Chapter 23

Taufan membuka mata. Mendapati langit terang berwarna biru yang ditutupi oleh daun pepohonan yang rindang. Ia menutup matanya silau, mencoba untuk mengingat-ingat kejadian sebelum ia tertidur.

Malam itu, ia mencoba menetralkan kekuatannya seperti yang Ocho bilang. Lalu ia berhasil. Mungkin karena itu ia merasa lelah. Energinya jadi tersembunyi seperti itu.

Ia merasa akan mulai lelah seperti para manusia sekarang. Ia harap takkan menua terlalu cepat.

Meski seharusnya ia tahu bahwa ia akan mati bahkan belum sempat memiliki jerawat di wajahnya.

"Aku berhasil."

"Berhasil apa?"

Suara Gempa yang menggemaskan itu muncul. Taufan menyingkirkan tangannya. Menatap wajah Gempa yang berada beberapa centi di atasnya. Manik emasnya terlihat berkilat.

"Berhasil mengendalikan energiku untuk menyembunyikan tanduk dan ekor," ujarnya. Diselingi dengan batuk setiap selesai berbicara. Taufan belum terbiasa berbicara begini. Tenggorokannya terasa gatal setiap ia mengucapkan kata-kata.

"Benarkah? Kalau begitu cobalah." Gempa menjauh. Taufan mengubah posisi menjadi duduk.

Kini mereka semua yang ternyata sudah bangun pun menatap ke arah Taufan. Menunggu dan tanpa sadar berharap Taufan akan menyelesaikan latihannya dengan singkat.

Tak mau membuat mereka menunggu lama. Taufan memejamkan mata, fokus menyimpan semua energinya dalam satu tempat tersembunyi di dalam tubuh.

Tak cukup lama hingga tanduk yang berada di kepala Taufan pun berangsur menghilang. Diikuti dengan ekornya juga yang menghilang. Taufan membuka matanya. Ia benar-benar terlihat seperti manusia sekarang.

Ice tersentak. "Aroma iblisnya, menghilang."

Blaze terpukau, begitu juga dengan Duri. Solar menatap kagum. Dan Halilintar justru mengangguk senang. Gempa bahkan terlihat berbinar. "Kau berhasil, Taufan!"

Taufan tersenyum balik ketika melihat Gempa memberikan senyum padanya. "Aku berhasil Gem-"

Ucapan Taufan terpotong karena tiba-tiba saja ia mengalami rasa kantuk yang sangat berat. Gempa sontak melotot saat Taufan kehilangan keseimbangannya. Sebelum menghantam tanah, Halilintar yang refleks pun menangkap Taufan dan membaringkannya pelan ke tanah.

Mereka semua langsung bergerumun di dekan Taufan. Suara dengkuran halus terdengar, ternyata Taufan kembali tertidur.

Ice mengernyitkan dahi. "Aroma iblisnya kembali."

Mereka bisa melihat ekor dan kedua tanduk yang kembali muncul.

Solar menopang dagu dengan wajah serius. "Sepertinya karena dia menyembunyikan energi iblis itu sendiri, dia menjadi tidak memiliki energi sama sekali dan berakhir tertidur seperti itu."

"Berarti, itu belum sepenuhnya berhasil ya?" tanya Duri. Solar tersenyum, mengelus kepala kakaknya itu dengan lembut. "Ya, dia masih harus melatih agar tidak segera tertidur ketika menyembunyikan energi iblis miliknya."

"Itu pasti akan sangat sulit," sahut Blaze dengan raut cemas. Taufan sebenarnya sudah cukup hebat untuk mencapai level ini ketika sekali mencoba. Tapi belum tentu yang selanjutkan akan demikian.

"Kita akan sampai di kerajaan utara kira-kira 2 hari lagi. Taufan harus menyempurnakannya sebelum itu." Halilintar kembali ke tempatnya. Mengambil sebotol air yang tadi diambil Duri di sungai, lalu meneguknya karena kehausan.

Gempa mengangguk mengerti. Ia menyingkirkan poni Taufan yang menghalangi wajah. Membiarkan wajah pucat itu tersinar dengan sinar matahari pagi.

"Aku akan cari buruan untuk makan nanti, Blaze ikut aku! Yang lainnya tetap di sini." Halilintar berdiri dari duduknya. Blaze selaku sepupunya pun segera menuruti Halilintar.

"Hati-hati." Lambai Duri. Blaze membalas lambaiannya sebelum akhirnya mereka berdua hilang di antara pepohonan.

