Chapter 28

Kelopak mata itu terbuka. Menampilkan manik keemasannya yang berkilau. Matanya melihat langit-langit berwarna biru. Lalu bisa ia hirup aroma obat-obatan yang menyeruak ke hidungnya.

Gempa menorehkan kepalanya ke kiri. Dan menemukan bahwa ia berada di dalam tenda dengan banyaknya obat-obatan di samping kirinya.

Ia beranjak duduk dengan susah payah. Punggungnya terasa nyilu karena hantaman kemarin. Belum lagi ia juga terjepit.

Ia melangkah tertatih-tatih keluar dari tenda. Melihat keadaan di luar tenda, ia menemukan orang-orang berpakaian tentara berlalu lalang. Di sekitar juga banyak tenda-tenda lainnya. Gempa bisa menebak, ini adalah kamp tempat persinggahan para pasukan.

Lalu, Gempa teringat akan Taufan yang dibawa pergi oleh iblis berambut putih. "Taufan."

"Kak Gempa, kau sudah sadar rupanya." Itu Ice, berlari ke arah Gempa dan mengamit tangannya. "Kak Gempa masih merasa sakit?"

"Aku tidak apa-apa, tapi Taufan--"

"Sstt, Kak, jangan bicarakan Taufan di sini. Kak Gempa tahu kan kalau ini kampnya para pasukan yang melawan iblis?" bisik Ice di dekat telingnya. Gempa mengangguk paham, lalu Ice menggiring Gempa untuk ikut bersamanya.

Ice membawa Gempa ke tenda lain. Tenda yang lebih besar dari tenda lainnya. Mereka lalu masuk dan menemukan Halilintar serta sepupu-sepupunya berada di sana. Tak lupa dengan Kaizo, Fang dan Ochobot.

Gempa didudukkan di sebuah kursi. Ocho menatap Gempa serius. "Apa yang terjadi, kemarin malam?"

"Ada iblis berwujud seperti Taufan, tapi ia memiliki rambut berwarna putih," ujarnya. Ocho memotong, "Iblis bangsawan khusus juga?"

Gempa menggeleng. "Dia bilang dia bukan iblis bangsawan khusus, dia begitu karena berbagi energi dengan Taufan."

Ocho langsung mengangguk paham. "Begitu, pantas saja Ice bilang jika yang ia hirup hanya aroma Taufan. Karena Taufan dan iblis itu berbagi energi yang sama."

"Berbagi energi, bagaimana mungkin?" ujar Kaizo tak percaya. Ocho berdehem, "Itu bisa terjadi jika melakukan percobaan atau kontak fisik, yah, kalian tahu maksudnya."

"Walaupun Taufan adalah iblis bangsawan khusus. Tidak menjadikan dia spesial di kaumnya sendiri. Kalian lihat sendiri bahwa ia bisu, artinya ia cacat. Ada kemungkinan dia dibuang kaumnya sendiri," lanjutnya.

Thorn memasang tampang sedih. "Bagaimana bisa mereka setega itu?"

"Yah, tak bisa diragukan lagi. Manusia saja bisa saling bunuh." Solar mengeratkan selimut di tubuhnya. Hanya merasa sedikit kedinginan karena musim yang akan berganti.

"Jika ia dibuang kaumnya sendiri. Lantas kenapa dia yang terpilih menjadi segel? Kenapa bukan yang lain?" tanya Blaze. Masih bingung setelah sekian lama.

"Kau lupa atau bagaimana? Itu karena yang tersisa hanya dia." Fang menggelengkan kepala. Mereka ini dapat informasi cuma setengah-setengah sepertinya.

"Apa Taufan jadi bahan percobaan Reverse karena ia kabur dari kaumnya sendiri? Tapi kenapa harus Taufan? Apa karena Taufan sendiri?" pikir Gempa.

"Oh, namanya Reverse?" Ocho menyahut. Gempa mengangguk.

"Tunggu, aku pernah dengar nama itu." Ocho menutup mata untuk berpikir. Lalu tiba-tiba matanya membelalak. "Itu ..."

"Itu?" beo Kaizo.

"Aku pernah dapat informasinya meski sedikit. Reverse itu, Iblis yang bisa dianggap raja para iblis."

"R-raja?!" pekik mereka kaget.

"J-jadi maksudnya, Taufan itu selir?!" Blaze asal bicara. Membuat Ice memukul kepalanya geram. "Bukan begitu! Kau mikir apa sih?"

"Dia dianggap raja oleh iblis lain karena terbilang sangat kuat. Iblis lain tunduk padanya. Meski Reverse sendiri tidak mau jadi raja. Ia lebih memilih untuk bermain-main dengan siapapun yang menurutnya tidak akan membuat dia bosan," lanjut Ocho.

