Chapter 13
Akhir-akhir ini Juran merasa aneh dengan perutnya, ia sering mual untuk beberapa hari belakangan. Ia pergi ke rumah sakit untuk mengecek apa maagnya yang membuatnya sedikit tidak berselera makan? Ternyata bukan, ia sedang hamil dan usia kandungannya baru menginjak satu minggu. Ia benar-benar senang, ia akan segera memberitahu Taejoon. Sebelum keluar dari ruangan dokter ia terlebih dahulu berpesan.
"Jangan katakan pada Tuan Muda, biar aku sendiri saja." Dokter yang baru saja memeriksa Juran adalah dokter pribadi di keluarga Taejoon.
Juran tak hentinya tersenyum di dalam Pesawat pribadi yang beberapa menit lagi akan lepas landas. Ia tidak sabar ingin memberitahukan kehamilannya pada Taejoon. Rencananya, ia akan mengatakan mengenai kehamilannya saat berada di Jepang.
'Mungkin setelah rapat,' batin Juran sembari menikmati indahnya berada di atas. Lautan membentang terlihat begitu indah, ditambah lagi hijaunya pepohonan seolah memberi kesan tersendiri. Menambah suasana baik dalam diri Juran.
Jadi, akhir-akhir ini moodnya sering memburuk karena efek janin dalam perutnya? Ia semakin mencintai Taejoon dan berjanji tidak akan meninggalkan lelaki itu sampai kapan pun. Ia akan mencoba memahami Taejoon, mencoba mengerti demi anak yang dikandungnya.
Taejoon mengerutkan dahi, ia memandang wajah berseri Juran. "Kau terlihat bahagia sekali."
"Karena aku akan menikah." Juran menyandarkan kepala di bahu Taejoon, membayangkan dirinya mengenakan gaun putih dan Taejoon mengenakan jas. Aah ... ia tidak sabar menanti hari bahagia itu, ditambah lagi ia tak sabar melihat ekspresi Taejoon saat tahu jika Juran hamil.
Beberapa minggu ini Juran memang membiarkan Taejoon mengeluarkan milik lelaki itu dalam rahimnya. Wanita itu berkata, "Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, kan?" Tanggal pernikahan sudah diatur, maka tak masalah kalau Juran langsung hamil setelah menikah.
~~~~
Joongi terus saja mengomel, ia kesal karena Taejoon menyewa pesawat pribadi hanya untuk diri sendiri dan juga Juran. Sedangkan Joongi dan istrinya harus menaiki pesawat biasa menuju Jepang. Sesampai di Jepang Daezi dan Joongi mencari resort paling bagus. Ingat! Mereka pergi ke Jepang untuk bulan madu, sudah pasti jika ia akan mencari tempat paling indah. Setidaknya akan mengobati kekesalan dalam dirinya.
"Istirahat saja dulu! Sudah jangan dibahas lagi, memang Taejoon seperti itu."
Daezi mencoba menenangkan hati suaminya agar berhenti menggerutu, namun suaminya itu sangatlah cerewet. Akhirnya Daezi menakup kedua pipi Joongi agar lelaki itu segera diam. "Dengarkan aku! Aku tahu kau sangat kesal, tapi lihatlah Juran sayang! Kita bisa bulan madu kapan pun kita mau."
Joongi diam, ia mulai menatap wajah istrinya dengan lamat. Mengamati wajah wanita di depannya. "Aku tidak tahu kenapa dengan Juran? Akhir-akhir ini dia sering tersulut emosi, tidak sabaran dan ada yang aneh. Memang Taejoon keterlaluan," tambah Daezi sembari memasang wajah kesal.
"Iya aku juga merasa seperti itu, dulu Juran tidak akan marah jika Taejoon melakukan kesalahan, tapi sekarang dia malah sering kabur dari apartement. Apa dia mulai tidak betah? Aku harap tidak." Joongi menaruh tangannya di pinggang Daezi, menarik tubuh wanita itu dan menghilangkan jarak di antara keduanya.
