Chapter 32
Deburan ombak mengisi sunyi yang terjadi. Tatapan mata nyalang dari si iblis bermata safir seolah menusuk. Iblis yang di tatapnya, menyeringai. Memberitahu bahwa segala hal yang ia lakukan sia-sia.
Jantungnya berdegup kencang. Ia terlalu marah sampai rasanya tidak bisa merasakan apapun lagi. Lagi-lagi, sayap besar keluar dari balik punggung. Manik safirnya menajam. Tanduk kecil itu menjulang bebas di kepala.
Seekor monster lagi-lagi lahir.
Halilintar dan Solar menjauh. Merasakan atmosfer mengancam yang pernah mereka rasakan. Menjaga jarak agar tidak ikut meregang nyawa seperti yang sudah-sudah.
"Reverse ..."
Suara rendah itu jelas-jelas terdengar marah. Namun pemilik nama itu justru menyeringai lebar. Membuat murka si iblis biru semakin menjadi-jadi.
Ia melesat dengan cepat. Menembus angin yang sedari tadi berhembus kencang. Melepas serangan sebelum ditangkis dengan mudah oleh Reverse.
Taufan menggunakan tangannya satu lagi. Mengeluarkan kekuatan angin besar yang menghantam tepat ke perut Reverse. Reverse terpental jauh.
"Wow."
Belum sempat bahkan ia berdiri. Taufan sudah muncul di depan mata. Hendak menyerang lagi. Namun ia justru bergerak lebih cepat dan mematahkan serangan Taufan dengan sekali hentakan.
Bunyi tulang patah membuat yang menonton meringis. Taufan di jepit oleh kedua kaki Reverse. Reverse menjambak rambut Taufan, mencoba melihat ekspresi Taufan saat ini.
Tatapannya semakin bengis. Niat membunuh menguar dari tubuhnya. Sangat berbeda ketika Taufan melawannya saat hilang ingatan.
"Menarik." Ia menginjak tubuh Taufan lebih keras. Membuat dadanya sesak. "Tapi masih lemah."
Bruak!
Taufan melepaskan diri dengan memaksa memutar tubuh. Reverse melompat ke samping. Lalu Taufan dengan sigap memberi serangan lain.
Reverse melakukan pertahanan. Serangan Taufan makin membabi buta. Angin-angin yang ia keluarkan bahkan sudah mulai berubah warna.
"I-itu!" Solar terlihat tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Angin yang seharusnya bening, kini mulai berubah menjadi hitam. Seolah ternodai.
"Bukankah itu berbahaya?"
Halilintar tidak berkata apapun. Ia bawa adiknya ke pinggir pantai dan mencoba menutup luka menganga di tubuhnya. Darah itu mengalir, bahkan tangan Halilintar dipenuhi oleh darah Gempa.
"Kak! Kak Gempa!" Thorn panik. Memanggil namanya meski Gempa sendiri sedang tak sadarkan diri. Wajahnya pucat.
Ice masih terbawa dengan dunianya. Kesedihan yang rasakan terlalu perih hingga membuatnya tidak bisa melihat yang terjadi di sekitar. Ia terlalu tenggelam pada keputus-asaan.
"Gempa! Gempa! Bertahanlah!" pekik Halilintar. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuh. Bayang-bayang tentang kematian kedua orang tuanya membuat ia merinding. Ia tidak ingin hal yang sama terjadi pada adik satu-satunya.
Dash!
Pertarungan masih berlangsung sengit. Saat mereka hanya mengalihkan pandangan sebentar saja, tahu-tahu Taufan sudah babak belur. Bahkan terlempar ke laut.
Reverse mendekatinya. Memusatkan energi pada tangan untuk serangan.
"Tidak menarik," gumamnya. Lalu menyerang Taufan.
Ledakan besar terjadi. Ombak menutupi kejadian. Saat ombak lewat. Mereka bisa melihat Taufan yang sudah terapung-apung di laut. Dan Reverse dengan kemenangannya.
"Taufan sudah ..." Solar menggigit bibir. Tidak menyangka jika Taufan kalah telak. Padahal jika mereka benar-benar berbagi energi. Seharusnya kekuatan Taufan setara dengan raja iblis.
"Membosankan." Reverse melengos pergi. Namun kakinya ditangkap oleh Taufan yang memaksa untuk tetap sadar.
"Aku ... membencimu."
Manik merah Reverse mengamati Taufan. Iblis yang sudah babak belur itu terlihat masih belum menyerah.
"Aku membencimu."
Ia makin mencengkram kaki Reverse. Namun Reverse masih belum bergeming dari sana.
"Karena itu--"
Muncul rantai-rantai dari angin berwarna hitam yang langsung mengikat tubuh Reverse. Reverse terkesiap, menatap Taufan dengan pandangan terkejut.
"--Matilah."
