Bab 2
Shakila mondar-mandir di depan gerbang rumah yang tinggi menjulang seperti istana.
Nyalinya mendadak menciut merasa tak layak menginjakkan kakinya di rumah semewah dan semegah ini.
"Aku harus menepati janji." Shakila memencet bel yang ada di dinding dekat pagar utama dengan tangan gemetar.
Tak lama pintu pagar itu terbuka, menampilkan beberapa pengawal dengan tubuh kekar. Salah satu dari mereka menghampiri Shakila dan bertanya.
"Ada perlu apa?"
"Aku ingin bertemu Harun."
Pengawal itu melihat penampilan Shakila dari atas sampai bawah. "Apa yang kamu bawa?"
"Kemeja putih."
"Kami harus memeriksanya."
Shakila menyerahkan kantong plastik berisi kemeja itu kepada pengawal.
"Hai apa yang kalian lakukan?!"
Suara seruan lantang dari dalam mobil membuat seluruh pengawal minggir.
Harun melihat keberadaan Shakila, ia langsung turun dari mobil diikuti oleh Amar.
"Wah, apa yang membawamu kemari?"
"Aku ingin menepati janjiku. Aku membelikan kamu kemeja putih tapi maaf, mungkin tidak sama seperti milikmu." Shakila menunjuk kantong plastik yang berada di tangan salah satu pengawal.
"Amar."
Amar langsung mengangguk, ia paham meski Harun tidak menyebutkan detail perintahnya. Ia langsung mengambil kantong plastik itu dari tangan pengawal dan menyerahkannya pada Harun.
Harun membuka kantong plastik itu lalu tersenyum. "Terima kasih, kemeja ini sangat indah."
"Benarkah?" Mata Shakila berbinar-binar karena senang.
"Ya. Aku harap bisa memakai kemeja ini segera. Jika kamu mau makan malam denganku nanti malam."
Shakila tersipu malu kemudian mengangguk. Ia tidak mungkin menolak ajakan orang yang sudah baik padanya dan menghargai apa yang telah ia usahakan.
"Aku akan menjemputmu nanti malam. Sampai jumpa."
Harun tersenyum, melambaikan tangannya kemudian kembali masuk mobil.
Shakila balas melambaikan tangan lalu menyingkir memberikan jalan supaya mobil Harun bisa lewat.
Hati Shakila sungguh berbunga-bunga. Ia rasanya ingin tersenyum sepanjang hari ini sampai giginya kering. Seumur hidup, ia baru pertama kali merasakan hal membahagiakan seperti ini.
❄️❄️❄️
"Ya ampun, Shakila. Apa yang kamu lakukan?" Halimah melihat tumpukan baju di atas tempat tidur putrinya.
"Ibu, tolong bantu aku memilih baju."
"Memangnya kamu mau kemana?"
"Aku diajak makan malam." Shakila tersenyum mengingat wajah Harun.
"Apa dia seorang pria?"
Shakila mengangguk. "Dia pria yang sangat baik, Ibu." Ia menghampiri ibunya dan memeluk ibunya dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu ibunya. "Dia juga sangat tampan."
"Sepertinya putriku sedang jatuh cinta." Halimah tersenyum dan mengusap wajah Shakila dengan lembut.
"Apa mungkin, Bu?" Shakila melepaskan pelukannya dan menatap ibunya penuh keraguan.
"Apa yang tidak mungkin, Sayang?"
"Aku baru bertemu dengannya dua kali."
"Cinta datang bisa kapan saja dan dimana saja. Semoga pria itu benar-benar pria baik dan mampu membuatmu terus tersenyum seperti ini. Andaikan Kakakmu...."
Halimah menghentikan ucapannya, ia sangat sedih mengingat putranya telah tiada.
"Ibu." Shakila juga merasakan kesedihan yang sama.
Kejadian itu sudah berlalu. Namun, sampai detik ini tak ada satu pun petunjuk siapa pelaku dari penembakan itu. Anehnya lagi, seluruh CCTV di tempat kejadian mendadak rusak secara bersamaan. Polisi pun tak ada yang bisa mengusut kasus tersebut karena kurangnya bukti.
"Shakila. Bergegaslah memilih baju. Jangan sampai membuat pria itu menunggumu." Halimah berjalan ke arah lemari dan memilihkan beberapa baju untuk Shakila supaya kesedihannya teralihkan.
Hidup terus berjalan, Halimah tidak ingin menjadi lemah. Ia harus kuat sampai ia mendapatkan keadilan untuk putaranya.
"Aku pakai ini saja, Bu."
Shakila memilih dress berwarna hitam polos, dipadukan dengan flat shoes senada dengan warna dress yang ia kenakan.
"Kamu sungguh cantik, Shakila." Halimah mencium pipi putrinya.
"Semua berasal darimu, ibu."
"Sepertinya dia sudah datang. Ayo kita turun. Ibu tak sabar melihat pria yang mampu membuat putriku jatuh cinta."
Halimah mengajak Shakila turun saat mendengar bel rumahnya berbunyi.
Shakila gugup tapi ia juga antusias ingin segera pergi bersama Harun.
Bel rumah kembali berbunyi. "Sebentar." Halimah bergegas membukakan pintu.
Kini Halimah tahu, mengapa putrinya bisa langsung jatuh cinta. Pria muda yang ada dihadapannya saat ini memang sangat rupawan. Wajahnya tegas, hidung mancung, alis tebal dan mata yang sangat tajam.
"Selamat malam."
"Selamat malam, Nak."
"Selamat malam, Harun."
Halimah dan Shakila, tersenyum kepada Harun.
"Aku ingin meminta izin, aku ingin mengajak Shakila makan malam."
"Aku izinkan kamu mengajak putriku tapi aku minta padamu, jaga putriku baik-baik."
"Tentu saja. Aku akan menjaganya dengan baik dan mengantarnya tanpa kurang satu apa pun."
Harun berbicara penuh percaya diri dan terlihat sangat meyakinkan membuat Halimah tak khawatir mengizinkan Shakila pergi bersamanya.
"Ayo Shakila." Harun mengulurkan tangannya ke arah Shakila.
"Ayo." Shakila menerima uluran tangan itu dengan wajah merona.
"Permisi, kita pergi dulu."
Halimah mengangguk. Ia tersenyum dan mengantar Shakila sampai di depan gerbang rumah.
"Hati-hati!" seru Halimah begitu mobil berjalan dan pergi.
"Halimah."
Seorang tetangga menghampiri Halimah sambil melihat ke arah mobil yang mulai menghilang dari pandangan mata.
"Iya?" Halimah melihat ke arah tetangganya itu.
"Tidak jadi."
Halimah menatap aneh pada tetangganya, dia yang menyapa dan sepertinya ingin bicara tapi dia sendiri yang pergi langsung masuk rumah seperti ketakutan.
Halimah geleng-geleng kepala, lalu ia ikut masuk ke rumah dan ingin menceritakan semua tentang Shakila pada suaminya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top