Joongi memang masih kesal dengan Taejoon, tetapi ia tidak akan sampai hati menyumpahi agar Juran meninggalkan sepupunya. Ia tahu Juran sangat berarti di hidup Taejoon. Hanya yang tak ia pahami, kenapa Taejoon menuntut banyak hal dari Juran? Apa sepupunya itu tak belajar dari pengalaman?
~~~~
Taejoon meminta pada Juran untuk istirahat terlebih dahulu. Pukul tujuh malam nanti mereka akan rapat dengan klien. Q grub akan membangun resort di Jepang dan membutuhkan beberapa investor.
"Kau sendiri?" Taejoon tersenyum, ia akan mandi saja lalu menyusul. "Baiklah." Juran tidak sabar lagi ingin memejamkan mata. Mimpinya sudah memanggil-manggil sejak ia memasuki kamar hotel.
"Sayang!" Taejoon membangunkan Juran dengan suara lirih. Jarum jam sudah menunjukkan di angka tiga sore. Taejoon menyuruh calon istrinya supaya bersiap-siap. Juran tersenyum dengan memiringkan kepalanya.
"Kita akan menikah? Dua minggu lagi? Aku tidak sabar." Juran masih merahasiakan mengenai kehamilannya.
"Mama juga ke Jepang, selesai rapat kita akan pergi ke rumah Kakek." Kakek Taejoon sudah sangat tua, kakeknya lebih memilih tinggal di Jepang untung mengenang neneknya yang sudah meninggal dunia.
"Apa ini sebabnya Mama mengajak Kak Joongi ke sini juga?" Taejoon mengangguk pelan.
Juran memegang perutnya, ia memikirkan kapan waktu yang tepat untuk memberitahu pada calon suaminya bahwa dirinya tengah mengandung.
Selesai rapat dengan klien Taejoon dan Juran langsung berangkat menuju rumah kakek. Taejoon mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, sesekali ia melihat ke arah calon istrinya yang terlihat senyum-senyum sendiri.
"Kau kenapa, kelihatannya senang sekali?"
Jurang menggeleng, ia hanya melihat sepintas ke arah perutnya lalu melihat wajah Taejoon. Jika janin yang dikandungnya adalah lelaki sudah pasti akan tampan, sama seperti ayahnya. Namun, biasanya bayi lelaki akan cenderung mirip ibu. Senyum Juran memudar ketika memikirkan, 'Bagaimana jika perempuan?" Ia menggeleng, ia tidak mau menggugurkan kandungan atau membunuh bayinya.
'Aturan macam apa itu?'
"Apa ada yang sedang mengganggu pikiranmu, Sayang?" Lagi-lagi Juran hanya menggeleng sembari tersenyum lebar.
~~~~
Joongi dan Daezi bersiap-siap pergi menuju rumah kakek. Sepasang suami istri yang baru saja menikah itu menaiki mobil mewah bewarna putih. Sepertinya mereka terlihat lelah. Jika mereka bisa memilih, mereka akan lebih memilih beristirahat ketimbang ke rumah kakeknya. Setelah istirahat tadi, mereka memutuskan berkeliling di sekitar Resort. Mereka menuju kebun bunga yang berada di hutan buatan di dekat kawasan resort.
Sesampai mereka di rumah kakek, Daezi melambaikan tangan pada Juran yang sontak menurunkan tangannya. Jika kakek tahu pasti akan ada perkuliahan berjam-jam. Juran menjulurkan lidahnya mengejek Daezi. Perlakuan kakek sangat berbeda, ia lebih memperhatikan Juran ketimbang Daezi. Kakek juga lebih terlihat akrab dengan gadis yang notabanenya urakan seperti Juran, bahkan saat Juran melakukan kesalahan baik disengaja atau tidak pasti akan termaafkan. Berbeda dengan Daezi, ketika ia berbicara seolah tidak dianggap oleh sang kakek. Semasa fase pacaran Joongi tidak pernah mengajak Daezi ke acara pertemuan keluarga, dikarenakan Joongi merasa bahwa Daezi dan Juran selalu dibeda-bedakan. Padahal Daezi jauh lebih sempurna dari pada Juran.