"Jadi, Taufan lah orangnya?" Ocho angkat bahu. "Aku tidak tahu, yang tertulis di sejarah hanya itu."

"Jadi bagaimana? Kita harus segera menyegel tapi segelnya diambil sama raja langsung." Fang bahkan mengacak-acak rambutnya karena terlalu kesal.

"Kita tidak mungkin melawan raja kan? Itu sama saja bunuh diri. Sebelum kita mendapatkan Taufan, yang tersisa dari kita mungkin hanya celana dalam." Blaze panik.

Ice menatap datar kembarannya. "Meski aneh, tapi kuakui kau cukup benar."

"Kenapa harus celana dalam?" tanya Thorn dengan polos. "Gimana kalau ga pakai celana dalam?"

"Thorn, kau gak pakai celana dalam?" Pertanyaan Blaze mengundang tendangan dari Solar. Blaze merasa ia bisa babak belur jika salah bicara lagi.

Gempa membuka tangannya yang terkepal. Benda bulat yang merupakan ingatan Taufan itu masih ada di tangannya. Ia menatap sendu pada benda bundar itu.

"Tapi, ingatan Taufan tentang kita juga sudah tidak ada."

"Hah? Bagaimana bisa?"

Gempa menyodorkan benda bundar itu ke Ocho. "Reverse menghapus ingatannya, dan menaruhnya dalam bola kecil ini. Jadi meskipun kita mendapatkan Taufan, belum tentu dia akan berpihak pada kita."

"Padahal aku mau bikin rencana tentang penyerbuan tempat tinggal raja dan penyelamatan permaisuri." Dan ini sudah kesekian kalinya Blaze mendapat pukulan dari kembaran. Kali ini di tambah tendangan dari Solar yang ikut geram.

"Ya, kita tidak tahu bagaimana Taufan sebelum bertemu kau." Ocho mendorong tangan Gempa. Menyuruhnya menyimpan lagi benda bundar itu. "Bisa jadi, ia malah menyerang kita dan semuanya semakin kacau."

"Menurutku, kenapa kita tak coba ke tempat penyegelan? Pasti ada cara lain selain membuat Taufan mengorbankan diri menjadi segel." Ice duduk kembali setelah puas memukuli sang kembaran.

"Kalau begitu, semacam mencari keberuntungan." Kaizo mengangguk-angguk. "Kurasa itu boleh di coba, kita tidak bisa terlalu bergantung pada Taufan."

"Ya, kurasa begitu," lirih Gempa.

.

.

.

Pagi ini, Kaizo memimpin pasukan. Mereka mendapatkan kabar bahwa pasukan dari kerajaan tetangga sedang dalam perjalanan. Mereka harus menyambutnya sebelum para iblis berhasil menemukannya.

Sisanya, Gempa dan yang lain menuju ke tempat penyegelan. Di sebuah bangunan tua di belakang hutan. Bersama Ocho, karena Ocho tahu letaknya.

Mereka menyusuri hutan hingga akhirnya sampai ke tempat yang mereka tuju.

Sebuah bangunan tua.

Bangunan tersebut mirip arena yang digunakan pada jaman romawi kuno. Namun sudah tidak terpakai ratusan tahun lamanya.

Melihat sekeliling, tidak ada satupun iblis yang berjaga di sini. Mereka memutuskan untuk masuk ke dalam.

Di dalam sana sangatlah luas. Dan tepat di tengah-tengah, mereka menemukan ukiran asing kuno yang ukurannya cukup besar. Bahkan sampai memenuhi tempat itu dengan ukiran aneh tersebut.

"Seperti sihir," gumam Halilintar.

"Aku merasa jika ukiran ini adalah tulisan, tapi aku tidak bisa membacanya." Ocho berjongkok. Menyentuh ukiran tersebut dengan jemarinya yang kecil.

Angin berhembus pelan. Rambut mereka melayang rendah. Tiba-tiba tercium aroma mint. Memenuhi segala penjuru bangunan.

"Kenapa tiba-tiba ada bau mint?" Fang curiga. Ia bahkan sudah mengeluarkan pedang dari tempatnya dan mengacungkannya. Melihat ke kiri dan kanan dengan was-was.

"Kita harus segera mencari cara untuk melakukan segel." Solar mengusap matanya yang sakit karena tidak mengenakan kacamata. Merutuki kacamatanya yang tertinggal sejak ia baru bangun di hutan.

Mereka mulai berpencar ke sekeliling dan mencari sesuatu. Berharap ada cara lain yang bisa digunakan atau petunjuk baru.

Gempa yang tergesa-gesa karena berlari pun tak sengaja tersandung. Benda bundar yang terus ia genggam, jatuh berguling dari tangannya. Menggelinding ke tengah ruangan dan berhenti tepat di atas ukiran.

