Chapter 16
"Lepaskan aku!" Juran menghempaskan tangan Kangsoo lalu mulai melangkah meninggalkan seorang lelaki yang baru saja membantunya dan meminta maaf padanya. Sudah jelas jika wanita itu masih kesal pada lelaki yang sudah bersikap kurang ajar dengan berani menciumnya.
"Nona!" Juran menghentikan langkah. Hatinya sedang kalut, meragukan diri sendiri apa pantas bersanding dengan Taejoon. Wanita itu hanya mengembuskan napas dengan kencang tanpa menoleh ke arah lelaki yang sudah memanggilnnya. "Aku tahu kau pasti marah padaku, aku tidak bermaksud, Nona."
"Lupakan! Aku sudah melupakannya, hanya saja aku tidak bisa memaafkanmu."
"Yaah, aku tahu itu, kau menangis? Apa kau bertengkar dengan kekasihmu?" Juran tak menjawab ia mulai melangkah meninggalkan lelaki tersebut.
Jalanan di Jepang hampir tak pernah sepi, lalu-lalang langkah di sekitarnya pun hampir tanpa jeda. Ia sudah melangkah terlalu jauh, mulai mengamati satu per satu orang-orang di sekitarnya. Sakit pada kaki tak dihiraukan, ia terus berjalan hingga berhenti tepat di hadapan seorang perempuan. Ia terkejut dengan sosok cantik di depannya. Perempuan itu adalah mantan Taejoon yang paling dicintai. Mantan yang sudah tidak tahan dengan Taejoon dan lebih memilih pergi dengan pria lain.
"Juran!" sapa perempuan itu, "kau hebat bisa bertahan sampai lima tahun bersama laki-laki seperti Taejoon."
"Eum," jawab Juran malas.
Juran selalu menjadi perbincangan di kampus karena perempuan di depannya. Gosip yang mengatakan bahwa Taejoon adalah lelaki kasar yang menuntut kesempurnaan dari pasangannya, juga karena mulut perempuan di depan Juran. Lelaki itu pasti akan marah-marah jika pasangannya melakukan kesalahan meskipun itu hanya sedikit.
"Aku dengar kalian akan menikah dua minggu lagi, Juran aku tahu kau wanita yang kasar dan selalu berbicara seenak hatimu. Jangan mengambil langkah yang salah!"
"Apa? Langkah yang salah? Hei, Yoon Se Na! Aku tahu kau menyesal sudah meninggalkan Taejoon."
"Tidak, aku sama sekali tidak menyesal. Aku tahu bagaimana watak Taejoon. Dia akan memarahimu ketika kau melakukan kesalahan walaupun itu hanya sepele. Ketika kau terlambat datang menemuinya, tapi dia selalu membatalkan janji dengan sesuka hati tanpa memberitahumu terlebih dahulu. Dan satu hal lagi, Taejoon adalah lelaki yang sangat menjaga pasangannya, ia tidak akan menyentuh dan mengambil kesucianmu sebelum dia menikahimu. Jadi, selam lima tahun kalian menahan diri untuk tidak melakukan hal itu?"
"Waah ... kau salah besar Sena, dia sangat lembut padaku, kau dan aku berbeda Yoon Se Na. Aku punya cara tersendiri untuk menaklukkan Taejoon. Kau tahukan aku seorang wanita yang tidak bisa memasak? Kau benar Taejoon memang selalu menuntutku untuk melakukan hal yang benar. Ia membenci jika pasangannya melakukan kesalahan, kau memang benar. Tapi satu hal yang perlu kau ketahui, Taejoon tak pernah memarahiku dia hanya mengingatkanku dengan nada lembut yang membuatku marah."
"Mana mungkin, Taejoon pandai dalam mengasari wanita dengan ucapannya."
"Tapi itu tidak berlaku untukku." Juran membela Taejoon, ada untungnya ia bertemu dengan Yoon Se Na. Ia semakin yakin bahwa Taejoon adalah suami yang tepat untuknya. Wanita yang mudah tersulut emosi ini bersyukur karena ia belajar attitude di mana ia diajarkan cara mengatur mimik wajah dan mengatur emosi. Nada bicaranya sangat tenang, berbeda ketika ia masih berkuliah dulu. "Dan satu lagi Sena, aku sedang mengandung anak Kim Tae Joon."
Juran tersenyum tulus kemudian meninggalkan Sena. Gadis yang satu ini memang tahu bahwa dulunya Taejoon sangat mencintai Sena. Ia tahu langsung dari mulut Taejoon. Rupanya Taejoon seorang lelako yang jujur, sudah pasti jika ia akan menceritakan masa lalunya pada Juran.
