53. Kejora Berubah?

"Nggak semua hal yang gue lakuin harus lo tahu, kan?"

•••

Seperti yang diminta oleh Leon, Rasi baru membuka kotak yang diberikan Biru padanya setelah ia berada di dalam kamarnya sendiri.

Kotak itu tidak terlalu besar, tidak kecil juga. Ukurannya sedang.

Kemudian perlahan Rasi membukanya. Terlihat ada beberapa benda di dalam sana yang Rasi temukan. Selain banyaknya pesawat kertas warna-warni yang paling mendominasi ruang kotak tersebut, ada pula tape recorder jadul yang seingat Rasi biasa digunakan untuk merekam suara di masa sekitar sepuluh tahun yang lampau.

Rasi sempat bingung ketika melihat semua isi itu. Sampai akhirnya Rasi putuskan untuk mendengarkan suara yang terekam dalam tape recorder itu dengan menggunakan sepasang earphone di telinganya.

"Sebelum aku mengatakan semuanya, aku mau kamu janji sama aku, Ras, untuk mendengarkan rekaman ini sampai selesai. Sekalipun kamu mungkin akan sangat marah, kecewa sama aku di tengah rekaman ini, aku mohon jangan berhenti dulu sebelum kamu selesai mendengarkan."

Seakan sedang berkomunikasi dua arah dengan Rasi, Biru diam sejenak seolah memberi waktu untuk Rasi memberi jawaban.

Rasi mengangguk, di saat suasana menghening selama sekian detik. Lalu selang sesaat terdengar kembali suara Biru yang melanjutkan.

"Di dalam kotak itu ada 1000 pesawat kertas buat kamu, Ras. Aku buatnya sendiri, manual pakai tangan. Bergadang selama beberapa malam." Biru terkekeh. "Kamu jangan khawatir. Aku lakuin semua itu buat kamu. Jadi kalau kamu lagi ada masalah, kamu terbangin aja satu pesawat kertas itu. Maka nanti pesawat itu akan membawa pergi masalahmu."

Masih mendengarkan suara Biru, Rasi tersenyum sembari memegangi pesawat kertas yang diambilnya secara acak. Akan tetapi senyum Rasi seketika sirna, ketika ia mendengar kalimat-kalimat Biru berikutnya.

"Aku cuma bisa berharap, semoga pesawat kertas itu bisa menggantikan aku di saat aku gak bisa lagi menemani kamu dalam menghadapi masalah-masalahmu."

"Aku gak bisa selamanya berada di sisi kamu, Ras."

Seperti ada badai petir, tiba-tiba saja kesadaran Rasi terguncang hebat mendengarnya. Matanya terbuka lebih lebar dan mulai menggenangkan air dengan sendirinya.

"Bukan karena aku gak mau, tapi karena emang sejujurnya aku gak bisa."

"Penyakitku udah semakin parah. Kondisiku udah semakin melemah. Bahkan aku gak tahu berapa lama lagi aku bisa terus bertahan untuk hidup dengan penyakit ini. Kemungkinan gak akan lama."

Secepat mata berkedip, dunia Rasi terasa seperti berhenti saat itu juga bersamaan dengan setetes air matanya lolos tanpa diduga-duga.

"Penyakit ini terus menggerogoti tubuhku tanpa bisa aku cegah."

"Sampai di sini, aku mohon kamu jangan"

Dengan didampingi rasa nyeri yang mengikat dadanya, Rasi langsung mematikan tape recorder itu. Tidak bermaksud untuk mengingkari janjinya pada Biru, hanya saja ia tidak sanggup mendengarnya lebih lanjut. Jujur saja, kenyataan ini terlalu berat untuk ia terima. Terlalu rumit untuk ia pahami. Semuanya terlalu tiba-tiba, Rasi benar-benar tidak siap.

Kepala Rasi menggeleng kuat menyangkal itu semua, sekeras mungkin. "Gak mungkin. Biru pasti bohong! Leon mengada-ngada!" gumamnya, mengelak.

🌩

Sebuah pistol yang terbungkus dalam plastik transparan, dengan masker setengah wajah dan sarung tangan yang terdapat bordiran bulan sabit di ujungnya. Seketika saja semua benda berwarna hitam itu membuat Kejora membeku. Lalu dalam hitungan detik, ingatannya membawanya melesat jauh ke belakang.

