71. Menetap di Masa Lalu

FIX KALIAN WAJIB BACA DULU INTRO DARI AKU INI YA!

haloo, apa kabar? gimana hari seninnya? udah lama banget ya aku hiatus, semoga kalian masih betah buat baca cerita Bintang Kejora sampai tamat:" maaf aku baru bisa update sekarang, karena sebelumnya sibuk kuliah, skripsi, sama kerjaan yang hectic banget guys.

gini, jadi karena aku udah lama hiatus, dan aku takut kalian lupa sama jalan ceritanya, atau kehilangan feel pas baca, jadi sangat sangat aku sarankan kalian buat baca ulang 1 atau 2 part sebelum ini yaa. plis banget.

oke, kita langsung mulai aja yaa. Happy reading^^

***

Now playing: Sondia - First Love

***

"Kadang seseorang tega menghancurkan masa depan orang lain, hanya karena dia terus menetap dengan masa lalunya."

***

Kejora mengerjap lemah. Gadis itu tersadar, namun kepalanya terasa pusing sekali. Pandangannya yang semula kabur, semakin lama semakin menjelas. Mendapati dirinya terduduk di tengah-tengah sebuah ruangan kumuh, dengan kedua tangan dan kaki terikat, juga mulut dibekap lakban.

Sampai tak lama berselang, seseorang memasuki ruangan tersebut, membuat Kejora menoleh terkejut, lantaran tidak lain adalah dia yang tidak pernah Kejora sangka-sangka. Milka, tantenya sendiri. Dia, yang selama ini telah merawatnya penuh kasih sayang.

Menunjukkan rasa bersalahnya, Milka membelai rambut Kejora. "Kalau saja kamu tidak ikut campur urusan Tante dengan orangtua kamu, Tante tidak akan berbuat seperti ini ke kamu karena Tante benar-benar sudah menganggap kamu layaknya anak Tante sendiri."

Tidak bisa bicara apa-apa, Kejora hanya memberontak dengan menggerakkan kepalanya kasar. Membalas tatapan tajam. Meski matanya mulai memerah dan berair.

"Segala sesuatu memiliki alasan. Sekalipun dalam melakukan kejahatan," ucap Milka. "Kita tidak bisa menyalahkan penjahat, ataupun sang korban. Tapi yang patut untuk disalahkan adalah takdir. Takdir dan kenyataan yang tidak pernah adil bagi segelintir orang. Yang menyebabkan mereka nekat, untuk menyelesaikan segalanya dengan tangan mereka sendiri, meski dengan cara yang salah. Karena bagi mereka yang tidak pernah merasakan keadilan, salah-benar tidak pernah ada bedanya."

Sesaat setelah bercerita, ditolehnya kembali Kejora yang ternyata tatapan anak itu kini semakin menusuk. Seperti ada banyak hal yang ingin dia ungkapkan padanya.

Milka merunduk. "Kamu ingin mengatakan sesuatu?" tanyanya lembut. Tidak berubah, persis seperti biasanya tiap kali dia bicara pada Kejora. Lalu pelan-pelan dia lepas lakban tersebut dari mulut Kejora.

"Kenapa Tante..." Tiba-tiba Kejora menggantungkan kalimatnya. Seolah apa yang ingin dia katakan saat ini, sangatlah berat untuk terlontar dari mulutnya secara langsung. Sampai-sampai air matanya mulai berjatuhan, dan bibirnya bergetar. Tampak semakin dia ingin menanyakan hal tersebut, semakin sakit pula rasa yang dibebani dadanya.

Alhasil Milka yang mampu membaca itu semua, mencoba menebak. "Kenapa Tante buat ayahmu sampai memukuli ibumu, atau... Kenapa Tante tega membunuh papanya Bintang, dan membuat tuduhan tertuju ke ayahmu. Apa itu yang mau kamu tanyakan?"

Kejora terdiam. Karena sialnya tebakan itu benar. Namun pertama yang paling ingin dia ketahui jawabannya adalah, "Kenapa Tante memfitnah ibu dan ayah Kejora? Apa Tante tahu seberapa menderitanya ibu, tiap hari harus menerima pukulan dari ayah?! Apa Tante tahu kalau selama ini ayah juga menderita karena harus menanggung perbuatan Tante?!" tanya gadis itu dengan intonasi meninggi, lantaran di saat yang bersamaan dia juga harus menahan sesaknya sendiri mengingat segala yang terjadi selama ini.

Tentang penderitaan yang dialami ibunya, ayahnya, bahkan dirinya sendiri, hanya karena keegoisan wanita itu. Kejora benar-benar tersiksa mengingat itu semua.

"Tante tahu," jawab Milka, setelah beberapa saat terdiam. "Dan alasannya, karena ibumu sama saja seperti kamu. Selalu mencampuri urusan Tante dan tidak pernah berpihak pada Tante, padahal Tante adiknya!"

Drt drt

Ponsel Milka bergetar, di saat pemiliknya sedang pergi ke toilet. Membuat tanpa sengaja, Lily yang kebetulan sedang makan bersamanya saat itu, membaca isi pesan melalui pop up yang muncul di tengah layar menyala.

Frans Wiguna: Aku akan segera meminta cerai dengan Naina.

Dahi Lily mengernyit. Tangannya refleks menjulur hendak mengambil ponsel itu. Namun tiba-tiba tangan Milka menyambar sebelum dia sempat menyentuh benda pipih itu.

"Kamu"

"Iya. Mas Frans yang memulainya duluan," potong Milka.

Lily menggeleng cepat. "Siapapun yang memulai, kamu nggak boleh melakukan itu, Milka."

