Chapter 24
"Harganya berapa?"
"Ah, 5 Kriel."
Gempa merogoh uang di sakunya. Mengambil lima koin dan menyerahkannya pada pedagang makanan di hadapannya ini.
Pedagang tersebut menerimanya dengan senyum sumringah. Kemudian ia menatap Gempa sejenak. "Omong-omong, kau sepertinya bukan berasal dari sini ya? Aku baru pertama kali melihatmu di sini."
Gempa mengemas barang yang ia beli, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah ya, begitulah."
Atensi pedagang itu kini beralih pada pembeli lainnya. Gempa buru-buru pergi dari sana sembari membawa makanan yang ia beli dari sana. Agak mahal memang, tapi daripada tidak ada makanan sama sekali.
Dalam perjalanan, Gempa bisa melihat orang-orang dengan gaya pakaian yang asing dari tempatnya. Bisa dibilang jika orang-orang di kerajaan timut rata-rata kaya raya. Berbanding terbalik dengan orang-orang di kerajaannya, rata-rata bekerja dengan berkebun atau memelihara hewan ternak.
Jumlah bangsawan di kerajaan mereka juga tidak banyak. Dan Solar salah satunya. Namun beberapa dari bangsawan itu ada yang bangkrut sehingga hanya memiliki nama baron nya saja.
Sudah seminggu sejak mereka keluar dari kerajaan. Kini, Gempa tidak tahu apa yang terjadi di kerajaan. Bagaimana nasib orang tua sepupunya yang lain di sana. Atau bahkan Fang dan Ocho yang masih berada di sana.
Ia tidak mengerti alasan kenapa Ocho tiba-tiba menyuruh mereka untuk melarikan diri seperti itu. Padahal selama ini, Ocho melakukan banyak hal jahat pada mereka.
Kaki itu melangkah keluar dari kerumunan pasar. Langkah itu membawanya masuk ke dalam rumah tua tak berpenghuni di pinggir kerajaan. Agak jauh dari pemukiman desa.
Suara berisik dari jangkrik dan dedaunan yang basah, menambah aksen mistis dari tempat itu.
Rumah yang kosong tak berpenghuni. Serta terlihat hancur itulah tempat mereka tinggal sekarang selama berada di sini.
"Aku pulang."
Gempa melangkah masuk ke dalam rumah. Lalu suara yang terdengar bahagia itu selalu masuk dalam telinganya acap kali ia kembali dari suatu tempat.
"Gempa~"
Taufan memunculkan kepalanya saat menemukan manusia kesayangannya itu pulang berbelanja. Ia langsung menghampiri Gempa dan memeluknya. Walaupun tubuh Taufan lebih tinggi beberapa centi, Gempa sudah terbiasa dengan perlakuan ini.
Semenjak hari ketika mereka kabur. Taufan memang entah kenapa makin lengket ke dirinya.
Taufan juga makin jarang berbicara. Kata yang ia dengar sehari-hari juga hanya ketika Taufan menyebutkan namanya. Selain itu, Taufan hanya menggeleng atau mengangguk ketika ditanyai.
Gempa tidak mengerti alasan Taufan seperti itu. Mungkin saja, Taufan belum terbiasa untuk sering-sering berbicara.
Gempa terkekeh, mengelus pucuk rambut Taufan yang lembut. Ia lalu masuk makin dalam ke rumah dan menemukan yang lainnya tengah duduk santai, sepertinya tengah bercerita.
Gempa ikut duduk di sana termasuk Taufan. Gempa menaruh belanjaannya tadi di tengah-tengah.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Gempa.
"Hanya berbincang mengenai hobi," balas Thorn. Blaze membuka bungkusan itu dan menemukan kue-kue di sana. "Wah asik, kue!"
Gempa terkekeh canggung. "Maaf ya, aku hanya bisa beli itu."
Tidak salah, mereka memang sedang sekarat uang sekarang. Mereka datang ke kerajaan ini tanpa persiapan apa-apa. Mereka bahkan tidak punya sepeser uang pun untuk bertahan hidup di sini.
Halilintar berinisiatif ke hutan untuk mencari kayu bakar dan menjualnya. Taufan terkadang pergi di pagi hari dan kembali di siang atau sore hari dengan membawa buruan. Gempa dan Thorn biasanya mencari tanaman obat untuk dijual di toko obat-obatan. Lalu Blaze, Ice dan Solar akan di rumah untuk menjaga barang-barang mereka.
