Chapter 11
Juran menghela napas panjang, menghapus air mata di pipi lalu berusaha menstabilkan suara. Ia lantas menegakkan tubuh dan mulai mengangkat panggilan tersebut.
"Iya, Mama!" jawab Juran, meski ia sudah berusaha agar suaranya terdengar biasa, tetapi usahanya gagal. Isak tangis serta suara sumbang tak dapat disembunyikan. Bagaimana tidak? Sudah sepuluh menit ia menangis di atas setir pengemudi. Sungguh, ia sama sekali tidak tahu kenapa rasanya sangat sakit.
"Kau menangis? Apa kalian bertengkar?"
"Tidak … tidak, Mama." Juran kembali mencoba menstabilkan suaranya agar terdengar sebiasa mungkin. Hanya saja ia tahu tidak akan mungkin bisa, suara sumbangnya malah semakin terdengar jelas.
"Kau di mana, Sayang?" tanya ibu Taejoon. "Hati-hati di jalan, jangan terburu-buru! Sebentar lagi kau akan menikah. Apa Taejoon tidak mengantarmu?"
Juran kembali menangis, saking paniknya ia tidak sempat meminta Taejoon mengantarkannya ke perusahaan. Lelaki itu sendiri juga hanya bergeming, sama sekali tida menawarkan diri mengantarnya. Ia menghela napas panjang setelah wanita di seberang mematikan panggilan telepon.
Juran mulai menginjak gas, memutar setir ke jalur yang telah lama ia tinggalkan. Ia harus cepat menemui calon mertuanya. Sepanjang jalan pikiran Juran dihantui perasaan tak nyaman. Hatinya benar-benar kalut seolah ada hal buruk akan menimpa hubungannya. Ia menggeleng, ia sudah bertahan selama lima tahun bersama Taejoon. Tidak ada hal apa pun yang akan terjadi. Ia tersenyum pada diri sendiri sembari mengangguk, tidak membiarkan pikiran-pikiran tak masuk akal bersarang lebih lama lagi.
Sesampai di perusahaan, Juran memakai kacamata hitam milik Taejoon, tergeletak di dasbor dalam mobil. Hal ini dilakukan karena ingin menutupi mata bengkaknya dari semua karyawan yang mungkin akan memperhatikan Juran. Segera ia menuju ruangan Taejoon, ia mempercepat langkah agar tidak satu pun menyadari hidung merahnya.
Jurang mengetuk pintu. Ia bisa saja langsung masuk tanpa mengetuknya terlebih dahulu jika saat ini yang berada di dalam ruangan adalah Taejoon. Namun, akan lain jika sudah berurusan dengan keluarga Taejoon. Keluarga dengan super duper memperhatikan perilaku. Menjaga sikap merupakan tradisi wajib yang harus dilakukan setiap keluarga.
~~~~
Masih terlalu pagi bagi Joongi untuk bertingkah manja. Lelaki itu mencoba menggoda Daezi saat ibunya tiba-tiba memanggil. Lelaki terlihat dingin dari luar itu mendekap perut Daezi dari belakang. Saat itu Daezi sedang menyiapkan sarapan untuk semua keluarga.
Daezi membungkuk sopan, ia malu dengan tingkah Joongi. Bukan hal baru lagi bagi ibu Joongi, selama ini wanita itu yang merawat dan membesarkan Joongi. Ia tahu betul bagaimana putranya, sikap manja yang hanya akan ditunjukan padanya saja. Pernikahan beberapa minggu lalu, menambah daftar orang yang akan tahu seperti apa Joongi sebenarnya.
'Aku sudah tahu, tapi belum sepenuhnya. Mungkin ada satu atau dua yang luput dari penglihatanku.' Daezi melepas dekapan Joongi, tidak enak mengumbar kemesraan di hadapan mertua.
Ibu Joongi menyarankan agar sepasang suami yang baru terikat itu berbulan madu. Wanita itu tidak sabar mendapat cucu, tangis membuat khawatir dan gelak tawa menenteramkan dari seorang bayi. Rasanya sudah berpuluh-puluh tahun semenjak Joongi tumbuh menjadi lelaki dewasa. Ia merindukan Joongi ketika masih bayi. Dielusnya Joongi yang saat ini menidurkan kepala di pangkuannya seperti bayi.
