22. Tak Apa
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
📗Takdir📗
-Mereka yang terlihat lebih beruntung, atau kita yang kurang bersyukur-
🌹🌹🌹
Terkadang aku selalu meminta pada Tuhan agar apa saja yang menimpaku juga dirasakan orang lain, hingga akhirnya aku menemukan satu pertanyaan lagi. Kenapa aku dilahirkan?
🌹🌹🌹
I miss you
Hafshah melempar ponselnya ke atas kasur. Beberapa detik kemudian kedua matanya berair.
Dia kembali?
Hafshah menggelengkan kepalanga. Di saat ia hampir bisa melupakan segala kenangan buruk yang pernah ia lakukan bersama laki-laki itu, kini ia malah kembali dengan sesuka hatinya. Seakan apa yang pernah dilakukan laki-laki itu tidak berdampak apa-apa baginya.
Hafshah menjatuhkan tubuhnya di atas lantai. Masalahnya yang berat saja sudah serasa tak sanggup dipikul, sekarang Afnan justru kembali muncul membawa masalah baru.
Karena pesan yang tak dibalas itu, Afnan malah memilih untuk menelfon Hafshah. Bahkan Hafshah sendiri benar-benar tidak mengerti apa tujuan lelaki berengsek itu kembali muncul
Kenapa nggak angkat telfon aku?
Hai....
Shah ... ayo, angkat. Maafin aku udah ninggalin kamu. Waktu itu aku diajak pindah orangtua aku.
Hafshah. Kamu itu masih pacar aku.
Masih nggak mau balas?
Oke!
Hafshah meraih ponselnya kembali saat pesan whatsapp dari Afnan yang terus menerus. Dalam beberapa detik kedua bola mata Hafshah terbuka lebar. Saat laki-laki berengsek itu memamerkan sebuah foto. Sangat menjijikkan sekali.
Kenapa bisa ia sempat menyimpan foto sebejat itu?
Aku ingin ketemu. Kalau kamu nggak mau, aku bakal sebar foto itu. Aku yakin gimana hebatnya media sosial.
Oke!
Besok aku kirim lokasi ke kamu.
Hafshah mengepalkan kedua tangannga. Laki-laki itu sudah merusak mahkotanya. Sekarang bisa-bisanya ia melakukan ancaman yang tidak pantas sama sekali.
Tidak ada pilihan lain, saat ini ia hanya membutuhkan bantuan dari Adrian.
"Assalamualaikum, Kak." Kata Hafshah saat panggilan teleponnya terhubung pada Adrian.
"Waalaikumussalam. Lho, kamu kenapa nangis?"
"Kak, tolong aku."
"Hafshah, kamu kenapa?" Terdengar suara Adrian yang begitu panik saat mendengar tangisan adiknya itu. Mendadak pikirannya menjadi tidak tenang.
"Kak, Dia kembali kak. Dia ngancem aku."
"Dia? Dia siapa?"
"Afnan."
"Apa yang dia lakuin."
"Dia maksa aku buat ketemu."
"Kapan?" Dari cara bicara Adrian, Hafshah bisa tahu. Bahwa kakaknya tengah memendam marah pada laki-laki itu.
"Besok."
"Tunggu Kakak, besok Kakak bakal ke sana! Kakak yang akan memgantar kamu!"
Hafshah hanya menganggukkan kepala. Sungguh, ia sangat menyesal karena pernah melakukan kesalahan sebodoh itu. Memberikan kesuciannya hanya secara cuma-cuma pada laki-laki yang tak pantas mendapatkannya. Seharusnya, sejak awal ia mengikuti perintah mamanya agar menjauhi hubungan terlarang seperti itu. Memang, tidak semuanya yang berpacaran akan melakukan hal yang seperti itu. Tapi, tetap saja pacaran tidak bisa dibenarkan dan dijadikan patokan untuk memilih jodoh. Pacaran boleh saja asal hal itu dilakukan setelah kedua insan memiliki hubungan yang sudah sah di mata Allah yaitu pernikahan.
Hafshah mengusap pipinya saat Aletta masuk ke dalam kamarnya. Sekarang, apa yang harus ia katakan pada ibunya itu? Padahal mereka baru bertemu setelah belasan tahun terpisah, bagaimana perasaan wanita itu saat tahu kelakuan anak yang ia bangga-banggakan? Apakah ia akan siap menerima seperti mamanya? Atau ibu kandungnya itu justru akan membuangnya karena merasa malu? Entalah, kepalanya sudah cukup sakit.
"Sayang, kamu kenapa?"
Hafshah hanya menggelengkan kepala.
Aletta duduk di samping Hafshah.
"Maafin Ibu ya."
"Kenapa Ibu minta maaf?"
Aletta hanya tersenyum tipis. Rasanya melihat Hafshah sedih seperti ini, ia merasa sangat bersalah karena sudah memisahkan Hafshah dari keluarganya. Tapi, salahkah dia jika ingin berkumpul bersama anaknua sendiri. Jika memang ini adalah tindakan yang egois, lalu apa yang harus ia lakukan? Memgembalikan Hafshah agar anaknya itu bisa bahagia dan membiarkan dirinya sendiri terpuruk dalam kelaraan karena kehilangan anak?