"Tidak apa-apa, Gempa." Halilintar mencoba membujuk adiknya. Lalu memakan kue yang dibawakan oleh Gempa.
Hanya Taufan yang tidak makan, karena dia tidak memakan kue. Lagipula ia bisa makan hasil buruannya sendiri setiap kali berburu. Lalu buruan lainnya bisa di gunakan untuk mereka makan. Atau terkadang di jual ke pedagang daging.
Omong-omong Taufan sudah berhasil menyembunyikan energinya untuk menghilangkan ekor dan tanduk. Ice bilang, baunya juga tidak ada. Dan ini sudah hari ketiga, Taufan masih bertahan dengan wujudnya.
Melihat mereka semua makan. Taufan hanya bisa menduselkan kepalanya pada Gempa. Seperti anak kucing, Gempa hampir tertawa.
"Ada apa?" tanya Gempa dengan lembut. Taufan menggeleng, masih menempel dengan Gempa. Taufan memang seperti ini, bahkan Halilintar sudah terbiasa melihatnya.
"Lapar, hm?" tanya Gempa lagi, dengan tangan terjulur mengusap surai coklat itu. Taufan hanya menggeleng, lalu berbaring di pangkuan Gempa.
"Wajahnya agak pucat ya," tutur Solar. Taufan menyembunyikan wajahnya dengan menghadap perut Gempa. Entah apa yang ia lakukan tapi Gempa tidak merasa terganggu.
"Mungkin menyembunyikan energi itu membuatnya lelah, lagipula energi itu penting untuk iblis, kan?" Ice berbicara di sela-sela kunyahannya.
"Eh tapi, dia takkan mati kan?" Blaze terlihat menelan makanannya dengan wajah horor. "Kan gak lucu semisal dia tidur, gak bangun lagi."
Blaze lantas mendapat pukulan dari Thorn. "Ucapan Blaze jahat." Blaze lalu menggumamkan kata maaf sembari terkekeh canggung.
"Tapi kadang aku berpikir. Yang kita lakukan ini, nggak salah kan?" ujar Solar tiba-tiba. Dia sontak mendapat tatapan penasaran dari yang lainnya. "Habisnya, kita membawa Taufan sekarang untuk memperbaiki segel dan menyelamatkan umat manusia."
Mendengar itu, Gempa hanya bisa memasang wajah sendu. Tangannya bergerak mengusap kepala Taufan yang berada di pangkuannya. Dengkuran halus terdengar, sepertinya Taufan tertidur lagi.
"Gempa, kau tidak berniat membawa Taufan selamanya, kan?" Halilintar menatap adiknya itu dengan tampang serius. Lantas mulut Gempa terasa kaku, hatinya terasa sakit.
Bukannya ia jahat hingga mau mengorbankan satu dunia demi bersama Taufan. Tapi bukankah mengorbankan Taufan demi keselamatan satu dunia itu juga jahat?
Mereka mungkin tidak mengerti perasaan Gempa. Di saat pikiran Gempa itu bingung antara harus membenci iblis mati-matian seperti kakaknya, karena kedua orang tuanya dibunuh oleh iblis. Di sisi lain, ia sadar bahwa iblis itu sama saja seperti manusia.
Dan Taufan muncul di hadapannya. Mengubah persepsinya tentang takdir yang tidak bisa diubah. Tentang takdir yang hanya akan terus berjalan seperti itu saja. Kali ini, takdir membuatnya memilih untuk membawa Taufan ke rumah dan membuatnya merasakan banyak hal akhir-akhir ini.
Padahal waktu belum berlalu sebulan sejak ia menemukan Taufan. Namun, seolah telah berjalan lama sekali.
Entahlah, di pikiran Gempa. Ia hanya ingin Taufan juga hidup bersamanya. Seperti bersama dengan kakak dan sepupu-sepupunya yang lain.
"Entahlah." Gempa menunduk. Manik emasnya tidak berani menatap manik ruby sang kakak. Mereka yang berada di sana pun saling bertatapan. Seolah tahu pilihan Gempa pada akhirnya.
Ya, Gempa pasti akan menjadi salah satu orang yang berperan untuk membuka kembali segel. Dan membuat dunia berada di ambang kehancuran.
.
.
.
Langit mulai menunjukkan sore hari akan segera tiba. Taufan duduk diam di ranting pohon. Hari ini berburunya cukup banyak. Dia menemukan dua rusa liar yang berkeliaran dan menangkapnya.