Suara-suara yang keluar dari Taufan sangat tidak asing. Seperti para ras iblis bangsawan khusus yang merasuki tubuhnya sekaligus. Pasti itu adalah dendam yang turun-temurun kepada klan iblis murni.
Karena iblis bangsawan khusus selalu disiksa, bahkan ketika mereka mati.
Reverse mencoba melepaskan diri. Namun rantai-rantai itu makin banyak mengekang dirinya.
Reverse mencoba mengeluarkan kekuatan angin. Namun, tidak ada yang keluar sama sekali.
"Kenapa--?"
"Kau tidak berhak menggunakan suci klan kami."
Suara-suara itu. Suara yang banyak, terdengar berbicara serempak.
"Kalian adalah klan iblis terkutuk yang sudah menyiksa klan kami."
Tangan kanan Taufan meraih leher Reverse. Reverse tak mampu bergerak. Kekuatan fisiknya kalah dengan rantai-rantai itu. Ia bahkan berhasil di buat terduduk.
"Sampai mati pun, klan kalian tidak termaafkan oleh langit."
Kekuatan angin berkumpul di tangan kirinya. Kekuatan itu sangat besar. Bahkan ketahanan Taufan sedikit goyah karena mempertahankan angin besar tersebut.
"Matilah."
Sedetik sebelum angin besar itu menghantam tubuhnya. Reverse tersenyum. Bukan senyum menyeringai yang biasa ia tampilkan. Namun senyum tulus yang tidak pernah ia tunjukkan seumur hidup.
Bukan tidak pernah, tapi ia sudah lupa.
Keinginannya untuk mati, terkabulkan.
"Terima kasih."
DHUAR!!
Hentakan besar membuat daratan bergoyang.
"Apa yang terjadi?"
Mereka melihat dengan penasaran. Berharap Taufan menang meski tidak tahu juga apa yang akan terjadi pada mereka nantinya.
Debu-debu mulai hilang. Lalu terlihat Taufan yang berdiri di depan Reverse. Reverse terlihat menghilang. Retakan menjalar di seluruh tubuh. Kesadarannya telah hilang ditelan angin.
"Uh ..." Taufan memegangi kepala. Berdenyut karena banyaknya arwah pendahulu yang merasuki tubuhnya.
Reverse telah tewas. Raja telah tiada. Ancaman terakhir bagi mereka telah tiada.
Ini saat yang tepat bagi Taufan untuk melanjutkan kehidupan bumi yang damai.
"Gempa."
Taufan terburu-buru menghampiri Gempa yang kritis. Manik safirnya bergetar tatkala melihat Gempa dalam keadaan mengenaskan. Kedua tangannya bergerak, menekan perut Gempa yang sudah berlubang.
Halilintar menyingkir. Begitu juga dengan Solar dan Thorn. Ice mengangkat kepala, melihat semua yang hendak berakhir.
Taufan menggunakan kekuatan yang tersisa untuk menyelamatkan Gempa. Aura biru yang hangat itu menjalar. Luka menganga mulai tertutup. Darah yang terus mengalir juga terhenti. Fisik Gempa yang awalnya rusak, kini berangsur pulih.
"Maaf, Gem."
Taufan menghentikan penyembuhannya saat luka itu telah tertutup sempurna. Wajah Gempa juga terlihat membaik.
Taufan yang langsung saja hendak beranjak pun terhenti karena Gempa memanggil namanya.
"Taufan ..."
Gempa menahan tangan Taufan. Mencoba mengatakan untuk jangan pergi meski hal itu sia-sia. Meski telah terjadi hal sedahsyat ini. Takdir Taufan sebagai segel tidak bisa dihindari.
Taufan kembali berjongkok. Menggenggam tangan Gempa yang menahan tangannya. "Pengorbanan Blaze tidak bisa dibuat sia-sia, Gemgem pasti mengerti."
Sebuah dalih yang ia ucapkan. Bahkan membuat ia sakit juga. Ia juga makhluk hidup, ingin hidup. Tapi apalah daya takdir berkata lain.
Gempa tahu, bahkan sangat mengerti rasa sakit yang Ice alami. Kehilangan kedua orang tua bukanlah rasa sakit yang terakhir. Kini, ia harus mengalaminya lagi di sini.
"Terima kasih untuk segalanya."
Taufan berlutut. Mencium dahi Gempa.
"Aku sayang Gemgem."
"Mau daging?"
"Bagaimana kalau namamu Taufan?"
"Astaga, kau semakin tumbuh besar ya."
"Mau kubacakan dongeng?"
"Kau harus mandi!"
"Taufan."
Ingatan-ingatan itu terus memenuhi kepalanya. Hingga ia tak sadar bahwa air mata telah meluncur turun.
"Aku sayang Gemgem~."
"Ice," panggil Taufan. Pemuda bermanik biru langit itu menoleh ke arahnya. Taufan tersenyum.
"Jangan terlalu sedih, ya?"
Ice mengangguk samar. "Aku tahu."