"Biar aja ini jadi urusanku. Kak Lily nggak perlu ikut campur," tandas Milka. Kemudian langsung bergegas, meninggalkan tatapan penuh ancaman untuk Lily.

"Aku akan beritahu Naina."

Ucapan itu seketika mampu membuat Milka menahan langkahnya sesaat. Meski setelahnya dia tetap berlalu, acuh tak acuh. Yang tanpa Lily tahu, semenjak saat itu benih kebencian mulai tumbuh pada diri adiknya.

"Sedangkan ayahmu... Tante melakukannya karena⸻"

"⸻Tante menginginkan harta warisan itu?" sela Kejora, ketika tiba-tiba ia teringat perkataan ayahnya.

"Dia yang membuat Ayah menjadi tersangka, dan tidak bisa menampakkan diri di muka umum. Karena dia ingin menjauhkan kamu dari Ayah. Dia tidak akan bisa mendapatkan harta warisan dari nenekmu tanpa memilikimu, karena dia hanya anak tiri nenekmu."

"Tante jahat!" jerit Kejora dengan emosi yang menyulut tiap tarikan napasnya. Muak dengan semua perbuatan tantenya itu.

Prang!

Tiba-tiba Milka mengambil sebuah botol bekas dan melemparnya hingga pecah menjadi berkeping-keping. Membuat Kejora sempat meringkuk ketakutan dengan mata terpejam rapat-rapat.

"Terus kenapa kalau Tante jahat?!" Untuk pertama kalinya, Milka menghujam Kejora walau hanya dengan melalui sorot matanya. "Tante hanya menghukum mereka yang salah dengan cara Tante sendiri, Kejora. Dan Tante memiliki alasan atas apa yang Tante lakukan."

"Apapun itu alasan Tante, nggak ada yang namanya pembenaran untuk kejahatan yang Tante lakukan. Apalagi sampai membunuh orang lain!" ucap Kejora yang sarat akan penegasan. Meskipun kini tenggorokannya mulai terasa sakit karena harus menahan isak dan tangis di saat yang bersamaan.

Seketika gadis itu tersenyum miring, sedangkan air matanya masih menetes tiada henti. "Kadang seseorang tega menghancurkan masa depan orang lain, hanya karena dia terus menetap dengan masa lalunya." Usai memberi jeda, pandangannya mengarah pada Milka. "Sama seperti Tante. Bahkan karena perbuatan Tante, Bintang yang nggak tahu apa-apa harus kehilangan impiannya jadi pianis."

Naina perhatikan, belakangan ini putra satu-satunya itu sering sekali menyendiri. Diam, dengan sorot mata yang tampak menerawang begitu jauh. Seolah tengah menampung beban pikiran, yang tidak bisa tersuarakan. Persis seperti saat ini. Saat selesai melakukan hobinya membuat kue, ia dapati Bintang yang lagi-lagi sedang menyendiri. Duduk di teras belakang rumahnya.

Dengan membawakan beberapa potong kue yang baru saja ia buat, Naina mendekat. Ikut mengambil posisi duduk di sebelah Bintang, setelah meletakkan piring kue itu di tengah-tengah mereka.

"Mama abis buat cheese cake pakai resep baru. Kamu cobain dong!" ucap Naina, bertujuan membuka obrolan.

Namun alih-alih menjawab, Bintang menoleh malah untuk bertanya. "Mama udah tau, siapa pelaku penembakan papa?"

Seketika raut wajah Naina berubah drastis. Namun seulas senyum tetap ia paksakan ada, walaupun samar. "Polisi belum berhasil nangkap dia. Jadi Mama cuma tahu namanya, tapi nggak tahu dan nggak mau tahu seperti apa wajahnya."

"Kenapa?" singkat Bintang.

"Karena kalau Mama tahu dan wajah itu terekam di kepala Mama, selamanya Mama nggak akan bisa lupa. Dan hidup Mama cuma dipenuhi kebencian," papar Naina tanpa menoleh.

Saat itu juga Bintang mengerti. Apa yang dikatakan mamanya memang benar. Seperti yang dia alami kini. Mau sesakit apapun itu, hidupnya hanya dipenuhi kebencian terhadap Kejora.

Ting nong!

Denting bel yang tiba-tiba memekak heningnya rumah mereka, sesaat menginterupsi obrolan.

Naina hendak bangkit, akan tetapi Bintang segera menahannya. "Biar Bintang aja yang buka, Ma."

Naina mengangguk. Kembali duduk, seraya mengeluarkan ponselnya dan membuka menu galeri. Yang menampilkan begitu banyak foto, kemudian salah satunya adalah foto keluarga kecilnya saat masih utuh. Saat sang suami masih ada, dan Bintang masih kecil.

Wanita itu tersenyum pilu. Napasnya menghela berat, namun dia tidak mau lagi berlarut-larut dalam kesedihan. Apalagi mencari pasangan baru. Dia hanya berterima kasih pada mendiang suaminya, Frans. Karena berkat kehadiran Frans dalam hidupnya⸻walau sangat singkat, kini dia memiliki Bintang yang bisa menjaganya lebih dari pria mana pun.

Saat membuka pagar rumahnya, di saat itu jugaBintang tergugu kaku mendapati sosok yang berdiri di baliknya.

To be continue...

***

Pliss kalian penasaran gak sama kelanjutannya?

kalo iya, ayo spam next yang banyak yaa, nanti aku update cepet deh:D

big love,
Amateurflies

IG: @itscindyvir & @amateurflies
Twitter: @amateurflies
(kalo mau follback, DM aja ya dear;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top