Chapter 14

Acara menjadi berantakan, Joongi mengajak Daezi pergi dari rumah megah milik kakeknya. Kini ia tahu kenapa perlakuan kakek begitu berbeda terhadap dirinya.

Juran memandang kakek, dari sorot lelaki tua itu menunjukkan penyesalan. Ia mengajak sang kakek pergi menuju kamar.

"Istirahatlah, Kakek. Aku dan Kak Taejoon akan pergi menyusul Kak Joongi." Lelaki tua itu mengangguk, ia tidak bermaksud berkata begitu pada Joongi. Kalau dipikir-pikir ia memang memperlakukan Joongi berbeda dengan Taejoon.

Juran menggeleng pada Taejoon saat hendak menyusul Joongi. Biarkan lelaki itu sendiri dan berpikir dengan jernih. Lagian jika Joongi bertemu Taejoon saat ini, hanya akan memperkeruh keadaan. Joongi bisa-bisa bertambah marah.

Joongi meringkuk dalam kamar resort, sesaat Daezi ragu untuk mendekatinya. Hati Joongi saat ini sangat terpukul, ia menangis dalam diam. Itukah sebabnya kenapa ia selalu diperlakukan berbeda? Joongi bukan cucu kandung, ia adalah anak dari adik ibu Taejoon.

Dulunya ibu Taejoon tinggal di rumah mewah. Semenjak kedua orang tuanya meninggal, wanita itu hanya tinggal bersama adik perempuannya. Sampai akhirnya ia menikah dengan pewaris perusahaan besar di Korea Selatan. Siapa pun yang memasuki keluarga tersebut harus mematuhi aturan yang berlaku. Meninggalkan keluarga atau membawa keluarga masuk ke dalam anggota keluarga baru. Menjadi salah satu orang terpandang yang tentunya banyak persyaratan jika ingin memasuki keluarga tersebut.

Ibu Taejoon hanya memiliki satu adik yang saat itu masih kecil, duduk di bangku SMP kelas dua. Mana mungkin ia tega meninggalkan adiknya. Pada akhirnya ayah suaminya yang sekarang adalah kakek Taejoon mengadopsi adiknya, memasukkan nama adiknya ke dalam daftar keluarga inti sebagai anak kandung, adik dari ayah Taejoon.

Selama ini Joongi tidak tahu bahwa ia bukanlah keluarga inti, yang Joongi tahu bahwa ibunya adalah adik dari ayah Taejoon. Ia sempat mengira jika ibunya adalah anak yang tak diinginkan. Joongi tahu aturan di keluarag Kim, tidak boleh memiliki lebih dari satu, dan tidak boleh memiliki anak perempuan.

"Yeobo!" panggil Daezi.

Joongi tidak menjawab, ia tetap menangis dalam diam. Kali ini ia bertekad akan keluar dari keluarga inti dan akan hidup bahagia bersama istrinya. Ia tidak akan membawa sepeser pun harta dari keluarga Taejoon. Joongi akan menunjukkan pada kakeknya bahwa ia juga bisa berhasil sama seperti Taejoon yang berhasil membangun V grub dari nol tanpa bantuan seperser pun dari keluarga.

Keluarga inti terdiri dari mereka yang darahnya dialiri oleh darah pendiri keluarga. Mereka yang memiliki marga Kim dan istri dari keluarga inti. Sedangkan yang bukan keluarga inti adalah mereka yang berasal dari istri yang bersedia memasuki keluarga Kim. Sudah pasti jika keluarga inti dan keluarga non inti sangat berbeda. Meskipun begitu kakek Taejoon sangat menyayangi ibu Joongi karena dalam sejarah tidak ada anak anggota keluarga inti yang berjenis kelamin perempuan. Semua anak yang dilahirkan harus laki-laki dan normal. Gen dari keluarga Kim memang sangat sempurna, selama ini tidak ada yang melahirkan anak perempuan atau anak laki-laki yang cacat.

