitam berada dihadapan Dinda.Dinda mengeryit,mobil siapa ini.Sedetik kemudian,kaca mobil bagian penumpang terbuka.kening Dinda makin mengeryit,matanya menyoroti perempuan yang sedang duduk manis di kursi depan penumpang.

"Cepet,naik."

Dengan langkah cepat Dinda langsung menerobos membuka pintu bagian belakang.Duduk,bersandar dijok mobil seraya memejamkan matanya.Udara Ac langsung menerpa wajahnya yang sedikit berkeringat itu,menjadi sedikit mengurangi rasa capeknya.

"Dari mana,bawel?.Kok berdiri disitu kayak tiang listrik."

Dengan perasaan yang bertambah kesal Dinda membuka matanya.Melihat ke arah pengemudi yang sekarang bertanya padanya.Dia Rais,dengan seorang perempuan yang duduk disampingnya,sedari tadi menatap Dinda dengan sedikit tak suka.

"Habis ngantar jaitan Bunda."

"Nggak ada yang jemput ya,makanya nunggu ojek disitu.Makanya jomblo sih,cepetan cari pacar.Biar ada yang antar jemput."

"Mentang Lo udah punya pacar kak." Dinda melirik ekor matanya ke arah perempuan yang duduk disampingnya Rais.

"Yah,nih bocah malah nyolot.
Dibilangin juga,kan kalo Lo,punya pacar jadi enak buat antar jemput Lo." Rais mengedipkan matanya jail.

"Au ah,capek gue." Dinda langsung memejamkan matanya lagi.Berdebat dengan Rais,sama saja menyerahkan diri dalam sangkar kicauan beo.Sangat memengkakkan telinga, dia sama sekali tidak mau diam.

"Pak,kenapa sih kita harus kasih tumpangan ke dia."

Dengan segera Dinda langsung melototkan matanya.Apa-apaan perempuan yang didepannya itu,Tadi dia tidak salah dengar kan,perempuan dengan pakaian kurang bahan itu menyindirnya.Apa kata dunia?.Seorang Dinda tidak boleh di katain oleh orang.

"Dia sahabat adik saya,secara tidak langsung dia juga adik saya."

Dinda bisa melihat perempuan itu memutar matanya jengah.Kupingnya sangat panas mendengar omongan yang tanpa di saring itu.Dinda meneliti penampilan perempuan itu,dari atas sampai bawah.Baju ketat sebatas lutut,berwarna merah mencolok.Ditambah lagi dengan riasan make up menor serta lipstik berwarna menggoda.Dasar wanita penggoda,dari tampangnya aja keliatan.Kakinya itu juga di biarkan tersilang,dengan mengekspos pahanya yang sedikit besar itu.

'Apa-apaan,ini.'

"Emang situ kagak berasa numpang ya.Udah jelas-jelas numpang mobil orang,eh ngatain orang lagi.Kagak malu banget sih." Dengan mata terpejam dan bersandar dijok mobil nya berkata bercemooh.

"Kamu ngatain aku." Perempuan yang bernama Tya,itu membalikkan badannya menatap Dinda horor.

"Situ tersinggung?."

"Ish,kamu itu masih bocah aja belagu.Nggak hormat banget sih,sama yang lebih tua.Apalagi kalau udah besar.Mau jadi apa kamu,mau jadi perusak."

"Ganggu orang aja." Tambah Tya melempar tatapan jijik ke arah Dinda.

"Eh Mbak,sadar diri dong.Kagak punya kaca ya dirumah.Kalau nggak ada bilang sama saya,biar saya beliin.Mahal sih,kalah sama harganya Mbak.Nggak sanggup kalo mau beli.Sayang sama kacanya juga,dapet pencermin modelan Mbak,murahan."

"DINDA!!!!!."

Dinda tersentak dengan napas yang masih tersengal-sengal.Tidak salah dengar,Rais membentaknya.Suaranya sangat-sangat tersirat emosi yang terpendam.Dinda memberanikan diri melihat kearah Rais yang masih menyetir,untung saja jalanan tidak ramai dipenuhi mobil lain.Kalau tidak,sudah dipastikan mereka akan mengalami kecelakaan karena berdebat didalam mobil.

"Kamu nggak bisa sopan sama yang lebih tua?.Sudah daritadi aku diam,bukan berarti aku tidak mendengarnya.Kamu tidak boleh menghina orang sampai merendahkan orang lain,sampai segitunya.Dinda,senggaknya kamu bisa bersikap sedikit dewasa.Jangan kekanakan kayak begini,jangan gunakan emosi kamu.Dan jangan jadikan orang lain pelampiasan kekesalannya kamu."

Dinda terperangah ditempanya.Rais menyalahkan dirinya sepenuhnya.Seakan-akan dirinya yang memulai perdebatan itu.Double apa-apaan,ini?.Suara Rais yang tegas dan lantang itu membuat hati Dinda sedikit sesak jadi menyiksa.Entah apa yang dirasa oleh hatinya itu,yang pasti sekarang Dinda susah bernapas.

"Kalau pendengaran kak Rais masih bagus dan lancar,aku rasa kak Rais tau siapa yang memulainya duluan."