"Ibu, Kejora main barbie di teras belakang, ya."

"Iyaa."

Kejora kecil yang membawa boneka itu berjalan menuju belakang rumahnya, yang di sana ternyata juga ada ayahnya tengah sibuk dengan cangkulnya. Berkebun, dengan memakai sarung tangan juga masker dengan warna senada. Hitam. Surya memang suka berkebun, makanya walau ada banyak tanaman, di rumah itu tidak lagi memerlukan tukang kebun, karena setiap harinya Surya selalu rajin menyempatkan diri sebelum berangkat bekerja untuk merawatnya.

"Ayah lagi menanam apa?" tanya gadis kecil itu seraya hendak mendekat, karena penasaran.

"Jangan ke sini. Kotor. Kamu main di sana saja," larang Surya, dingin. Kemudian menyudahi aktivitasnya dan langsung melepas kedua sarung tangan juga maskernya. Melemparnya ke arah Kejora. "Kasihkan ke ibu kamu untuk segera dicuci."

Dengan gesit Kejora menangkapnya. Diperhatikannya sembari berjalan benda milik ayahnya itu, yang kalau dilihat dari dekat ternyata ada gambar bulan sabit yang terbordir rapi.

Sama persis. Bagaimana bisa Tante Milka menyimpannya? Dan bagaimana bisa juga, benda-benda milik ayahnya itu disatukan dengan sebuah pistol? Perlahan tangan Kejora menjulur untuk mengambilnya.

Drt drt drt

Akan tetapi getaran ponsel dalam kantungnya, seketika membuat perhatian Kejora teralih.

Tante Milka is calling...

"Halo, Kejora?" Belum Kejora bersuara, sambaran dari tantenya sudah terdengar ketika ia mengangkat. "Tadi kamu hubungi Tante, ya? Maaf banget gak keangkat, soalnya Tante baru selesai meeting sekarang. Makanya langsung Tante hubungi kamu balik. Ada apa memangnya?"

"Tan... Kejora boleh bertanya sesuatu?" Setelah diam cukup lama, akhirnya gadis itu bicara juga. Walau suaranya terdengar mulai bergetar.

"Tanya apa, Kejora?"

"Kenapa benda-benda milik ayah ada di Tante?" Seakan lupa dengan keperluan pertamanya, Kejora bertanya tanpa basa-basi mengenai apa yang memang ingin ia tanyakan dan mengetahui jawabannya. "Kenapa juga ditaruhnya disatukan dengan sebuah pistol?"

🌩

Cklek!

Suara pintu terbuka sesaat membuat Bintang melilir dan menyadari kembali bahwa dirinya baru saja ketiduran di sofa ruang tamu. Yang tak lama berselang juga menyadari bahwa Kejora baru saja tiba di rumah.

Sekilas, Bintang menengok jam yang menempel di dinding. "Abis ngapain aja lo jam segini baru pulang?"

Alih-alih menggubris, Kejora malah sibuk menutup pintu, dan berjalan begitu saja melewati Bintang seolah tak mendengar. Membuat Bintang, langsung menahan pergelangan tangannya. "Orang nanya, nggak dijawab. Kesambet setan budek, ya, lo?"

"Nggak semua hal yang gue lakuin harus lo tahu, kan?" ketus Kejora yang membuat Bintang sampai mengerjap-ngerjapkan matanya, tak percaya. Lebih tak percaya lagi ketika gadis itu menghempas tangannya dengan kasar sebelum berlalu.

Bintang mengernyit, heran. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa ada yang berbeda dengan Kejora. Sorot mata gadis itu, tidak biasa-biasanya menatap sangat dingin. Apa mungkin itu semua hanya perasaannya saja?

Sambil menggaruk kepala, akhirnya Bintang putuskan untuk ke kamar juga. Berupaya untuk menghiraukan segalanya.

🌩

"Morning honey, buddy! Ayo, kita sarapan sama-sama. Tante udah masak masakan yang spesial buat kalian!" sapa Naina, menyambut Bintang dan Kejora yang baru saja turun, dan mengambil kursi masing-masing di meja makan.

"Morning, Tante." Kejora menyahut pelan dengan senyum tipis seperti dipaksakan.