Taejoon adalah keturunan terakhir yang akan mewarisi semua harta keluarga inti. Jika ia menikah dan memiliki anak maka harta tersebut akan jatuh ke tangan anaknya, begitu pun seterusnya.

Keluarga non inti yang masuk ke dalam keluarga Kim juga mendapat bagian, meskipun tidak sebanyak keluarga inti. Namun, jangan salah mengira, bagian mereka sangat fantastis. Tidak akan habis walaupun dimakan sampai tujuh turunan. Itulah keuntungan memasuki keluarga Kim. Namun, harus siap dengan berbedaan sangat kentara yang mungkin akan mereka rasakan, terintimidasi oleh keluarga inti yang jauh lebih sedikit dari pada keluarga non inti. Bisa bayangkan bagaimana kayanya keluarga Taejoon?

~~~~

Seusai Juran diminta menemani rapat bersama ayah Taejoon, ia mulai melangkah keluar.
"Juran!" panggil sang ayah.

"Iya, Papa." Juran sedikit terkejut dan menghentikan langkah. Kenapa calon ayah mertuanya memanggilnya?

Ayah Taejoon meminta pada Juran untuk membantunya menata berkas seusai meeting dengan klien. Jarum jam sudah menunjukkan hampir di angka tujuh, sedangkan tadi Taejoon mengatakan bahwa mereka berdua akan makan di restaurant yang tak jauh dari perusahaan cabang milik ayah Taejoon di Jepang.

Juran panik, ingin menolak permintaan calon mertuanya juga tidak mungkin. Akhirnya dengan tergesa-gesa ia merapikan tumpukan kertas di ruang rapat yang sudah ditinggalkan, hanya ada klien dari Jepang dan ayah Taejoon yang masih berada dalam ruangan. Mereka berdua berbincang-bincang membicarakan sesuatu.

Sedari tadi Juran terus melihat ke arah jam tangannya, wanita yang menggunakan pakaian kantor dengan celana dan atasan warna krem serta sepatu berhak itu sangat takut jika ia terlambat menemui kekasihnya.

"Lihatlah calon menantuku, dia sangat cantik, cerdas dan cekatan." ujar ayah Taejoon memamerkan Juran dengan tersenyum dan juga menggunakan bahasa Jepang.

"Juran!" panggil ayah Taejoon. "Kau terlihat panik, di mana Taejoon?"

"Eum, Kak Taejoon sudah pulang, Presdir," jawab Juran dengan nada sopan.

Mana berani ia mengatakan bahwa Taejoon, calon suaminya itu sedang menunggunya di salah satu restaurant. Wajah panik Juran disadari oleh ayah Taejoon, lelaki itu mendekat ke arah Juran yang masih dengan cepat membereskan tumpukan kertas di meja.

"Kau ada janji dengan Taejoon?" tanya lelaki itu membuat jantung Juran seraya mau copot.

"I ... iya, Papa." Juran menunduk, saat ini ia tidak membawa ponsel karena ponselnya berada di tas dalam ruangan ayah Taejoon. Ia tidak bisa menghubungi kekasihnya untuk mengatakan bahwa ia terlambat datang.

"Jam berapa?"

"Tujuh, Papa."

"Kenapa tidak mengatakan dari tadi?" Lelaki itu cukup tahu bagaimana sifat anaknya, ia menyuruh Juran segera menemui Taejoon. Dua hari ini semenjak pertemuan keluarga yang berakhir dengan pertengkaran, sepasang calon suami istri itu jarang bertemu. Juran diminta membantu ayah Taejoon untuk menyiapkan pertememuan klien. Sedangkan Taejoon sendiri disibukan dengan investor Jepang yang akan menaruh saham di proyek yang dibuatnya. Hal ini membuat mereka terlihat sibuk dan jarang bertemu, ditambah lagi kakek Taejoon meminta agar Juran tinggal di rumah mewah kakeknya.

