16. -Kecurigaan-

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

  📗Takdir📗
-Mereka yang terlihat lebih beruntung, atau kita yang kurang bersyukur-

🌹🌹🌹

Jauhilah rasa dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Menang jadi arang kalah pun hanya jadi abu

🌹🌹🌹

Hafshah kembali mendekati Nadiya yang sedang berada di samping masjid. Gadis itu bersembunyi di balik tembok sambil memperhatikan gerak-gerik Meda. Walau sedikit ada yang janggal, tapi Hafshah tidak terlalu mementingkan.

"Lho, kok kakak balik ke sini."

"Maaf Nadiya. Aku nggak bisa lakuin hal sekeji itu. Aku tau Meda emang udah keterlaluan. Tapi aku nggak akan balas dia dengan hal yang kotor juga. Sebenci-bencinya aku sama dia. Aku masih punya hati yang bisa aku kendaliin. Gimanapun, Meda pernah jadi sahabat lagi."

Kening Nadiya berkerut bingung, kenapa jadi begini?

"Lho tapi Kak."

"Nadiya. Makasih kamu udah mau bantu aku, tapi maaf aku nggak bisa fitnah Meda. Kalau kamu emang punya rencana sendiri buat hancurin Meda, silakan. Aku nggak bakal halangin,"

Kedua tangan Nadiya terkepal di sisi tubuh. Ia kesal berkali-kali lipat saat ekspektasi tak sesuai kenyataan. Lagi-lagi niatnya untuk menghancurkan Meda kembali gagal. Tapi, apa yang membuat Hafshah tiba-tiba berubah dalam sekejab? Bukankah ia sudah setuju?

"Tapi kenapa kakak bisa berubah pikiran secara mendadak."

Hafshah hanya menggelengkan kepala. Setelah itu berlalu meninggalkan Nadiya yang masih diam.

"Hafshah, tunggu."

Seketika langkah Hafshah terhenti.

"Rifki?"

Kening Hafshah berkerut bingung.

"Maaf tadi aku nggak sengaja dengar pembicaraan kamu sama Nadiya. Bukannya aku bermaksud ikut campur sama urusan kamu. Tapi, lebih baik kamu nggak usah berteman terlalu dekat dengan Nadiya."

"Kenapa?"

"Saat isu tentang kamu yang sempat memanas kemarin, aku diam-diam mencari tahu siapa yang sudah menyebabkan kericuhan itu. Kamu pasti tahu Aini, dia adalah adikku dari ayah yang sama."

"Jadi kalian saudara? Kok Aini nggak pernah cerita."

Rifki hanya tersenyum tipis.

"Itu tidak penting, yang jelas aku sudah mendapatkan sedikit infomasi. Aku harap semoga ini bermanfaat untuk kamu. Nadiya itu sangat pandai bermain drama, Aini sudah menemukan siapa yang pertama kali menyebarkan isu itu sampai memanas seperti kemarin. Namanya Sinta, dia anak kelas sepuluh. Menurut pengakuan Sinta dia mendengar kabar itu dari Nadiya, Nadiya bilang dia mendengar sendiri pembicaraan kamu dengan Meda saat di dalam kamar."

Kedua bola mata Hafshah membulat kaget. Jadi? Apa itu artinya bukan Meda yang melakukannya?

"Aini sempat bilang, Sinta yang pendiam itu sempat mendapat ancaman. Dia menyuruh Sinta agar Sinta seakan mendengar pembicaraan Meda dengan Nadiya. Sampai-sampai Sinta yang menyebarkan. Padahal itu semua murni perintah dari Nadiya."

Hafshah masih bergeming. Jadi, untuk apa Nadiya tega melakukan ini semua? Padahal semala ini ia tidak pernah menyinggung perasaan Nadiya. Tapi kenapa gadis itu malah tega merusak semuanya? Sampai-sampai membuat hubungannya dan Meda menjadi retak.

"Mungkin kamu hanya dijadikan alat untuk menghancurkan Meda. Aku tidak terlalu banyak tahu apa permasalahannya dengan Meda. Tapi karena kemarin itu menyangkut kamu, aku dan Aini berusaha untuk menolong kamu."

"Aku nggak nyangka, kalau Nadiya bisa kayak gitu."