Ice mendekati Taufan. Memegangi lengan bajunya.
"Kalau kau bertemu dengan Blaze nanti di alam baka. Tolong pukul kepalanya. Katakan padanya kalau aku benci kebodohannya itu." Ice masih ingin melanjutkan Kata-katanya. "Katakan padanya, aku akan hidup dengan sangat bahagia di sini dan menyesal lah di sana. Aku akan hidup lama bahkan hingga kau sangat rindu padaku."
Taufan mengangguk. "Ya, akan kusampaikan."
Ice melepasnya. Taufan juga melepas tangan Gempa. Lalu segera beranjak dari sana, berjalan ke ujung pantai.
Taufan menutup mata. Lingkaran sihir muncul luas di laut. Aura biru itu semakin terang hingga muncul pilar cahaya.
Tak berapa lama. Banyak butiran cahaya lain yang terhisap masuk dalam segel di tengah laut. Mereka tahu jika itu adalah para iblis yang ditarik kembali ke dasar bumi. Mengurungnya hingga tidak akan pernah lagi keluar.
Setelah selesai semuanya masuk. Cahaya tersebut menghilang. Berganti tubuh Taufan yang mulai lenyap.
Tanpa menoleh lagi ke belakang. Ia berjalan maju terus ke laut hingga menenggelamkan dirinya.
Lalu, ia ditelan angin seutuhnya.
Gempa menangis sesenggukan. Taufan telah lenyap dari pandangannya. Dadanya kini sakit, sesak sekali.
Padahal dulu dia sama sekali tidak ingin menentang takdir, tapi entah kenapa saat ini sangat berbeda.
Thorn ikut menangis. "Huwaaa Kak Blaze! Kak Taufan!"
"Kak Thorn ..." Solar mencoba menghibur sang kakak. Mendekapnya sembari mengelus pelan punggung pemuda itu.
Halilintar juga mendekap sang adik. Gempa terlihat benar-benar putus asa.
Ice meringkuk sendirian. Mencoba tidak menangis lagi. Mencoba ikut tegar meski hal itu butuh usaha ekstra.
.
.
.
[Skipped two years later]
"Ice! Kau menghabiskan semua makanannya lagi!"
"Maaf kak Gempa, aku lapar."
Gempa menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan perut Ice yang muatannya tidak pernah penuh.
Angin berhembus pelan. Gempa melihat ke langit.
Sudah dua tahun lamanya sejak kejadian itu. Para iblis telah musnah dari muka bumi. Manusia hidup dengan aman dan damai di bawah langit biru. Meski sekarang musuh mereka adalah kerajaan.
Ocho yang ditemukan Fang waktu itu benar-benar dalam keadaan sekarat. Ocho masih koma, sampai hari ini. Fang bersama Kaizo yang telah berhenti bekerja di pasukan khusus kini kembali ke kampung halaman.
Thorn dan Solar kembali pada keluarganya.
Sebenarnya setelah kejadian Taufan menyegel pintu dunia bawah. Pasukan kerajaan datang dan ingin menangkap Gempa.
Sejak dari awal, kecurigaan mereka hanya ada pada Gempa.
Thorn dan Solar dipaksa untuk kembali. Begitu juga dengan Fang. Ice yang tidak punya tempat kembali pun kini hidup bersama Halilintar dan Gempa. Mereka bertiga selalu lari dari kejaran pasukan kerajaan.
Status mereka kini telah menjadi buronan.
"Malam ini kita akan bergerak lagi." Halilintar muncul dari sisi kereta kuda. Menaiki kereta dan berbaring.
Kereta kuda ini dibeli dari uang yang diberikan diam-diam oleh Solar. Walaupun Solar tidak seharusnya merasa bertanggung jawab, ia tetap memberikan hartanya kepada Gempa.
"Kita ketahuan pasukan kerajaan lagi?" tanya Ice. Mulutnya penuh dengan makanan saat menanyakan itu. Beruntung Halilintar mengerti. "Ya."
"Baiklah, aku akan membereskan barang-barang ini." Gempa mengambil kotak-kotak yang baru ia taruh kemarin. Ice langsung loncat dari duduknya. "Biar aku bantu, Kak."
Meski hidup dalam bayang-bayang akan hukuman mati. Gempa, Halilintar maupun Ice sama sekali tidak menyesal telah bersama Taufan.
Karena mereka telah menyelamatkan bumi.
Meski pihak kerajaan sama sekali tidak mau mengakuinya. Selama Ocho masih koma, mereka akan terus menjadi kejaran. Dengan kepala yang berhadiah jutaan Kriel. Hidup ataupun mati.
Mereka tidak akan menyesal.
Karena pertemuan dengan Taufan pun, merupakan sebuah takdir.
.
.
.
***tbc***
A/n:
Akhirnya menuju epilog hehehe.
Berarti ini udah chapter terakhir dund.
See you di epilog, hehe //peace
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top