Juran berjalan dengan tersenyum seorang diri layaknya orang gila. "Cah, si sombong itu, jadi dia selalu dimarahi oleh Kim Tae Joon?" Juran tersenyum remeh, kalau dipikir-pikir Taejoon memang tak pernah memarahinya.
Juran mengembuskan napas kemudian menariknya dengan kencang seakan baru saja menabrak sesuatu. Ia menghentikan langkah, berdiri terdiam di antara langkah yang bberlal-lalang di sampingnya. Ia mulai mengamati tubuh, memegang kedua pipi dengan tangan, juga memegang rambutnya. Apa yang baru saja terjadi? Juran memejamkan mata, mencoba melakukan sesuatu yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.
~~~~
Malam semakin larut, jarum jam sudah menunjukkan di angka sebelas malam. Taejoon masih berusaha mencari Juran, ia sudah ke rumah kakek, tetapi wanita itu tidak ada. Ia pergi ke resort tempat Joongi dan Daezi menginap, juga tidak menemukan Juran di sana.
Ia menelusuri setiap jalanan, semuanya mengawatirkan Juran yang masih belum ditemukan. Sampai akhirnya Taejoon menemukan Juran tengah berdiri terdiam sembari mengamati tubuh.
"Juran!" Taejoon memeluk wanita itu dengan sangat erat, ia sangat takut kehilangan Juran. "Jangan belajar memasak lagi, jangan datang ke kelas attitude lagi! Biar aku yang melakukan semuanya, aku tidak akan menuntut kesempurnaan darimu lagi." Juran hanya diam, wanita itu hanya mengedip-ngedipkan mata.
'Kim Tae Joon! Apa yang membuatmu mencintai lelaki ini, Im Ju Ran! Apa karena uang? Apa karena dia lelaki yang tampan? Atau kau memang benar-benar mencintainya? Jika memang seperti itu adanya, lalu kenapa kau meragukannya? kau sangat mencintainya, tapi kau meragukannya. Im Ju Ran itu namamu, kan? Gadis kasar dengan selalu berucap sesuka hati yang tengah menjalin hubungan dengan lelaki tampan, bukankah itu keberuntungan? Lalu apa lagi yang kau permasalahkan? Kau selalu membuat teman-temanmu iri dengan sikap perhatian lelaki ini, kau selalu membuat lelaki ini mengejarmu dan meminta maaf padamu.’ Juran berbicara pada diri sendiri yang juga masih diam tanpa mau menggerakkan tubuhnya di pelukan Taejoon.
"Ayo, kita pulang!" ajak Taejoon, kemudian berjalan sembari merangkul Juran. Taejoon membukakan pintu mobil untuk wanita itu, ia lantas manancap gas menuju kamar hotel.
Keesokan pagi Juran sudah terbangun, ia mengamati Taejoon yang sepertinya tertidur pulas. 'Im Ju Ran! Im Ju Ran! Im Ju Ran! Kau benar-benar beruntung.' Juran menghela napas, untuk beberapa waktu ia lebih sering berbicara pada diri sendiri.
"Kau sudah bangun, Sayang?" tanya Taejoon, ia menggaruk-garuk tengkuk kepala karena bingung. Biasanya jika Juran bangun terlebih dahulu pasti akan menidurkan kepala di dada Taejoon. Apa wanita itu masih marah?
Juran tersenyum simetris pada Taejoon, membuat lelaki itu salah tingkah. "Ayo, kita mandi berdua! Aku akan mengajakmu ke suatu tempat," kata Taejoon.
"Kita berdua?" Juran meneguk ludah, ia tersenyum sembari terlihat berpikir. "Tidak suamiku, aku sedang datang bulan jadi kau bisa mandi terlebih dahulu!" Juran menggerak-gerakan tangan dengan pipi memerah menahan malu.
"Kau tidak sedang berbohong lagi, kan?"
"Eeh? Tidak, sekarang memang benar-benar, Sobangnim."
"Sobangnim! Bahasamu sudah mulai tertata dengan baik, biasanya kau memanggilku dengan pengucapakan sabangnim (panggilan untuk suami pada jaman dahulu)." Lagi-lagi Juran hanya tersenyum, sepanjang jalan menuju kamar mandi Taejoon memiringkan kepala terlihat sedang berpikir. Pagi ini ada yang aneh di diri Juran, apa wanita itu masih marah? Aah … sudah tentu, Taejoon cukup tahu bagaimana Juran saat marah, pasti akan melakukan hal-hal aneh yang tak pernah Taejoon duga sebelumnya.
