Chapter 26

"Um, terima kasih karena telah menjamu kami." Gempa menunduk sopan kepada Tarung. Lelaki kekar itu mengangguk, "Tidak apa, anggap saja rumah sendiri."

Taufan masuk begitu saja dan menghampiri hidangan lezat di atas meja. Gempa menyusul, menjitak kepala Taufan karena tidak sopan. Meski sebenarnya Tarung sendiri tidak masalah karena hal itu.

"Makanlah yang banyak. Saya senang ada yang menemani makan." Lelaki itu tertawa. Mereka menyantap makanan itu. Benar sekali, buatan Tarung memang lezat.

Taufan, Blaze dan Thorn makan dengan lahap. Mengundang tawa dari Tarung melihat mereka seperti itu. Meski terkadang dimarahi karena rusuh, tetap saja mereka semua akur.

"Makan pelan-pelan, nanti tersedak." Gempa menyodorkan minum. Mengusap mulut Taufan yang dipenuhi bekas makanan. Taufan tidak bisa diam, itu menurutnya. Mau membersihkan mulutnya saja ia kesusahan karena Taufan bergerak ke sana-kemari.

"Blaze jangan ambil punyaku!" Ice mencubit paha Blaze.

"Aduduh, minta dong!"

"Jangan berkelahi, ini masih banyak." Tarung menyodorkan lagi masakan yang ia buat. Yang langsung disambut penuh suka cita dari mereka semua.

"Ayo Solar makan, Aaa~" Thorn menyuap Solar seakan menyuap anak kecil. Solar membuka mulutnya, menerima suapan dari sang kakak. Ia mengapresiasi dengan mengusap kepala Thorn.

Fang menghela nafas. Memakan makanannya dengan pelan. Halilintar hanya menggelengkan kepala, melirik Fang yang terlihat lesu.

Adik Kaizo, sudah pasti. Kaizo sayang pada adiknya ini. Tapi yang cukup mengejutkan adalah, Fang sampai datang sendirian kemari, ke kerajaan utara yang jauh ini. Berarti sesuatu terjadi pada Kaizo.

Sebenarnya kenapa semuanya tiba-tiba kacau seperti ini?

"Kenapa memakai jubah? Lepas saja, pasti panas kan." Tarung melihat Fang yang diam. Fang menggeleng samar, tidak mau juga membuka jubahnya.

Tarung melihat-lihat jubah Fang. "Hem? Aku seperti pernah melihat lambang ini." Tunjuknya pada lambang jubah yang dipakai oleh Fang.

"Ah, kami sebenarnya bukan dari kerajaan ini," sahut Gempa.

"Eh? Kerajaan mana?"

"Um, selatan," jawab Gempa lagi. Padahal yang lain sudah deg-degan, takut jika orang-orang kerajaan utara tidak menerima orang-orang dari kerajaan selatan.

"Oh, pantas saja. Bukankah itu kerajaan tempat disegelnya iblis?" tanya Tarung lagi. Sontak mereka semua mengernyitkan dahi.

"Tempat disegelnya iblis?"

"Kalian tidak tahu? Di belakang hutan kerajaan selatan, yang berbentuk bangunan tua itu. Itu adalah tempat segelnya berada, jalan keluar masuk iblis dari dunia bawah," jelasnya lagi. Bohong jika mereka tidak terkejut dengan fakta baru ini. Meski mereka tinggal di kerajaan selatan, mereka tidak tahu jika segelnya ada di tempat mereka sendiri.

Mereka pikir Ocho menyuruh mereka lari agar Taufan bisa mencari tempat penyegelan.

Ternyata mereka salah.

"Saat semua prajurit habis. Ia menyuruh Taufan kembali agar tidak ada iblis lain yang bisa menangkap Taufan," gumam Halilintar. Manik rubynya terlihat menyala kesal.

"Tapi, darimana paman tahu mengenai hal ini?" tanya Solar. Setahu Solar, hal yang rahasia seperti ini biasanya hanya diketahui oleh orang-orang berkepentingan dari kerajaan. Apa jangan-jangan--?

"Aku adalah mantan prajurit khusus dari pasukan utara." Ia tertawa saat mengatakan itu. "Sayang sekali pasukan khusus dibubarkan karena menurut mereka tidak berguna, tidak ada iblis yang menyerang lagi sejak bertahun-tahun yang lalu," lanjutnya.