"Yasudah begini saja. Sekarang kamu kembali. Tapi jangan kasih tau Nadiya. Bersikap biasa saja, seakan dia anggap kamu nggak tau apa-apa. Perbaiki hubungan kamu sama Meda. Nanti saat waktu yang tepat, kalian bisa menyelesailan masalah kalian dengan Nadiya."

"Makasih ya, Rifki. Aku boleh tahu apa alasan kamu mau bantu aku sampai kayak gini."

"Karena kamu teman adikku." Rifki hanya tersenyum tipis. Walau sebenarnya ada maksud yang lain. Tapi biarlah, Rifki akan memberi tahunya saat nanti diwaktu yang sudah tepat. Ada yang bertanya bahkan mengetahui kenapa dengan Rifki? Ya, jawabannya karena cinta.

"Yasudah, sekarang kamu balik kasih alasan yang menurut kamu mashk akal."

Hafshah menganggukkan kepala. Kemudian berlalu begitu saja.

☘☘☘

Hafshah memasuki kamar, saat itu ada ketiga sahabatnya. Meda sedang duduk di atas kasur sambil  membereskan masker-masker yang sepertinya baru datang dan di ambil dari kantor ustadzah Windy. Gladys dan Syahlaa duduk di atas tempat tidur Meda. Memperhatikan masker-masker Meda yang sangat menggoda.

Meda sama sekali tidak menoleh, pantas saja selama ini ia selalu cuek. Karena ia sama sekali tidak pernah melakulan kesalahan. Ini semua murni kesalah pahaman.

Hafahah yang sudah terlanjur menangis malah berjalan cepat mendekati Meda, lantas memeluk Meda dengan erat. Meda yang bingung malah dibuat kaget.

"Maafin aku Meda, maafin aku. Aku udah salah paham sama kamu."

Meda masih diam.

"Aku udah tau semuanya. Ternyata ini semua salah Nadiya. Benar kata Gladys dan Syahlaa, aku cuma dimanfaatin. Nadiya benar-benar udah kelewatan Meda. Asal kamu tahu, dia yang udah manas-manasin aku sama bukti palsu yang dia bikin sendiri."

"Tunggu-tunggu maksud kamu?"

Meda melepaskan pelukan Hafsha. Hafshah yang menangis terisak menghapus igusnya sembarangan dengan mukena.

"Tuh kan benar!" Kata Syahlaa tak kala kesalnya.

"Nadiya bilang sama aku kalau kamu yang cerita sama dia di kantin. Tapi tadi kata Rifki nggak kayak gitu, Rifki sama Aini.udah cari kebenarannya, dan yang sebarin pertama kali itu namanya Sinta. Dia di suruh sama Nadiya. Tujuannya itu supaya bikin kamu hancur. Aku mau cerita satu lagi, waktu aku masih di rumah, Nadiya datang. Dia bilang sama aku kalau dia mau balas kamu karena udah sakitin aku, aku pikir dia tulus ternyata lagi-lagi dia manfaatin aku supaya kamu bisa keluar dari sini. Dia suruh aku buat jebak kamu sama Binar supaya kamu di keluarin."

Entah bagaimana caranya Hafshah bisa berbicara sepanjang itu dalam rinci yang tepat. Mungkin itu semua terjadi karena emosi yang sudah menumpuk.

"Maafin aku, maafin aku. Aku udah nampar kamu, kalau kamu mau balas boleh."

Meda tersenyum kemudian membawa Hafshah ke dalam pelukan.

"Lupain aja,"

"Aku udah bilang sejak awal, kamu nggak pernah mau percaya."

Gladys menganggukkan kepala setuju dengan Syahlaa.

"Terus sekarang gimana. Nadiya ini udah kelewatan! Apa besok kita samperin aja? Seenggaknya kita tau kenapa dia senekat itu buat bikin Meda dikeluarin dari sini."

"Jangan, Dys. Kata Rifki kita bersikap seakan kita nggak tau. Jadi dengan gitu kita bisa tau, tujuannya apa."

"Udalah Hafshah, nggqk usah ditanggepin. Anggap aja angin lewat."

"Tapi dia udah kelewatan lho Med. Udah nyenggol geng micin kita, udah bikin kalian berdua nggak aku."

Meda hanya mengangkat bahu acuh. Sungguh ia sama sekali tidak peduli dengan sikap Nadiya.

"Sekali lagi aku minta maaf ya, Meda."

"Iya, Haf."

###

Nadiya kena batunya :v

Oke, sudah dulu yaaa. Peluk jauh @Dimchellers_17

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top