Sementara Bintang tidak menyahut sama sekali seperti biasanya, namun kali ini tatapannya tidak lepas dari Kejora yang sejak semalam bahkan sampai detik ini semakin terlihat jelas berbeda daripada biasanya. Tidak ada senyum yang merekah sempurna di bibirnya, tidak ada binar semangat di matanya, dan satu lagi... Agak lebih pendiam. Dan sumpah demi Tuhan menurut Bintang itu sangat bukan Kejora yang ia kenal.

Sambil mulai menyantap sarapannya, Naina mengisi ruang makan yang benar-benar sunyi itu dengan pertanyaannya. "Nanti kalian berangkat bareng, atau Kejora mau Tante yang anter aja?"

"Bareng," sahut Bintang cepat. Sebelum akhirnya ia meralat sendiri, "Maksudnya, Rasi kan pasti udah dianter Biru. Jadi mending bareng Bintang aja. Lagipula kantor Mama sama sekolah kami kan gak terlalu searah."

"Kejora naik bus aja, Tan. Soalnya nanti sekalian mau ketemuan sama Naomi juga di halte."

Kejora yang tiba-tiba menyela, membuat Bintang menolehkan kepala. "Kenapa lo? Takut deg-degan, ya, dibonceng sama gue?" godanya.

Bukan meladeni Bintang, Kejora malah terlihat menyudahi sarapannya bahkan di saat nasi beserta lauk di piringnya masih belum habis dan tersisa lebih dari setengah piring. "Kejora berangkat sekarang, ya, Tan."

"Lho? Sarapannya nggak dihabiskan dulu?"

"Udah, Tan. Kejora udah kenyang," tutur gadis itu selepas mencium punggung tangan Naina. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," timpal Naina.

Sedangkan di sisi lain, Bintang yang lagi-lagi terabaikan, cuma bisa diam memerhatikan tanpa sempat mengambil tindakan untuk menahan gadis itu.

"Kamu berantem, ya, sama Kejora?" tuding Naina yang langsung tertuju pada putranya sendiri, tepat sesaat setelah sosok Kejora menghilang di balik dinding pembatas ruang makan.

"Berantem apaan, sih, Ma, ya Allah... Mama kan tahu, Bintang udah berubah. Kalau Bintang berantem, nggak mungkin semalem Bintang mau nungguin dia pulang sampe ketiduran di sofa tamu." Bintang mendecak. Merutuk frustrasi karena terus-terusan dituduh oleh mamanya. "Udahlah, Bintang mau berangkat juga."

"Iya, deh, iya anak Mama yang udah berubah," seloroh Naina yang tidak kuasa menahan diri untuk tidak tertawa, hingga akhirnya tawa kecil pun terdengar.

"Iyalah anak Mama. Siapa bilang Bintang anak ayam!" sewot Bintang, tiada habisnya. Yang kemudian juga mencium punggung tangan mamanya, lalu pamitan. "Bintang jalan. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

🌩

Seturunnya dari mobil, Leon berlari menelusuri sebuah gedung sekolah, yang ia tahu sekolah itu adalah sekolahan Rasi. Ini bukan mau Leon. Kakinya bergerak sendiri tanpa menunggu untuk berpikir panjang. Satu persatu tiap kelas yang terlewati ia sambangi. Dari lantai satu, hingga saat ini dirinya berada di lantai tiga. Namun seseorang yang dicarinya juga tak kunjung ditemukan. Rasi.

Namun setelah dirinya hampir mau gila, tepat di lantai teratas ruangan paling ujung, akhirnya ia menemukan gadis itu. Gadisnya Biru, yang baru saja keluar dari ruang guru.

Rasi tampak terkejut mendapati keberadaan Leon di sekolahnya untuk pertama kali saat itu. Tetapi agaknya ia jauh lebih terkejut ketika Leon berdiri di hadapannya dan langsung menyerukan sesuatu.

"Ras gawat, Ras. Gawat!" ujar Leon dengan keringat yang bercucuran. Raut wajahnya panik bukan main. Seperti hidup dan mati sedang berada di depan matanya.

Dahi Rasi berkerut. Perasaannya mulai tak enak. "Apa yang gawat?"

"Biru, Ras. Lo harus ikut gue ke rumah sakit. Sebelum lo nyesel untuk selamanya!"

Tbc...

FOLLOW IG AKU YAA ITSCINDYVIR^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top