"Kakek! Kau bertambah tua," ucap Juran dengan nada manja, ia tidak takut lagi seperti dulu waktu pertama kali bertemu dengan kakek. Juran memang mudah menyesuaikan diri, tidak ada yang tahu kenapa kakek yang awalnya menentang hubungan Taejoon dan Juran tiba-tiba mengubah pikirannya. Ia justru malah menyayangi Juran ketimbang Taejoon, cucunya sendiri.
"Benarkah? Apa aku setua itu?" Kakek tertawa sembari mengelus lembut rambut Juran. "Kau harus memberi cicit yang tampan untukku."
Ibu Taejoon datang bersama ibu Joongi, kedua wanita itu tersenyum ketika melihat kedekatan Juran dengan lelaki yang hampir tidak pernah tersenyum lagi semenjak kematian istrinya.
"Saya ingin anak perempuan, oh tidak saya ingin anak kembar. Kakek tidak akan menyuruhku menggugurkannya, kan?" goda Juran.
Kedua wanita tadi melangkah meninggalkan Juran dan kakek yang masih asyik mengobrol. Acara masih belum dimulai, Taejoon dan Joongi sedang berbincang-bincang di teras. Entah apa yang dibicarakan oleh kedua pria tampan tersebut.
"Peraturan ...." Kakek membuka kacamatanya, ia melirik ke arah Juran.
"Aah ... peraturan? Jika Tuhan berkendak saya punya anak perempuan bagaimana?" tanya Juran tidak mau kalah. "Kakek aku benar-benar ingin memiliki anak kembar," tambahnya dengan suara lirih, membuat lelaki tua itu terbahak-bahak. Juran mengerutkan dahi, menatap tajam pada lelaki tua di sampingnya.
Daezi meletakkan minuman di atas meja untuk kakek, tanpa sengaja ia menumpahkan minuman tersebut. Lelaki tua itu sangat marah dan mengatakan bahwa Daezi tidak pecus. Juran terdiam, ia menatap sendu ke arah Daezi yang memang diperlakukan berbeda. Semua yang mendengar keributan langsung menunju ke sumber suara termasuk Taejoon dan Joongi.
Kakek memarahi Daezi, membuat Daezi hampir menitihkan air mata. Sesaat Joongi terdiam geram, ia tidak akan rela melihat istrinya diperlakukan layaknya pembantu lebih lama lagi.
"Kakek!" bentak Joongi, ia memeluk istrinya yang hanya tertunduk diam.
"Apa kau tidak pernah mengajari perilaku pada istrimu? Lihatlah kakakmu Taejoon, ia mencarikan kelas attitude untuk calon istrinya." Kakek sangat marah, emosinya membludak ketika Joongi yang terus saja menjawab dengan bahasa tidak formal.
Hening, kakek mendekati Joongi yang kini memundurkan diri setelah mengucapkan sesuatu yang membuat hati Joongi teriris. Joongi mengembuskan napas, air matanya merebak dan siap untuk tumpah
"Itukah sebabnya kenapa aku selalu ...?" Joongi menggantung kalimatnya, dadanya terasa sesak. Entah apa yang menyumbat pernapasannya, ia seolah kehabisan oksigen. Bukan hanya itu saja yang dirasakan, ribuan jarum beracun seperti tertancap tepat memenuhi hatinya.
Ibu Joongi memandang sedih ke arahnya, matanya mulai memerah. Ia tak kuasa lagi melihat putranya diperlakukan berbeda. Namun, ia juga tidak bisa berbuat banyaj. Keluarga inti dikelalai oleh kakek, semua kekuasaan masih dipegang oleh lelaki itu.
"Yeobo!" panggil Daezi mencoba menenangkan suaminya yang sudah terbakar emosi.
~Tbc~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top