Solar menghela nafas panjang. Mengambil tempat duduk tepat di samping Taufan yang tengah tertidur. Memperhatikan, berusaha mencari cara untuk mempercepat Taufan mempelajari cara itu. Berpikir berapa kali pun, semua buku yang ia pelajari tentang iblis itu tidak ada satu pun yang memberitahu soal ini.

Sepertinya bahkan Ocho lebih mengenal iblis dari siapapun.

Bukannya sudah tak membenci. Ia jelas masih membenci Ocho yang melukainya hingga sekarat waktu itu. Mau apapun alasannya, seharusnya membicarakannya dengan dirinya jelas lebih efektif. Daripada melakukan hal jahat seperti itu.

"Solar mau tidur lagi?" Duri mendekati adik tirinya, berjongkok di sampingnya. Solar menggeleng, "Aku cuma mau duduk di sini."

Gempa mengambil botol-botol air yang kosong. "Duri, bisa bantu aku mengambil air di sungai?"

"Heee? Tapi bukankah tadi Kak Hali menyuruh kita untuk tetap di sini?" Duri memiringkan kepala dengan dahi berkenyit. Gempa terkekeh, "Tidak apa, hanya mengambil air kok, sungainya di dekat sini juga kan?"

Setelah berpikir lama, Duri memutuskan untuk mengikuti Gempa saja. Lagipula Gempa benar, sungainya tidak terlalu jauh dari sini.

"Kalau begitu, Solar, Ice. Tunggu di sini bersama Taufan ya." Gempa menitipkan Taufan pada Ice dan Solar yang berada di sana. Solar mengangguk, "Ya, pergilah."

Gempa pun pergi bersama Duri. Dan kini yang tersisa di sana hanyalah Taufan, Ice dan Solar.

Yah, bisa di bilang Solar penasaran akan beberapa hal.

"Ice," panggil Solar. Ice yang saat itu duduk sambil memejamkan mata pun menoleh ke Solar. "Apa?" sahutnya.

"Menurutmu, bagaimana ini semua akan berakhir?"

Ice mengernyitkan dahi. Mencari tahu maksud Solar menanyakan hal seperti ini. Melihat ke wajahnya pun, Ice masih tidak mengerti maksud sepupu kaya rayanya itu.

"Apa maksudmu?"

"Yah, kau tau." Solar mengendikkan bahu. Sedikit melirik Taufan yang tertidur. "Bagaimana nasib kita setelah semua hal ini selesai."

Ice mengangguk paham. Ia melihat ke tanah, mencoba mencari jawaban. "Entahlah, mungkin saja Taufan akan menjadi segel dan kita pulang ke rumah."

Solar tertawa menanggapi pernyataan itu. "Pikiranmu sangat simpel ya, Ice."

Ice hanya mendengkus. Tidak berniat menjawab pertanyaan dari Solar lagi.

Solar lanjut berbicara sendiri. "Menurutku, ini takkan berakhir seperti itu."

Ice merasa sedikit penasaran. Meski sepupu, mereka memang awalnya sudah tidak dekat. Meski begitu, ia ingin tahu isi pikiran sepupunya itu. "Maksudmu?"

"Kau tahu kan jika kak Gempa benar-benar menyayangi Taufan? Bagaimana jika Taufan gagal menjadi segel karena Gempa menghalangi?"

Solar ada benarnya. Ice mau tak mau pun setuju juga. Semua takkan berakhir sesimpel itu. "Kalau pun Taufan berhasil menjadi segel, apa nantinya yang akan terjadi pada kak Gempa?"

"Apa menurutmu dia akan mencari cara untuk mengambil Taufan kembali?"

Ice melotot. "Jika cara itu benar ada, kemungkinan segel akan kembali terbuka."

Solar tersenyum picik. "Lantas, apa yang akan kau lakukan, Ice?"

Terjebak sudah. Pertanyaan itu sedari tadi seolah di suruh memilih.

Antara mengorbankan Taufan atau tidak membiarkan Taufan menjadi segel.

"Iblis seperti Taufan untuk menjadi segel hanya tersisa dia kan?" Ice berucap lirih. Meski begitu, Solar masih dapat mendengarnya dengan jelas. "Aku ... aku akan-"

"Kami kembali!~" Suara Duri yang ceria itu memecahkan suasana yang mencekam. Pemuda bermanik zamrud itu meloncat-loncat sembari membawa botol berisi air.