"Tapi, kerajaan kami sekarang sedang berperang dengan iblis!" teriak Thorn. Solar telat membungkam mulutnya. Mereka tidak tahu, apakah mereka harus menyembunyikan fakta ini atau bukan.

Tarung langsung mengernyitkan dahi. "Jadi, kalian melarikan diri dari kerajaan kalian?"

"B-bukan begitu," elak Blaze.

Fang berdiri dari duduknya. "Kami akan pergi dari kerajaan ini malam ini, terima kasih atas hidangannya."

Lalu ia pergi keluar, meninggalkan mereka dalam keheningan.

.

.

.

"Kenapa harus malam sih?" gerutu Ice. Ia memukul nyamuk yang terus berterbangan di telinganya.

"Para manusia dan hewan sedang tertidur di malam hari, kita harus buru-buru kembali ke kerajaan," ujar Fang.

"Meski begitu, apakah iblis tidur di malam hari?" tanya Halilintar. Blaze menunjuk Taufan di sebelahnya, "Kalau melihat Taufan, ya."

"Apa Taufan sudah boleh melepas energi iblisnya?" tanya Gempa. Ia menggandeng tangan Taufan yang tampak tidak fokus ketika berjalan. Kakinya terus saja menyandung sesuatu.

"Kurasa, kita juga perlu berjaga-jaga dari serangan lain." Halilintar mengangguk setuju.

Taufan akhirnya bebas. Tanduk dan ekornya kembali muncul dengan perlahan. Baru wajahnya terlihat segar setelah beberapa hari ini.

Yah, Ice harus mulai terbiasa dengan bau iblis Taufan lagi.

Taufan tiba-tiba mendorong mereka untuk saling berdekatan. Lalu memegang mereka, menyuruh mereka untuk tidak melepas pegangan.

"Untuk apa ini?" Halilintar terlihat risih.

Taufan menutup mata. Kalung birunya bercahaya. Lalu sekelebat angin muncul mengitari mereka semua. Mereka tak bisa melihat, anginnya terlalu kencang.

"Uh?"

Angin mulai mereda. Meski malam itu terlihat gelap, mereka bisa melihat dengan jelas.

Mereka sudah berapa di depan gerbang kerajaan selatan. Mereka sudah kembali ke tempat mereka.

Namun hal yang mereka lihat sangat berbeda. Gerbang telah hancur. Bahkan mereka bisa melihat cipratan darah di dinding gerbang.

"Ayo, masuk." Halilintar memimpin. Memasuki gerbang, mereka menemukan hal yang lebih menakutkan lagi.

Kehancuran tampak dimana-mana. Rumah-rumah penduduk banyak yang hangus. Bergelimpangan mayat manusia serta iblis. Malam itu, meski mereka tidak dapat melihat terlalu jelas karena gelap, tapi kehancuran itu jelas di mata mereka.

"Kita harus ke tempat penyegelan segera," tukas Fang cepat. Namun saat menarik tangan Taufan, ada tangan Gempa yang menghadangnya.

"Mau apa ke tempat penyegelan?" tanya Gempa dengan tampang sinis. Dan Fang tahu akan terjadi hal seperti ini, Gempa tidak rela Taufan pergi.

"K-kak Gempa." Thorn, Blaze serta Ice diam di belakang. Bimbang juga harus memihak pada siapa.

Tapi suasana sekarang benar-benar kacau.

"Jangan bertingkah, kita harus segera menyegel--"

"Kalau aku tak mau?" potong Gempa. Halilintar langsung melotot, "Gempa!"

"AKU TIDAK MAU!" teriak Gempa dengan keras. Gempa menjaga jarak, mundur dengan Taufan di belakangnya.

"Kak Gempa, kau tahu kan apa yang sedang kau lakukan?" Solar sendiri sampai terkejut. Manik kelabunya sampai bergetar. Seharusnya ia sudah tahu jika reaksi Gempa akan begini. Mereka tidak bisa membiarkan Gempa membawa Taufan, atau seluruh seisi bumi akan hancur akibat ulah iblis.

"Jangan keras kepala, kita harus segera membawa Taufan!" Halilintar ngamuk, mencengkram lengan Gempa dengan kasar. Menariknya agar tidak menghalangi Taufan.

"Gempa ..."

Taufan harus membujuk Gempa. Meski ia memang ingin tinggal bersama Gempa sekalipun. Tapi dari awal itu adalah sesuatu yang mustahil.

Gempa diam, matanya bahkan berkaca-kaca. Ia tidak rela, sama sekali tidak rela. Ia hanya ingin Taufan, tapi kenapa semesta bahkan tidak mengizinkannya bersama?

