Chapter 27

"Gempa."

Panggilan itu belum membuat sang empu menoleh. Ia memanggil namanya lagi.

"Gempa!"

"Uh ya?" Gempa agak terkejut saat Taufan memanggil namanya tepat di telinga. Taufan terkekeh, menatap wajah Gempa dengan manik birunya.

"Tidak apa, Gemgem boleh tidur."

"Gemgem?" ulangnya.

Taufan mengangguk antusias. "Gemgem, lucu kan?"

Gempa gemas. Ia mengacak-acak rambut Taufan. "Panggilan apa itu?"

"Panggilan sayang."

"Hei, belajar dari mana kata seperti itu?" Gempa mencubit pipi Taufan. Taufan mengusap pipinya yang jadi merah. "Blaze bilang begitu."

Gempa tak bisa menahan tawanya saat melihat wajah Taufan yang cemberut. "Jangan dengerin Blaze, sesat soalnya."

Mungkin di suatu tempat. Ada Blaze yang sedang bersin.

Angin malam berhembus pelan. Bintang-bintang menghiasi langit. Mereka berdua duduk di atas atap bangunan yang telah tidak berpenghuni.

Tidak perlu melihat ke bawah. Di bawah terlalu kotor. Bahkan masih ada asap bekas kebakaran. Jangan lupakan mayat-mayat yang masih ada di sana.

Sengaja memilih tempat ini. Mereka harus jauh dari pos, tempat pasukan khusus berada. Soal Taufan yang menjadi segel, hanya Ocho, Kaizo dan Fang yang tahu. Selain mereka, tidak ada pasukan khusus lain yang tahu.

Mereka masih harus menyembunyikan Taufan hingga waktunya ia menjadi segel. Dan selama itu, tidak boleh ada pasukan atau iblis yang tahu tentang keberadaan Taufan.

Keberadaannya harus disembunyikan rapat-rapat.

Hal itu membuat Gempa sedikit geram. Bagaimana bisa Taufan yang menjadi penyelamat bumi justru tidak diingat oleh siapapun?

Anggap saja, manusia tidak mau direndahkan jika ternyata mereka diselamatkan oleh iblis. Tentu saja, manusia selalu menganggap mereka paling unggul.

Tidak, sebenarnya, maupun manusia dan iblis. Mereka semua adalah makhluk yang serakah.

Gempa menoleh ke arah Taufan yang sepertinya tertarik memandangi langit malam. Ia memegangi tangan Taufan, membuat Taufan segera menoleh kearahnya.

"Taufan, apa yang mau kau lakukan malam ini?" tanya Gempa. Taufan memasang tampang bingung. "Melakukan ... apa?"

Gempa mengerutkan kening, berpikir keras. "Melakukan sesuatu, yang Taufan suka."

"Yang aku suka?" Gempa mengangguk.

Taufan berpikir. Lalu memperhatikan Gempa dari atas sampai bawah. Memiringkan kepalanya lalu memperhatikan Gempa lagi.

"Gemgem~"

"Astaga Taufan," kekeh Gempa. "Maksudnya melakukan sesuatu gitu, Taufan tahu kan kalau besok pagi--" Gempa tidak melanjutkan perkataannya. Melainkan hanya tersenyum pahit.

"Melakukan sesuatu ... bersama Gemgem?" tanyanya lagi.

"Ah, kurasa begitu. Jadi, Taufan mau melakukan apa bersamaku?"

Entahlah, Taufan merasa dari tadi terus berpikir. Ia memperhatikan Gempa lagi. Masih bingung harus melakukan apa. Lagipula hari sudah malam. Mereka tidak bisa berjalan-jalan di hutan pada malam hari karena berbahaya.

Lalu jika mengajak keliling dunia juga tidak bisa.

Tidak ada yang bisa Taufan lakukan bersama Gempa malam ini.

"Tidak mau melakukan apa-apa?" tanya Gempa lagi. Taufan menggeleng. Mau dipikir berapa kali pun, tidak ada yang bisa ia lakukan bersama Gempa sekarang.

"Kok begitu sih?" Gempa malah memasang wajah sedih. Taufan jadi bingung. Tapi ia benar-benar tidak tahu mau melakukan apa.

"Gem, mau melakukan apa?" tanyanya balik.

"Aku melakukan apa yang Taufan mau lakukan."

"Tapi aku tak tahu mau melakukan apa."

Mereka malah makin bingung. Tapi melihat wajah Gempa yang kecewa pun malah membuat Taufan kelabakan.

"Begini saja, Gemgem mau dengar ceritaku?" tawarnya. Gempa langsung sumringah. Tentu ia mengangguk dengan antusias.

"Aku--"

Tes!

Baru saja mau mulai bercerita. Darah keluar dari hidungnya. Gempa panik, tapi terjadi hal yang membuat Gempa makin panik.

Taufan langsung jatuh tak sadarkan diri begitu saja. Padahal sedari tadi, Taufan tidak mengeluarkan kekuatan lain selain melakukan teleportasi kemari.