Gempa juga muncul, dengan botol-botol air lainnya. Ia tersenyum, "Tidak terjadi apa-apa, kan?"

Solar menggeleng sambil tersenyum, seolah tidak terjadi apapun. "Tidak ada."

Ice masih terdiam. Mengeratkan pelukannya pada selimut tebal yang mereka bawa. Ia menyembunyikan wajahnya, merasa kesal.

Tanpa Ice ataupun Solar ketahui. Taufan sedari telah terbangun dan mendengar semua percakapan mereka berdua.

.

.

.

Angin berhembus di malam hari. Api unggun terlihat menari-nari. Mereka berkumpul mengelilingi api unggun di tengah-tengah.

Mereka telah berjalan cukup jauh hari ini. Istirahat di malam hari itu sangat penting.

Mereka berada di gua. Terlalu beresiko jika menyalakan api unggun di dalam hutan. Asap tebal dari api unggun seolah akan menjadi kode untuk mengundang orang datang. Jadi mereka mencari jalan aman.

Taufan lagi-lagi menempel ke Gempa. Matanya terpejam, seolah lelah dengan banyak hal.

Padahal, ia sedang berbincang dengan seseorang melalui telepati.

"Hei, Reverse."

Cukup lama hingga terdengar jawaban dari sana.

"Oh astaga, ini sangat langka karena kau menghubungi ku duluan."

Suara di sana seolah benar-benar terkejut dan bangga. Taufan berdecak kesal, membuat Gempa di sebelahnya terkejut.

"Ada apa Taufan? Kau kedinginan?" Gempa mengambil selimut di sebelahnya dan menempelkannya di tubuh pemuda iblis itu.

Yang lain pun terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing.

Tawa terdengar di ujung sana.

"Jadi, ada apa? Kau menghubungiku pasti karena ingin sesuatu, kan?"

Tentu saja Reverse sangat benar. Jika tidak ingin sesuatu, Taufan juga sangat ogah menghubungi iblis bangsawan satu itu. Tapi ia memang ingin bertanya satu hal.

"Apa energi mu ini bisa untuk membuat seseorang melupakan ingatannya?"

Lagi-lagi terdengar tawa yang cukup besar. "Mau apa? Kau mau membuat Gempa kehilangan ingatannya tentangmu?"

Meski kesal, tapi Reverse benar. Ia hanya berdehem sebagai jawaban.

"Kenapa? Apa kau takut dia tidak bisa move on darimu?"

"Bukan begitu!"

Jeda terjadi selama beberapa detik. "Aku bisa menghapus semua ingatan tentangmu darinya, tapi aku harus dekat dengan orangnya dahulu. Aku mana bisa menggunakan kekuatan sejauh ini."

"Benarkah? Pantas saja kualitas suara mu di sini jelek."

"Kemari Taufan kalau ngantuk, tidurlah." Gempa menggeser tubuhnya. Menyuruh Taufan untuk berbaring dan tidur saja sebab sedari tadi Taufan menutup matanya.

Taufan menurut. Membaringkan tubuhnya di tempat yang telah disediakan Gempa. Lalu kembali menutup matanya untuk lanjut berkomunikasi.

"Kenapa dia? Akhir-akhir ini hanya diam." Halilintar merasa heran. Menatap adiknya yang kini berpindah duduk ke sampingnya. Gempa hanya angkat bahu, tidak tahu juga.

"Mungkin kelelahan," sahut Blaze sembari memakan jatah daging miliknya. Ice makan di sebelahnya dengan tenang. Sedangkan Thorn sendiri tengah menyuapi adiknya itu.

"Aku bisa menghapusnya, dengan satu syarat."

Suara itu kembali ke kepala Taufan.

"Syarat apa itu?"

Tanpa melihat wajahnya pun. Taufan tahu jika Reverse tengah menyeringai.

"Kau harus kembali padaku, sehari sebelum menjadi segel. Biarkan aku melihatmu untuk yang terakhir kalinya, dan akan ku hapus ingatan manusia itu untukmu."

Taufan mengernyitkan dahi. "Hanya itu?"

"Ya, menguntungkan bukan?"

Taufan membuka manik safirnya. Menatap Gempa yang tengah mengobrol dengan yang lainnya.

"Baiklah."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Ngerjain ini sampai molor 3 kali hehe

Nah nah, sesuai pertanyaan Solar. Bagaimana ini semua akan berakhir?

Nah babay~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top