Setelah dizinkan pulang, Juran bergegas mengambil tas kemudian merogoh ponsel dalam tas. Dugaannya tepat, sudah banyak pesan dan panggilan masuk dari Taejoon. Ia tidak membalas ataupun menelepon balik. Ia akan menjelaskan nanti saat dirinya sudah sampai di restaurant.

Jarum jam sudah berada di angka setengah delapan, ia terlambat setengah jam. "Tenang Juran, kau harus tenang! Kau sedang mengandung jangan lari-lari!" Juran mengatur napas di depan restaurant, kakinya sedikit lecet akibat berlari menuju restaurant barusan.

Juran mendekat, Taejoon mengamatinya dengan lamat. "Kenapa bisa terlambat?" Taejoon mencium pipi kanan dan kiri Juran yang masih berusaha mengatur napas. Segera ia duduk dan meneguk minuman milik Taejoon.

"Maafkan aku!"

"Kau terlambat tiga puluh menit, aku sudah menghubungimu, tapi kau tidak mengangkat." Taejoon terus saja mengoceh dengan nada lembut seolah mengingatkan kesalahan Juran. Lelaki itu pasti akan mengatakan jangan diulangi lagi dan itu sukses membuat Juran hampir tersulut emosi.

'Sabar Juran! Kau sedang mengandung, bukankah kau akan mengatakan bahwa kau sedang mengandung anak Taejoon?' pikir Juran dengan mengelus perutnya.

Juran hanya bisa memejamkan mata, mendengar setiap nasehat yang keluar dari mulut Taejoon. Lelaki itu membahas Juran yang menemuinya dengan masih menggunakan pakaian kantor. Akhir-akhir ini Juran sangat sibuk, benar-benar sibuk, dan itu juga turut dibahas oleh Taejoon. Membuat Juran yang semula hendak menyantap makanan langsung menjatuhkan sendok di atas piring.

"Apa?" Juran sangat marah, sedari tadi ia sudah menahan agar emosi tidak menguasainga."Kau bilang aku terlalu sibuk? Kau benar, aku memang sibuk itulah sebabnya aku tidak punya waktu."

Juran berdiri, ia lantas menjauhi Taejoon yang hanya diam mematung. Juran berubah, dan tampaknya baru disadari oleh Taejoon. Ada hal aneh di diri Juran akhir-akhir ini, tetapi Taejoon tidak tahu apa penyebabnya.

"Im Ju Ran! Kenapa denganmu akhir-akhir ini?" Juran menghentikan langkah, ia membalikkan tubuh memandang sedih ke arah Taejoon.

"Kau terlalu sempurna untukku Kim Tae Joon. Tidak peduli seberapa keras aku berusaha untuk menyamaimu tetap saja kau terlalu sempurna." Juran menitihkan air mata, ia sangat takut kehilangan Taejoon. Namun, saat ini ia sedang terbakar emosi. Keraguannya kembali menyelimuti otak dan pikirannya. "Selama empat tahun aku belajar memasak dan memperbaiki sikapku, tetapi semua itu tidak cukup untuk menyamaimu." Juran memundurkan langkahnya ketika Taejoon hendak memegangnya.

"Hana do molla, tak seorang pun tahu bagaimana dirimu, tak satu pun bahkan aku sekalipun."

"Apa yang tidak kau ketahui Juran? Selama ini aku sudah menceritakan semua tentangku padamu." Taejoon melangkah mencoba mendekati Juran, tetapi wanita ini terus mundur dengan menitihkan air mata.

"Aku ... aku yang tidak mengenali dan mengetahui diri sendiri. Untuk saat ini biarkan aku sendiri!"

Juran melangkah menjauh meninggalkan Taejoon dengan isak tangis yang menderu. Sepanjang jalan banyak orang yang melihat ke arahnya, namun ia tak mempedulikan mereka. Rasa bingung serta keraguan dalam hatinya yang sudah membuat Juran tidak menghiraukan banyaknya mata yang tertuju. Keraguannya kembali menyelimuti hati, Juran menganggap bahwa ia sudah gagal untuk mengimbangi sifat sempurna Taejoon.

Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top