Gempa sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Taufan.

Kisahnya, masa lalunya, penderitaannya bahkan apa yang terjadi pada Taufan. Yang Gempa tahu, Taufan hanyalah iblis yang baik.

"Taufan?" Ia mengguncang tubuh iblis itu. Namun percuma, seolah ditelan dalam mimpi, ia tak kunjung bangun.

"Ckck, malang sekali."

Gempa tersentak. Menoleh ke asal suara, ia menemukan seorang manusia--tidak! Itu iblis!

Iblis dengan tubuh seperti manusia. Rambut putihnya terlihat mencolok. Lalu mata merahnya seolah akan menelan siapapun yang ia lihat.

"Iblis bangsawan khusus?"

Iblis itu tertawa mendengarnya. "Kau salah paham, aku bukan Iblis bangsawan khusus seperti Taufan. Ini hanya karena kami berdua berbagi energi."

Dahi Gempa berkerut. "Berbagi energi?"

"Aku iblis, rupa asliku iblis dengan cangkang yang kuat dan keras. Namun rupaku berubah karena beberapa hal." Ia melirik ke arah Taufan. "Aku kemari karena mau mengambil kembali apa yang menjadi milikku."

"Milikmu?" Ia berdiri, menyembunyikan Taufan di balik tubuhnya. "Taufan bukan milikmu!"

Ia tertawa lagi. "Lalu milik siapa? Milikmu?" Senyumnya tiba-tiba luntur. "Jangan bercanda, dia milikku, Reverse."

Angin kuat berhembus kencang bahkan menumbangkan pohon-pohon di sekeliling mereka. Puing-puing bangunan bahkan sampai terlempar ke sana-kemari. Gempa menutup mata, tak kuat menahan angin yang menghantam tubuhnya.

"Kau mau tahu hal yang menarik?"

Lalu dalam sekejap angin itu berhenti. Puing-puing reruntuhan yang tadi terbang pun terjatuh ke tanah. Menciptakan bunyi keras.

Gempa membalikkan badan. Lalu Reverse ternyata berada di belakangnya. Berada beberapa jarak dengan Taufan yang sudah berada di tangannya.

"Lepaskan Taufan!" Ia panik, berlari ke arah mereka tanpa pikir panjang. Reverse memajukan tangan, lalu angin kuat berkumpul dan menghantam tubuh Gempa hingga terlempar cukup jauh darinya.

"Uakh!" Ia jatuh ke tanah. Merasa badannya remuk karena hantaman keras itu.

"Apa kau mau tahu beberapa hal tentang Taufan?" tanyanya. "Biar ku beritahu sesuatu."

Gempa hanya melihat dengan manik emasnya.

"Taufan memintaku untuk membuat kau kehilangan ingatan tentang Taufan," ungkapnya.

Apa?

"Tapi tentu saja aku tidak bisa melakukan hal seperti itu. Aku iblis, bukan peri pengabul permintaan."

Mungkin Gempa sedikit lega mendengarnya. Setidaknya, ia takkan hilang ingatan mengenai Taufan.

Ia tidak mengerti kenapa Taufan meminta hal itu kepada si iblis putih.

"Tapi." Reverse tersenyum lebar. Satu tangannya ia gunakan untuk memegang kepala Taufan, membuat mata Taufan tertutupi oleh tangannya. "Kalau membuat ingatan Taufan hilang tentang dirimu, itu mudah dilakukan."

"Karena kami berbagi energi."

Manik emas Gempa membulat. "Tidak! Jangan!"

Ia mencoba berdiri, tapi sekujur tubuhnya sakit karena hantaman tadi.

Tangan yang memegangi kepala Taufan itu mulai mengeluarkan warna hitam.

"A--AAAAAAAAA!!!!"

Taufan terbangun. Berteriak kesakitan sembari kedua tangannya mencakar tangan Reverse untuk melepaskan tangannya. Meski kulit tangannya robek karena dicakar Taufan, ia sama sekali tidak peduli.

"Taufan!!"

Gempa berdiri. Berjalan sempoyongan. Lalu Reverse lagi-lagi menghantam tubuh Gempa dengan angin yang kuat.

"Ugh!"

Hantaman itu membuat cairan merah kental mengalir dari kepalanya. Matanya berkunang-kunang. Rasa pusing benar-benar menguasai kepalanya. Baru saja berdiri, ia kembali jatuh.

Teriakan Taufan berhenti. Kembali tak sadarkan diri. Reverse melepas tangannya dan mengambil benda bulat berwarna biru layaknya mutiara, dari kepala Taufan.

"Kenang-kenangan untukmu, ingatan Taufan." Reverse melempar ke sembarang arah. Membuat benda bulat itu menggelinding ke ujung atap.

Reverse menggendong Taufan. "Kalau begitu selamat tinggal."

Dan ia lenyap begitu saja. Menghilang membawa Taufan dan pergi entah kemana.