Setelah mengatakan itu,Dinda merapatkan dirinya ke samping kaca mobil.Membuang pandangannya keluar,menatap bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dari luar jendela.Matanya berkaca-kaca.Entahlah,hatinya itu sedikit sakit.

"Secara tidak langsung,kamu mengatai Pak Rais budeg.Kurang ajar banget ya kamu." Perempuan itu masih berani-beraninya menjawab,disaat dirinya itu menjadi biang kekacauan ini.

"Tya,sudah cukup." Penuh penekanan Rais mengucap pada staf karyawannya itu.Perempuan itu langsung bungkam,tapi ada sedikit seringai dibibirnya.Sedangkan Dinda tidak lagi menghiraukan keduanya.

Rais melirik Dinda lewat kaca bagian depannya,matanya berkaca-kaca.Detik selanjutnya dia melihat dua tetes air mata yang keluar dari mata Dinda,kala Dinda memejamkan matanya.Nyesal bersamaan dengan sedikit rasa sedih yang Rais rasakan.Nyesal karena telah membentak Dinda.Dan sedikit sedih ketika melihat air mata gadis itu keluar.Rais juga tidak tau,kenapa dengan dirinya yang begitu spontan membentak Dinda.

Beberapa menit kemudian,mobil Rais berhenti didepan sebuah kontrakan.Dinda masih tetap berada pada posisinya semula,tanpa bergerak sedikitpun.Dilihatnya sekitar kontrakan itu,yang diyakini Dinda adalah tempat tinggal perempuan tak tau diri itu.Benar saja,setelah perempuan itu turun dari mobil Rais.

"Terima kasih,Pak.Bapak jadi merepotkan karena telah mengantar saya." Tya mengalunkan suaranya itu dengan senyuman menggoda pada Rais.

"Iya,sama-sama." Jawab Rais datar,hanya menatap sekilas si Tya itu yang sudah diluar mobilnya.

"Hati-hati dijalan ya,Pak." Tambah tua lagi,kali ini tak dihiraukan lagi oleh Rais.

"Dinda,pindah ke depan." Titah Rais,menolehkan kepalanya kebelakang.

Tidak ada jawaban.

"Cepet Dinda,kamu pikir aku sopir kamu."

Masih tidak ada jawaban.

"SEKARANG."

"Oke."

Tanpa keluar dari mobil lagi,Dinda langsung melompat ke jok samping Rais.Mukanya datar,sedatar papan triplek.

Perempuan yang bernama Tya,itu menatap mereka dari luar dengan tatapan yang sangat emosi.Bisa dilihat dengan jelas,wajahnya yang memerah.Setelah itu Rais langsung melajukan mobilnya,meninggalkan pemukiman kontrakan kecil itu.

Sunyi.Itu yang tergambarkan sekarang.Dua insan itu tidak membuka suara satu sama lain.Keduanya bungkam seribu bahasa.Yang biasanya akan riuh sejagat raya,sekarang malah sunyi seperti orang asing yang baru bertemu.

"Mau langsung pulang?." Rais memberanikan diri membuka suara.

"Hmm." Tanpa menoleh hanya gumaman yang didengar Rais.

"Ooh,yaudah."

Canggung.Rais tidak tau lagi harus ngomong apa,karena yang ditanyai pun tak juga merespon dengan baik.Ini juga salahnya,tapi Rais tidak mau minta maaf pada Dinda.Gengsinya itu sekarang sedang berada diatas.

"Udah sampai." Mobil Rais berhenti didepan rumah bergaya minimalis dua lantai dengan halaman yang asri.

"Makasih ya,udah kasih t-u-m-p-a-n-g-a-n.Tapi lain kali nggak usah repot-repot,nantik jadinya keganggu kayak tadi." Tanpa menoleh sedikitpun,Dinda berucap dengan penuh penekanan.Detik selanjutnya suara debuman pintu mobil terdengar sangat keras.

Rais menatap punggung Dinda yang menghilang dibalik gerbang rumahnya.Baru kali ini dia bentak Dinda tapi efeknya malah dia sendiri yang menjadi frustasi nggak jelas begini.Kenapa melihat Dinda saat ini,malah dirinya merasa bersalah.

"Argh." Rais menyugar rambutnya kasar.

"Kenapa tadi bisa ngebentak Dinda kayak gitu sih."

"Yang mulai duluan juga si Tya itu,udah tau kalau Dinda itu nggak mau diam kalau ada orang ngatain atau menyindir dirinya.Rais bodoh!!."

"Merasa bersalah kan gue,karena dia sampek nangis gitu tadi."

Rais masih belum juga menjalankan mobilnya,malah bermonolog dengan dirinya sendiri.Menatap pilu rumah yang sekarang ada didepannya.



Wahh,,ada apa dengan mereka?.

Kok..kok..kok..jadi berantem gitu,gegara si perempuan kagak jelas yang mulutnya kayak cabe,sih orangnya juga cabe-cabean.

Tapi....................................................

Kenapa Rais sama Dinda jadi beda gimana gitu ya?.Kayak ada???

Ada apa hayooooo!!!

Byee byee..

Salam sayang❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top