Ia pernah sekali membawa beruang hutan. Namun Gempa memarahinya. Katanya, beruang tidak untuk dimakan.
Lantas beruang gunanya untuk apa?
Apa mungkin Gempa takut makan beruang? Karena beruang lebih besar dari dirinya?
Taufan menghela nafas. Ia tidak banyak bicara akhir-akhir ini. Mencoba menghemat energi katanya. Nyatanya, berburu lebih menghabiskan banyak energi.
Yang bisa ia lakukan di sini hanya tidur dan berburu. Lalu makan daging, entah daging rusa atau mungkin beruang. Kalau bertemu dinosaurus, mungkin ia akan memakannya juga.
Sebenarnya Taufan tidak terlalu berbeda dengan iblis lainnya. Selain dia sama-sama iblis. Sebenarnya, ia juga memakan manusia. Jangan tanya siapa yang telah ia makan. Saat itu ia hanya tidak sadar, dan itu juga bukan kemauannya.
Karena hal itulah dia di sebut sebagai iblis khusus yang cacat. Ia lebih dominan ke iblis daripada manusia. Namun siapa sangka iblis cacat sepertinya malah menjadi satu-satunya iblis yang tersisa dan menjadi satu-satunya harapan umat manusia.
"Hei, apa yang sedang kau lakukan di sana?"
Taufan menoleh, menemukan pria asing dengan badan kekar di sana. Taufan langsung melompat turun.
Pria itu melihat dua ekor rusa yang menjadi jarahan Taufan. "Wow, kau menangkap dua rusa liar itu sendirian?" Ia melihat takjub. Lalu menjawab tangan Taufan. "Perkenalkan, aku Tarung."
"Taufan."
"Namamu menarik. Omong-omong sepertinya kau bukan orang dari sini, ya kan?"
Taufan menggeleng. Pria bernama Tarung itu menepuk pundak Taufan dengan semangat.
"Kulihat kau hebat sekali bisa berburu rusa ini. Mau bertukar?"
Taufan memiringkan kepala. Mencoba mencari tahu mengenai sesuatu yang ingin ia tukar dengan rusa miliknya.
.
.
.
"Taufan belum kembali?"
Gempa membawa pakaian yang ia cuci di sungai untuk di keringkan. Melihat ke sana-kemari, ia tidak menemukan iblis biru itu di manapun.
"Entahlah, mau aku cari?" Blaze menawarkan diri. Tapi Gempa langsung menolak. "Jangan, sudah mulai gelap, berbahaya."
Blaze hanya balas mengangguk. Lalu kembali duduk di dekat Thorn yang sedang merapikan tanaman obat di kotak.
Tak lama, Halilintar kembali dengan banyak kayu bakar yang ia temukan di hutan. Ia lantas melihat ke sana-kemari seperti yang di lakukan Gempa. "Mana iblis itu?"
"Dia belum kembali."
"Hari sudah mulai gelap," tutur Solar sembari membersihkan kacamatanya. "Biasanya dia takkan pulang selarut ini."
Ice mengangkat bahu. "Karena dia menyembunyikan energinya, aku jadi tidak bisa lagi mencium aromanya."
Memang benar. Jika Taufan dalam mode iblisnya. Ice bisa dengan mudah tahu letak Taufan berada. Namun berbeda untuk kasus kali ini.
Terdengar suara langkah kaki terburu-buru datang ke arah mereka. Mereka semua langsung menoleh ke arah pintu. "Taufan?"
Pintu di gedor. Halilintar yang berada paling dekat pun memutuskan untuk membuka pintu.
Mereka dikejutkan dengan seseorang berjubah yang jatuh di hadapan mereka. Mereka langsung was-was. Seingat mereka, Taufan tidak pernah memakai jubah, yang artinya, ini orang lain.
"Siapa kau?" Halilintar berdiri menghalangi sepupu-sepupunya di belakang. Orang itu menetralkan nafasnya. Lalu membuka tudungnya.
"T-tolong! Kerajaan ... kerajaan dalam bahaya!"
"Fang?!"
Dan inilah momen yang paling di takuti Gempa.
Seolah keberadaan Taufan akan menghilang saat ia mengedipkan mata. Kejadian yang akan merenggut Taufan darinya.
Segel, akan segera digunakan.
.
.
.
***tbc***
A/n:
Taufan pernah memakan manusia? Kira-kira siapa ya?
Kerajaan dalam bahaya.
Lalu, apa yang harus mereka lakukan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top