Biasanya Juran akan mogok makan, tidak mau bertemu Taejoon, mengganti kode apartement dan masih banyak lagi, tentunya itu sebelum tiga tahun yang lalu. Sebelum Taejoon menuntutnya untuk menjadi wanita yang sempurna. Namun, kenapa gadis itu kumat lagi? Taejoon menggeleng-gelengkan kepalanya, jujur ia merindukan Juran yang dulu. Juran empat dan lima tahun yang lalu, Juran yang bertingkah seperti anak kecil.
Taejoon dan Juran pergi menuju pelabuhan di Osaka, rupanya lelaki itu sudah menyewa satu kapal untuk berlayar. Juran tersenyum senang, hari ini ia lebih pendiam ketimbang hari-hari sebelumnya. Sedari tadi wanita itu terus tersenyum dengan pipi memerah. Ketika hendak menaiki kapal, ia melihat anak kecil sedang berjalan seorang diri.
"Tiba-tiba aku ingin buang air kecil." Juran berlari meninggalkan Taejoon.
"Aku tunggu, jangan lama-lama."
"Iya," jawab Juran.
Wanita itu mencari-cari anak kecil itu di antara langkah kaki yang berlalu-lalang. Air mata hampir menitih karena saking panik, sampai akhirnya ia menemukan anak kecil itu.
Anak kecil itu terkejut dengan wanita yang tiba-tiba memeluknya, ia teringat dengan ucapan mendiang ibunya. "Jangan berinteraksi dengan orang yang baru kau kenal!" Anak kecil itu mendorong Juran yang kini menangis. Semenjak hamil wanita itu telihat aneh. Wanita yang notabanenya tidak menyukai anak kecil itu, tiba-tiba berubah menjadi penyayang.
“Maafkan bibi, Sayang, di mana papa?" tanya Juran dengan mengusap air mata. Wanita itu menunjukkan seolah tidak ingin kehilangan seorang anak. Pasti orang tua dari anak ini tengah mengawatirkannya.
"Kau menangis?" tanya anak kecil itu.
"Tidak … tidak."
"Chaiden!" Juran terdiam mendengar seorang lelaki memanggil nama anak kecil tersebut. Ia tak berani mendongakkan kepalanya. Kangsoo, lelaki itu berlari ke arah mereka kemudian memeluk putranya. Entah kenapa Juran malah semakin menangis.
"Jaga anak Anda, Tuan." Juran melangkah, namun Kangsoo menarik tangan wanita itu.
"Kau menangis? Apa karena kekasihmu?" Juran hanya diam tak menjawab, ia malah pergi meninggalkan lelaki itu dengan air mata yang terus menitih.
Juran mengembuskan napas dengan kencang kemudian menghapus air mata. Ia mulai memasuki kapal, di mana calon suaminya sudah menunggu. Ia kembali tersenyum melihat Taejoon yang merentangkan tangan padanya.
'Kau membuatku tergoda,' ucap Juran dalam hati, lalu berlari untuk memeluk Taejoon.
"Kenapa lama sekali?"
"Kenapa? Kau sudah merindukanku?" tanya Juran dengan nada lembut. 'Kau wanita yang paling beruntung di dunia,' tambahnya dalam hati.
Mereka berdua menikmati indahnya pemandangan dengan Juran berada di depan Taejoon, dan lelaki itu memelukanya. Juran melepas pelukan Taejoon, ia menjauhi lelaki itu dengan berpura-pura ingin mengambil minuman.
Taejoon menarik tangan Juran yang hendak melangkah, ia menakup kedua pipi wanita itu dengan lembut. "Maafkan aku!" Juran hanya diam, jantungnya berdebar dengan kencang. Ia merapatkan kedua bibirnya sendiri.
Taejoon hendak mencium wanita itu, tetapi Juran sudah terlebih dahulu mamalingkan wajahnya ke arah lain. "Kau masih marah padaku dengan kejadian kemarin malam?"
"Tidak." Taejoon melepas dekapannya, ia membelakangi Juran dengan menghadap ke arah laut. "Bukan begitu, Taejoon," tambah Juran hendak memegang pundak Taejoon namun diurungkan.
"Mulai sekarang jangan pernah memintaku untuk menuruti semua kemauanmu yang tak bisa kulakukan lagi."
"Apa maksdumu?" Taejoon langsung mencium bibir Juran, menarik pinggang wanita itu menghilangkan jarak di antara keduanya. Juran sedikit membuka bibir, kemudian tiba-tiba ia jatuh tak sadarkan diri di pelukan Taejoon.
"Sayang … Sayang, apa yang terjadi? Juran!" Taejoon sangat panik, saat ini mereka tengah berada di tengah-tengah laut. "Ayo kembali! Calon istriku pingsan! Cepat kembali kataku!" bentak Taejoon pada awak kapal. Ia terus berusaha membangunkan calon istrinya.
~Tbc~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top