'Di mataku Joongi tetaplah putra kecil yang akan memberi warna manis dalam hidupku.' Masih mengelus-elus rambut Joongi wanita itu tersenyum. Tidak disangka jika putra kecilnya kini sudah menikah. Lembaran baru akan ditulis oleh putranya. Tidak henti-henti wanita itu menasehati putranya agar tidak mudah marah. Sudah menjadi keharusan bagi Joongi untuk mempertahankan dan menjaga pernikahannya bersama Daezi sampai akhir hayat hidup. Tidak peduli seberapa terjal jalan yang akan dihadapi, Joongi tetap harus bertahan sampai terjalnya jalan tak lagi jadi penghalang.
Daezi membawa nampan berisikan secangkir minuman untuk mertuanya. Ia meletakkan minuman dengan sopan dan santun, ia juga tersenyum melihat tingkah manja suaminya pada mertuanya.
"Joongi putraku yang tampan, kapan kau akan memberi cucu?" Joongi dan Daezi saling tukar pandang, mereka tersenyum satu sama lain.
"Secepatnya, Mama," jawab Joongi sembari menarik kepala dari pangkuan ibunya.
"Aku dengar kemarin Juran menginap di rumah kalian. Apa itu benar?" tanya ibu Joongi.
Dari mana ibunya tahu jika Juran menginap? Kabar begitu cepat beredar, seperti itulah orang-orang kaya. Bagi mereka sangat mudah menggali informasi. Hal sekecil lubang semut pun akan mudah didapat. Itulah kenapa para konglomerat memiliki pengalihan isu saat ada isu berkembang yang tak diharapkan terendus.
"Iya, Mama." Daezi mengangguk pelan, ia semakin prihatin dengan nasib sahabatnya. Wanita itu pun hanya menggela napas panjang.
"Kasihan Juran, aku harap gadis itu bisa bertahan dengan Taejoon lebih lama lagi. Tidak, maksudku selama-lamanya."
“Jika Juran sampai meninggalkan Kak Taejoon, mungkin si perfect itu akan gila.” Joongi tidak akan bercerita mengenai pengakuan Juran kemarin malam. Lebih baik Daezi tidak tahu jika sebenarnya Juran telah terbesit keinginan untuk pergi dari sisi Taejoon. ‘Itu tidak boleh terjadi.’ Ia menggeleng sekaligus prihatin.
~~~
Juran enggan membuka kacamata hitam di depan calon mertuanya. Ia tidak ingin jika ibu Taejoon tahu bahwa dirinya sangat kecewa. Wanita itu mendekat, lantas memeluk Juran dengan sangat erat.
"Apa kau lelah, Juran?" tanya wanita itu.
Juran menggeleng pelan, ia membuka kacamata kemudian menangis sejadi-jadinya di pelukan ibu Taejoon. Berada di dekat wanita itu membuatnya merasakan ibu.
"Tidak, Mama," jawab Juran.
Ibu Taejoon pun hampir menitihkan air mata, selama ini hanya Juran yang mampu bertahan hidup bersama Taejoon. Wanita itu tahu bahwa gadis yang menangis di depannya mampu bertahan bukan karena uang, tetapi karena sangat mencintai putranya.
"Kau sudah makan?" lagi-lagi Juran menggeleng.
Ibu Taejoon menyuruh salah satu karyawan memesankan makanan. "Kau punya maag, Sayang. Kau harus menjaga kesehatanmu. Sebentar lagi kau akan menjadi seorang istri." Dari mana ibu Taejoon tahu jika dirinya memiliki maag?
Juran beruntung akan memiliki calon mertua yang begitu mengerti keadaannya. Entah dari mana ibu Taejoon tahu, yang jelas Juran sangat bersyukur. Ia memeluk wanita itu, hatinya lebih tenang sekarang. Sebagai gadis biasa yang hidup di keluarga sederhana, tentunya suatu anugerah mendapat mertua seperti ibu Taejoon. Wanita itu tidak memandang rendah Juran, malah sudah menganggapnya seperti putri sendiri.
Juran melepas pelukan, ia tidak yakin. Ia menunduk sembari meminta maaf. "Aku sangat mencintai Kak Taejoon." Ya, jika di depan ibu Taejoon ia akan memanggil calon suaminya itu dengan sebutan kakak. "Dia sangat sempurna di mataku dan aku ...."
~TBC~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top