"Maafin Ibu. Ibu udah bikin kamu sedih dan tertekan atas keputusan Ibu. Ibu tahu, Ibu egois karena udah memaksa kamu untuk kembali bersama kami. Tapi bagaimanapun kamu anak kandung Ibu, anak yang selama ini Ibu rindukan." Aletta menghirup udara sebanyak-banyaknya. Sekarang dadanya terasa amat sesak.
"Dulu saat kamu masih ada dalam kandungan Ibu, kita selalu bercerita banyak hal. Kamu paling suka saat kita lagi ngomongin ayah kamu. Di dalam perut Ibu, Ibu bisa merasakan pergerakan kamu yang begitu hangat, kamu tau? Apa yang Ibu rasakan saat itu? Ibu sangat tidak sabar bertemu sama kamu, Hafshah. Memeluk kamu dan berjanji akan memberikan kamu segala kecukupan. Dulu, hidup kita sangat jauh dari kata cukup. Ayah kamu baru di PHK sementara usia kandungan ibu sudah delapan bulan. Bahkan ayah kamu pernah membeli satu bungkus nasi saja, dan itu diberikan pada ibu. Katanya, biar kamu sehat di dalam perut ibu. Kamu tahu? Ayah kamu rela menahan lapar Hafshah. Dia bilang dia kenyang, padahal ibu tau, dia belum makan."
Hafshah bisa mendengar isakan dari mulut Aletta.
"Kami sangat menyayangi kamu, Hafshah. Sangat. Saat kamu ingin lahir, ibu Bidan tidak bisa membantu Ibu, karena saat itu Ibu mengalami pendarahan yang hebat. Ibu harus dioperasi agar kamu bisa selamat. Kalau seandainya Ibu tidak melahirkan di rumah sakit itu, kamu tidak akan pernah tertukar, Hafahah. Tidak akan. Perempuan itu tidak akan mengambil kamu dari Ibu"
Perlahan, Aletta meraih tangan Hafshah.
"Kamu tahu? Gimana perasaan Ibu sebelum ibu tahu kalau anak ibu tertukar? Saat Dokter menyatakan bahwa Aura menderita kelainan jantung dan itu sudah bawaan dari lahir. Rasanya ibu pengen gantiin posisi Aura saat itu. Saat Aura meninggal, ayah itu orang yang paling terpukul. Dia pernah pergi meninggalkan ibu, ibu nggak pernah tahu dia kemana, sampai akhirnya dia kembali setelah merasa tenang."
"Tapi, satu harapan muncul saat kami menerima panggilan telpon dari rumah sakit, mengenai anak kandung Ibu. Hati itu, Ibu sangat bahagia Hafshah."
Aletta hanya bisa menangis saat bercerita itu semua. Sepenggal kisah memyakitkan itu masih kentara di benaknya.
"Ayah kamu memang tidak banyak bicara, Hafshah. Tapi, saat dia tahu kalau kamu tidak bahagia ikut dengan kami. Dia menangis, bayangkan Hafshah. Seorang ayah bisa menangis hanya mendengar penolakan dari putrinya."
"Sekarang, kalau seandainya kamu memang tetap lebih bahagia bersama mereka, ibu...."
Ucapan Aletta terhenti saat itu juga, sebab ia merasakan Hafshah langsung memeluknya dengan erat. Pelukan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Cukup, Bu. Cukup, jangan ngomongin itu lagi." Hafshah menangis terisak.
"Aku nggak bermaksud untuk menolak, Bu. Aku cuma manusia biasa, wajar aku kaget saat aku mengalami ini semua. Tujuh belas tahun bukan waktu yang singkat untuk aku hidup sama mereka. Apalagi ibu meminta aku untuk ikut secara mendadak. Mungkin kemarin aku salah, aku tau itu. Tapi sekarang aku sadar, aku nggak hisa egois, aku juga harus mikirin ibu. Ibu aku yang udah lama ngerinduin aku." Tangan Hafshah terangkat, dihapusnya air mata Aletta.
"Maafin aku, Ibu. Aku mohon, ibu jangan nangis."
"Ibu cuma pengen kamu nerima keberadaan ayah aama Ibu, Nak. Ibu cuma ingin tidur membelai dan memeluk kamu."
"Ibu dengarin aku baik-baik. Apa pun yang terjadi aku janji. Aku nggak akan ninggalin ibu kecuali ibu yang minta."
Bauklah, tak apa. Hafshah akan berusaha untuk merasa nyaman di sini. Bagaimanapun ia tidak akan menambah penderitaan ibunya lagi.
🌹🌹🌹
Bersambung
Peluk jauh Dimchellers_17 duh Hafsha ketinggalan jauh dong hihihi mkasih yg udah setia lada Hafshah :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top