Gempa menunduk, butuh waktu lama baginya untuk berpikir jernih. Ia harus tetap melepaskan Taufan meski tak rela sekalipun.

"... pagi."

Gumaman Gempa membuat mereka diam. Mencoba mendengar apa yang ingin Gempa katakan.

"Sampai besok pagi, biarkan aku bersama Taufan sampai besok pagi." Itu penawaran terakhir Gempa. Ia ingin menghabiskan waktu terakhir bersama Taufan. Sekali saja, setelah itu ia akan melepaskan Taufan.

Mereka saling bertatapan satu sama lain. Tidak tega juga melihat Gempa sampai seperti ini. Meski memang mereka juga sedih melihat Taufan akan pergi dari hadapan mereka, selamanya.

"Baiklah, hanya sampai besok pagi." Final keputusan Halilintar. Ia melepas tangannya dan berlalu pergi.

Fang menghela nafas. "Kita harus ke pos, tapi Taufan takkan bisa ke sana," ujarnya.

"Tidak apa, aku dan Taufan akan mencari tempat lain. Kalian bisa ke pos. Besok pagi akan kubawa Taufan kemari."

Di hati Fang merasa takut. Takut jika Gempa justru membawa lari Taufan. Tapi melihat Halilintar dan yang lain percaya padanya. Ia mau tak mau harus percaya juga.

"Kalau begitu hati-hati." Halilintar bahkan tak melihat wajah Gempa saat itu. Ia hanya sedikit kesal.

"Sampai jumpa besok, Kak Gempa." Thorn melambai. Solar menariknya pergi. Begitu juga dengan Blaze dan Ice. Mereka semua pergi, meninggalkan Gempa dan Taufan di tempat itu.

Gempa meraih tangan Taufan, mengenggamnya erat. Taufan bisa melihat wajah Gempa yang benar-benar sendu.

Taufan membalas genggaman Gempa. Tersenyum pasrah. Ia harus sadar diri, tempatnya bukanlah di sini.

.

.

.

Langit malam ini dipenuhi dengan bintang. Mungkin karena lampu-lampu di kerajaan ini telah padam. Atau mungkin itu adalah bentuk sukacita atas semua yang telah terjadi di sini.

Bumi ditimpa kemalangan, itu menurut manusia.

"Membosankan, manusia-manusia lemah."

Rambut putih itu bergoyang pelan tatkala angin berhembus pelan menampar wajahnya. Ia menikmati angin malam, rindu dengan udara bebas.

Beratus-ratus tahun di dunia bawah bisa membuatnya hampir saja gila. Bahkan menjadi melakukan eksperimen pada iblis kecil yang tak tahu apa-apa.

Ia menghela nafas. Menutup manik merahnya. Tubuhnya yang tanpa baju itu dipenuhi darah. Mayat yang menggunung itu ia duduki dengan santai.

Tumpukan mayat manusia yang kalah melawannya itu. Ia duduki tanpa rasa hormat. Berdiri di puncak seolah mereka semua bukanlah tandingannya.

Bergejolak rasa penyesalan di hatinya karena tidak memperlakukan iblis kecil itu dengan baik. Semua eksperimen yang ia buat karena kehilangan kewarasan akibat di kurung dalam dunia bawah. Ia melakukan itu semua semata karena bosan setengah mati.

Tidak ada langit, tidak ada udara segar. Dunia bawah seolah adalah hukuman paling berat dari langit.

"Seandainya waktu itu aku tidak segila itu. Pasti dia takkan jauh dariku," gumamnya.

Ia mengendus udara. Samar-samar, ada bau yang sama persis dengan dirinya. Ia tersenyum lebar yang bisa membuat siapapun yang lihat menjadi takut.

"Ternyata dia ada di sini?"

Ia berdiri dengan wajah semangat. Mata merahnya bahkan bercahaya. Aura hitam mengelilingi dirinya.

"I found you, little boy."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Sempat bengong beberapa menit ketika melihat chapter 26 ini saat masing kosong. Kalau dipikir-pikir, aku sama sekali gak kehabisan ide.

Sebenarnya aku bingung mau dimulai dari scene apa //emot batu

Tarung OOC? Hm, coba kita lihat nanti hehehe.

Menurut kalian alur ini lambat ga sih? Soalnya aku merasa lambat //atau gara-gara aku kelamaan update?--plak!

Begitu saja lah, oke babay

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top