Hal yang tak terduga terjadi. Benda bundar itu langsung bersinar, memancarkan warna biru yang terang. Dan ukiran di bawahnya pun ikut bersinar. Membuat semua ukiran yang ada di gedung itu bercahaya, memancarkan warna biru.

"A-apa yang terjadi?" panik Blaze.

Namun setelah itu tidak terjadi apa-apa.

"Aduh, jangan begitu dong. Kalau datang iblis lain bagaimana?" Muncul Reverse di hadapan Gempa. Ia memungut benda bundar itu dan mengakibatkan cahaya tadi ikut menghilang.

"Reverse?" ujar Gempa. Mereka yang ada di sana pun langsung membelalak. Reverse memperhatikan Gempa yang masih dalam posisi jatuhnya. Dalam sedetik, ia sudah mengangkat Gempa berdiri.

"Eh?"

"Konyol, apa yang sedang kalian lakukan? Mau mencari cara penyegelan lain?" Ia tertawa. Suaranya menggema di tempat itu. "Tidak ada cara lain, mengerti, manusia?"

"Dimana Taufan?!" geram Gempa. Reverse membuat pose berpikir. "Entah, menurutmu?"

"Kau--"

"Oh ya." Reverse tersenyum. "Aku sudah pernah menawarkan ini pada Taufan, tetapi ditolak mentah-mentah." Ia mendekatkan wajahnya pada Gempa. "Bagaimana kalau kau yang kutawarkan sesuatu."

"Menawarkan?" ulang Gempa.

"Aku pernah menawarkan pada Taufan, dimana aku akan membuatkan sebuah tempat hanya untuk kalian berdua, dan tidak ada iblis lain yang akan menganggu kalian. Karena dia tidak mau, apa kau mau?"

Bukan iblis namanya jika tawarannya tidak menggoda.

"Sialan kau!" Halilintar maju, menebas Reverse dengan pedang meski itu sia-sia. Reverse bahkan bisa menahan pedang itu dengan satu tangannya. Dan mematahkan pedang hanya dengan mencengkramnya.

Gempa menunduk. Ia juga tidak bisa menerima tawaran ini. Jika ia memang terselamatkan, lantas bagaimana dengan yang lain?

"Aku tidak mau."

"Ah, sayang sekali."

Angin berhembus kuat. Mereka pikir jika Reverse akan melakukan sesuatu. Namun sesuatu muncul di luar dugaan.

"Kenapa datang? Kau mau membunuhku lagi?" Reverse tersenyum remeh. Ia menahan serangan angin dengan tangannya yang mengakibatkan tangannya terluka. Tapi ia bisa dengan cepat beregenerasi.

Mereka melihat ke asal tempat serangan. Menemukan seseorang berdiri di atas bangunan.

Gempa membelalak. "Taufan ..."

Taufan melesat turun. Mencakar Reverse dengan angin. Reverse menghindari serangan dengan melompat ke arah lain. Kesal karena serangannya tidak kena. Taufan membentuk senjata dari anginnya dan menyerang Reverse.

"Ukh!"

Taufan terpelanting saat Reverse memasang tameng angin dan mendorong Taufan jauh. Taufan menabrak dinding. Memuntahkan darah dari mulutnya.

"Taufan!" Gempa hendak berlari menghampiri. Namun Reverse lebih dulu menahan tangannya. "Kau mau lihat sosok asli Taufan sebelum bertemu denganmu?" tanyanya.

Tangannya menunjuk ke arah Taufan yang sudah berdiri lagi. Taufan benar-benar terlihat berbeda dari tatapan matanya yang dipenuhi ambisi untuk membunuh Reverse.

"Dia itu aslinya monster."

Keluar aura biru dari tubuh Taufan. Tanduknya membesar. Juga muncul sayap dari tubuhnya. Berbeda dari iblis, sayap mereka berwarna putih. Lalu muncul ukiran abstrak memenuhi tubuh dan wajahnya.

"Ukiran itu, ukiran di gedung ini," lirih Ocho. Mereka semua terkejut. Apalagi melihat keadaan Taufan yang seperti ini.

"Hei Taufan, apa kau kenal dengan manusia ini?" tunjuk Reverse ke Gempa. Manik biru Taufan bergulir, menatapi Gempa cukup lama.

Manik keemasan itu beradu dengan manik safir Taufan. Jauh di dalam hati, Gempa sangat berharap meski itu mustahil.

"Aku membenci manusia."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Aku baru sadar sudah chapter 28 dan cerita ini belum selesai-selesai.

Kok konfliknya makin memanjang sih? //cry

Endingnya sudah kepikiran, udah jelas saat prolog sih. Tapi mengurainya bikin pusing tujuh keliling.

Okelah, selamat dinikmati

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top