13. Hanya Kata Maaf
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
📗Takdir📗
-Mereka yang terlihat lebih beruntung, atau kita yang kurang bersyukur
🌹🌹🌹
Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku
-Umar bin Khattab-
🌹🌹🌹
Hafshah melangkahkan kaki dengan gontai. Sejak beberapa waktu ini Hafshah tidak banyak bicara pada kedua orang tuanya. Ia tahu, kesalahan yang telah membuat keduanya kecewa tidak mudah dimaafkan. Mungkin lebih tepatnya tidak bisa dimaafkan.
Permintaan untuk berhenti melanjutkan pendidikan pun tidak ada respons lagi, seakan mereka setuju bahwa Hafshah bebas dengan kemauannya. Ingin sekolah agau berhenti begitu saja.
Hafshah masuk kedalam Caffe shop yang tak jauh dari rumahnyan. Di sini, ia akan bertemu dengan kedua sahabat lamanya, Clara dan Bella. Mungkin, mereka berdua bisa memberikan solusi untuknya. Terkadang dalam pikirannya terlintas untuk pergi sejauh mungkin, mengubur segala masa lalu buruk dan kembali di saat sudah menjadi orang yang sukses. Mengganti kekecewaan Tiara dan Tristan menjadi kebanggaan. Namun, apakah dia sanggup mewujudkan itu?
Tidak lama setelah memesan minuman, Hafshah melihat kedatangan Clara dan Bella. Sungguh, rindu yang teramat mendesak dada. Hampir 3 tahun Hafshah tidak pernah bertemu dengan mereka. Semuanya berubah seakan bertemu dengan orang baru.
"Hafshah, gue kangen banget." Clara langsung memeluk Hafshah. Disusu oleh Bella.
"Betah banget tiga tahun nggak ketemu kita. Kita pikir kamu itu udah lupain kita."
"Maaf, ya."
"Nggak apa-apa. E tapi Haf, kamu makin bening aja deh. Keliatan, gara-gara nggak pernah keluar makin keliatan putih."
"Apaan sih, biasa aja." Hafshah terkekeh pelan.
Ternyata teori itu benar adanya. Di saat kita sedang terpuruk karena kesedihan sahabat terbaik mampu membuat kita tersenyum dengan hal yang tak oernah terduga.
"Gimana, kamu nyaman di sana? Teman-teman kamu pada baik?" Kali ini pertanyaan itu keluar dati mulut Bella.
"Humm..."
"Kenapa?"
"Banyak banget yang pengen aku ceritain sama kalian berdua."
"Kenapa?"
Hafshah mengembuskan napas pelan.
"Juju di sana emang aku senang banget. Aku menemukan apa hang nggak pernah aku temuin selama ini. Yaitu ketenangan hati dan keikhlasan. Tapi...."
"Tapi apa?"
"Aku keliru memilih satu orang teman. Orang yang aku pikir bisa jaga semua rahasia aku. Tapi ternyata dia berkhianat. Padahal aku nggak pernah merasa punya masalah sama dia."
"Berkhiat gimana maksud kamu?"
"Ini tentang aku sama Afnan. Kalian tahu apa alasan aku mau masuk ke pesantren itu?"
Bella dan Clara hanya menggelengkan kepala. Sementara Hafshah merasa ini bukanlah suatu rahasia besar lagi. Jadi biarlah Bella dan Clara ikut tahu masalah ini.
"Aku pernah lakuin kesalahan sama Afnan. Saat dulu aku pacaran sama dia, kami ngelakuin hubungan terlarang." Hafshah menundukkan kepala.
Clara dan Bella tidak bisa menyembunyikan keterkejutan.
"Apa?"
"Kalian lakuin itu?" Tanya Clara memastikan. Dibalas anggukan dari Hafshah.
"Setelah itu Afnan pergi ninggalin, lo?"
"Iya. Saat itu nggak ada satu orang pun yang tau. Aku merasa bersalah banget sama orang aku, aku nggak mau bikin mereka kecewa dan aku memilih untuk nerima masuk ke psantren itu."
Hafshah menghiru udara sejenak.
"Sampaibaku cerita sama salah satu teman aku, aku pikir dia seperti kalian. Sahabat yang nggak akan pernah khianatin aku. Tapi nyatany kemarin dia beberkan semuanya. Aku dipermaluiin sama semua santri yang ada di pesantren. Kalian bayangin, giman malunya aku saat itu."
"Astaga, Haf. Benar-benar kurang ajar itu perempuan. Apa dia nggak bisa mikirin gimana perasaan lo kalau dia bongkar aib lo. Sumpah gue nggak terima lo dipermaluin kayak gitu sm dia. Apalagi si Afnan, bisa-bisanya dia pergi ninggalin lo seenaknya." Clara berdecak kesal. Clara akui, dia memang bukan sahabat terbaik, tapi ia tidak bisa menerima jika sahabatnya disakiti oleh orang lain.
"Terus sampai sekarang Afnan nggak pernah ngabarin kamu?" tanya Bella canggung. Hafshah hanya merespon dengan gelengan kepala.