Gempa merangkak ke pinggir. Mencoba meraih benda bulat berwarna biru itu. Tapi karena pondasi bangunan yang sudah hancur. Tepat ketika Gempa berhasil mengambilnya, bangunan itu roboh. Membuat Gempa jatuh menghantam tanah.

Ia terjepit. Kesadarannya perlahan menghilang. Ia menggenggam kuat benda bulat itu. Air matanya bercucuran saat mengingat bahwa ingatan Taufan tentang dirinya telah diambil.

Rasanya sakit. Gempa tidak tahu mengapa.

Ia sangat lemah.

"Taufan ..."

Dan kesadarannya pun direnggut.

.

.

.

"Suara apa itu?"

Blaze terkejut saat mendengar bunyi hantaman besar dari arah gerbang. Meski yang lain hanya samar-samar mendengarnya.

"Ada apa, Blaze?" tanya Ice.

"Ice, apa kau mencium aroma iblis lain selain Taufan?" bisik Solar. Ia tidak mau nekat. Kalau ada yang mendengar, habis mereka.

Ice mengendus udara. Lalu menggeleng. "Hanya ada aroma Taufan."

Thorn mendekati mereka. "Ada apa? Kenapa kalian berwajah serius seperti itu?"

"Sepertinya telah terjadi sesuatu, aku akan mengeceknya." Solar baru hendak beranjak sebelum tiba-tiba lengannya ditahan oleh Halilintar.

"Mau kemana?"

"Sepertinya terjadi sesuatu di sana," tunjuk Blaze ke arah gerbang. Meski jarak mereka cukup jauh. Tapi gerbang kelihatan dari sini.

"Kita tidak tahu posisi Gempa, tapi kurasa Ice bisa mencium aroma Taufan untuk memastikan letak mereka." Blaze menoleh ke arah Ice. Ice mengendus udara lagi. "Mereka ada di sekitar gerbang."

"Kalian tunggulah di sini, biar aku yang cek." Halilintar menepuk pundak Solar. Lalu langsung saja pergi tanpa meminta pendapat mereka.

"Biarkan saja." Ice menyerah. Ia masuk ke dalam tenda. Lagipula hari sudah malam. Dan Ice juga tidak mencium aroma iblis manapun kecuali Taufan.

Ya, hanya Taufan.

Kepala Ice muncul lagi dari tenda. Mereka semua melihat dengan bingung. "Ada apa?"

Ice mengendus udara lagi. Lalu seketika wajahnya mendadak horor.

"Aroma Taufan, hilang."

"Hah?!" Mereka langsung panik.

"Aku akan menyusul kak Hali!" Blaze langsung saja tancap gas dan pergi dari sana. Solar juga, "Kalian tunggu di sini."

Thorn hanya diam. Bingung juga. Ia melihat ke arah Ice yang mulai gugup. Bahkan menggigiti kuku jarinya. "Aromanya hilang, begitu saja?"

Thorn berjongkok. Mengelus pundak Ice. "Tidak apa-apa, pasti mereka ada."

Ice menghirup nafas panjang, dan menghembuskannya. Tersenyum ke arah Thorn yang berusaha membujuknya. "Kuharap begitu."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Apa sebutannya? Plot hole? Plot armor? Plot twist? Gatau ah kurang ngerti begituan wkwk

Yah Taufannya diambil. Gajadi Gempa yang hilang ingatan.

Kayak kata Reverse, dia iblis bukan ibu peri. Jadi yang ia lakukan itu bukan semacam kekuatan yang mengabulkan permintaan. Dari awal dia bikin kesepakatan juga ujung-ujungnya semua lari ke Taufan.

Kenapa? Karena dia bukan ibu peri. Taufan bisa ngomong juga karena Reverse yang bagi energi dia. Jadi buat Gempa hilang ingatan dari awal memang mustahil. Tapi kalau buat Taufan hilang ingatan, baru bisa.

Buat dunia sendiri yang pernah ditawari sama Reverse juga karena dia rajanya. Jadi seandainya dia bisa menguasai dunia manusia, dia bisa bikin yang lain ga nyentuh Gempa dan Taufan gitu. Bukan karena dia bisa benar-benar bikin dunia baru cuma buat Taufan dan Gempa.

Kekuatannya angin juga? Iya angin, kan udah dibilang berbagi kekuatan. Iblis itu aslinya ga punya kekuatan elemen. Cuma iblis bangsawan khusus yang punya kekuatan elemen dan penyembuh (ini turun temurun).

Kekuatan angin yang awalnya biasa aja. Malah jadi senjata menakutkan di tangan Reverse. Makanya Taufan jadi mudah ngebunuh sana-sini karena kekuatan anginnya udah naik level langsung.

Kan berbagi.

Okelah gitu aja. Manatau ada yang bingung soal Reverse yang kayak ibu peri gitu bisa ngabulin permintaan. Padahal memang ga bisa. Taufannya aja yg oon--plak!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top