"Aku udah nggak peduli lagi. Semuanya udah terjadi dan aku nggak bakal pernah mau cari dia lagi. Pertemuan aku sama Afnan tidak semuanya adalah kesalahan. Tapi itu udah menjadi bagian dari takdir hidup aku. Sekarang aku cuma bingung. Aku harus lanjutin sekolah di sana dengan nutup kuping dari semua hinaan, atau berhenti dan nggak ngelanjutin pendidikan aku lagi."
Clara mengangkat tengan, kemudian memegang tangan Hafshah yang menumpu di atas meja. Bella pun melakukan hal yang sama, keduanya seakan memberi isyarat kekuatan untuk Hafshah.
"Kita tahu ini pilihan yang berat untuk kamu, Haf. Tapi, kalau kamu berhenti untuk melanjutkan pendidikan, kamu akan rugi Haf. Ingat, tinggal beberapa bulan lagi, kamu bisa masuk ke fakultas yang kamu inginkan. Mungkin mereka akan mengehina kmu. Tarolah setiap hari hinaan itu kamu dengar. Tapi kamu cukup dian, karena dengan diamnya kamu mereka akan capek sendiri. Kalau seandainya aku ada di sana, aku udah sobek mulut orang yang sebarin aib kamu itu."
Hashah hanya tersenyum mendengar pernyataan Clara.
"Dan saran aku, mendingan kamu nggak usah berteman dulu sama dia. Atau kamu bisa cari tau dulu apa alasan dia buat lakuin hal sejahat itu. Kalau dia emang punya tujuan, kamu cari tahu dulu apa tujuan dia. Karena menurut aku, kalau emang dia sahabat yang baik dan kamu pasti lebih kenal dia. Seenggaknya kamu bisa tau, apa dia dia orang seperti itu? Aku sih khawatir aja ada orang yang berusaha buat ngejebak kamu sama dia. Karena dari cerita kamu, dia itu teman kamu dan kamu nggak ada masalah sama dia. Nggak logis aja kalau tiba-tiba dia lakuin hal itu."
"Aku pengen banget mikir gitu, Bel. Tapi masalahnya, cuma dia satu-satunya orang yang tau. Saat aku cerita sama dia, aku di dalam kamar. Cuma berdua sama dia, dan aku bicara sama dia itu benar-benar pelan."
Selebihnya Bella hanya diam. Walau sebenarnya dia benar-benar merasa ada yang janggal. Ia hanya bisa berharap, semoga semua urusan Hafshah cepat selesai.
🌹🌹🌹
"Mama sama Papa jangan terlalu menekan Hafshah. Aku tau perbuatan Hafshah emang nggak bisa dibenarin. Tapi semuanya udah terjadi, kita bisa apa? Terlebih lagi kejadian itu sudah lama. Kita nggak tau tekanan seperti apa yang sudah Hafshah dapatkan dari teman-temannya. Kita jangan menambah tekanan itu lagi. Dia masih terlalu kecil untuk menyelesaikan masalah sebesar ini."
Tiara hanya bisa diam. Jujur kecewa dan tidak tega oada Hafsfah. Bagaimana pun Hafshah adalah putrinya. Tapi, kenapa bisa seperti ini? Setiap kali melihat Hafshah, rasa marah sulit dikendalikan, pun dengan Tristan. Ia merasa gagal menjadi seorang ayah.
"Mama liat Hafshah selalu murung? Banyak anak remaja yang berakhir tragis karena tidak kuat menanggung beban. Bukan aku bermaksud mendoakan. Bagaimana kalau Hafshah salah jalan dan memilih untuk mengakhiri semuanya? Aku takut Hafshah melakukan hal yang nekat. Kita bisa nyesal saat tau itu semua terjadi."
"Hafshay dipindahin aja. Mama capek, Mama udah malu kalau pergi ke pesantren itu lagi."
"Artinya mama akan nyiksa Hafshah lagi. Mama sendiri tahu bagaimana Hafshah. Dia termasuk anak yang susah bergaul. Bagus-bagus dia ada di pesantren, penjagaannya lebih ketat. Kalau mama pindahin Hafshah ke sekolah lain, apa yang harus Hafshah lakuin untuk memuluai lagi? Aku mohon, jangan egois. Hafsha juga anak biasa yang butuh mama sama papanya."
"Mama sama Papa sadar nggak? Hafshah nggak ada di rumah, dan aku sangat mencemaskan dia."
"Apa? Hafshah nggak ada?"
"Kemana lagi, anak itu." Tristan berdecak.
"Yang aku tau begitu. Cuma aku mau mama sama papa pikirin apa yang aku bicarain. Jangan karena lebih mementingkan kemarahan, mama sama papa menyesal nantinya."
Adrian berlaku begitu saja.
"Aku mau cari Hafshah dulu."
🌹🌹🌹
Bersambung
Hauumm Hafshah pindah jangan? 🤤🤤😌😌
Janga lupa tinggakin jejak ya 😌
Peluk jauh dulu dari akoh yang imut ini Dimchellers_17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top