Bagian 2 : Kehilangan

"PERINGATAN-PERINGATAN! ADA SEEKOR NAGA API TIBA-TIBA MUNCUL DARI DALAM GEREJA AXIOM. SEMUANYA CEPAT LARI, SELAMATKAN DIRI!!!" Teriak salah satu penduduk di Kota Region.

Karena teriakan tersebut, seisi kota tiba-tiba panik. Keadaan menjadi kacau balau. Para penduduk di sana berlari menyelamatkan diri. Tapi tidak bagi dua orang gadis yang tinggal di desa itu.

Dua orang gadis itu merupakan penyihir yang tinggal di kota Region. Mereka berdua masih belum bergabung dengan salah satu guild di kota itu. Mereka beralasan masih harus belajar sihir lebih banyak lagi.

Netra berwarna merah yang berasal dari gadis bersurai putih itu melebar. Ia terkejut ketika mendengar ada seekor naga muncul di kota yang ia tinggali setelah pindah ke sana 10 tahun yang lalu. Wajahnya yang cantik dihiasi oleh senyumnya yang imut. Senyumnya semakin merekah ketika melihat sahabatnya pulang dari mengantar kue ke tetangganya.

"Hina-chan, dengar! Tadi ada yang berteriak kalau ada naga di Gereja Axiom. Ayo kita lihat naga itu bersama." Ajak gadis bersurai putih itu dengan antusias.

"Baka kah kimi? [Apa kamu bodoh]"

"Iie! [Tidak!]" Akaya menggeleng cepat.

"Aku belum selesai bicara! Apa kamu tak punya akal? Sudah tahu naga api itu bahaya. Kenapa kamu antusias sekali untuk melihatnya?" Gadis berkucir dua itu mulai naik pitam.

Akaya menggembungkan kedua pipinya pertanda kesal. "Ayolah Hina-chan, kita kan belum pernah melihat naga. Inilah kesempatan emas yang tak bisa datang dua kali. Oleh karena itu, ayo kita pergi untuk melihatnya." Rayu Akaya dengan menunjukkan puppy eyes-nya yang membuat dirinya semakin terlihat imut.

"Tidak! Sekali ku bilang tidak ya tidak!" Larang Hinaka.

Akaya berpaling dari Hinaka, melihat ke arah lain. "Chk!" Lirihnya. Mulutnya mulai mengerucut. Akaya cemberut.

Hinaka yang mempunyai pendengaran tajam itu dapat mendengar suara yang hampir mustahil didengar oleh manusia pada umumnya. "Apa yang kau bilang tadi?"

"Nandemonai. [Bukan apa-apa]"

"Kau keras kepala sekali ya, Aya-chan. Aku melarangmu untuk melihat naga itu karena aku punya firasat buruk. Aku takut terjadi apa-apa padamu." Hinaka mengungkapkan alasan mengapa dirinya melarang sahabat satu-satunya itu pergi.

"Itu hanya firasatmu saja, Hina-chan. Aku baik-baik saja. Kamu jangan khawatir."

"Bagaimana aku tak khawatir. Kamu itu ceroboh. Selalu bertindak sesuka hatimu. Apalagi kamu masih belum bisa mengeluarkan sihir. Kamu it-"

"SUDAH CUKUP! Terserah jika kamu tidak mau ikut aku melihat naga api itu. Tapi tolong, jangan menyangkut-pautkan masalah kekhawatiranmu itu dengan aku yang tak bisa mengeluarkan satu pun sihir ini. Aku tahu kamu itu sangat berbakat, Hina-chan. Tapi aku tak bisa terus menerus dalam perlindunganmu. Aku juga ingin berdiri sendiri. Untuk kali ini, maafkan aku karena tak mendengarkan perkataanmu. Kamu juga tidak bisa menghentikanku sekarang." Akaya pergi meninggalkan sahabatnya dengan hati jengkel.

Shirasagi Akaya berlari menjauhi rumahnya. Ia pergi ke Gereja Axiom untuk melihat seekor naga api. Sedangkan Hinaka mencoba untuk mengejar Akaya, tetapi Akaya berlari terlalu cepat dan akhirnya Hinaka kehilangan jejaknya.

Gereja Axiom adalah gereja yang baru saja berdiri di Kota Region. Jadi, Hinaka tak tahu persis di mana letak gereja itu. Sedangkan Akaya yang kesehariannya selalu bersenang-senang menjelajahi seisi kota Region, sudah tahu persis di mana letak gereja itu.

"Apa sih yang ada di pikiran Hina-chan? Kenapa dia tak mau mengerti? Padahal aku hanya mengajaknya untuk melihat naga bersama. Jika dia tidak mau juga, ya tidak apa-apa. Aku kan bisa pergi sendiri. Tapi tetap saja, kenapa harus mempersalahkan tentang sihirku? Aku tahu kalau aku ini masih belum bisa menggunakan satu pun sihir. Tapi aku tak akan menyerah. Suatu hari nanti, aku pasti akan menyaingimu, Hina-chan! Lihat saja." Shirasagi Akaya membulatkan tekadnya.

Setelah beberapa menit berlari, akhirnya Akaya sampai di Gereja Axiom. Keadaan di sana sangat kacau balau. Api bertebaran dimana-mana. Banyak sekali penduduk yang terluka. "Apakah naga itu jahat?" Ucapnya ketika melihat sebuah mayat yang tergeletak didepannya.

Akaya melihat keadaan sekitar. Terasa janggal, pikirnya. Ia tak melihat seekor naga di sana. Hanya kobaran api yang memenuhi tempat di sekitar ia berdiri. "Dimana naga itu? Apa benar ada naga di dunia ini? Ataukah naga itu hanyalah sosok fantasi dari dalam cerita? Jika benar naga itu ada, tolong pertemukan aku dengan naga itu. Aku ingin sekali melihatnya. Itu mimpiku sejak kecil." Ucapnya penuh harap.

"Tapi jika memang tak ada naga di dunia ini. Tolong hentikan semua gambar yang kulihat dengan mataku saat ini. Ini sudah keterlaluan. Aku tak kuat melihat semua kekacauan ini. Semua ini hanya mengingatkanku kepada masa lalu yang sangat ingin kulupakan. Peperangan hanya akan membawa kesedihan." Kepalanya tertunduk. Netra merahnya mulai terpejam. Air mata pun membanjiri wajah Akaya.

Tiba-tiba terdengar suara raungan. Mata merahnya yang sempat terpejam beberapa saat lalu pun terbuka lebar. Apakah ia tak salah dengar tadi? Apakah itu suara raungan naga? Lalu di mana naga itu?

Suara raungan kembali terdengar. Raungan ini jauh lebih keras dari yang sebelumnya. Suara itu berada dekat dengan tempat Akaya berdiri. Otaknya mulai beroperasi. Seketika itu matanya membulat.

Perlahan tapi pasti, dengan tekad yang kuat, Akaya memberanikan diri untuk melongok ke atas. Dilihatnya sebuah sosok besar terbang dilangit. Sesosok naga yang tak pernah dilihatnya. Sosoknya yang terlihat berwibawa itu membuatnya berdecak kagum.

"Wahai kalian para manusia. Ras terlemah di negeri ini. Tunduklah engkau di bawah raunganku." Suara itu menggema hingga ke seluruh pelosok negeri. Suara yang membuat seluruh makhluk hidup ketakutan.

Suara itu membuat mulut Akaya menganga lebar. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Dengarkan aku wahai naga api. Kami memang manusia. Tetapi kami tidaklah lemah. Bagimu kami memang terlihat lemah. Tapi jika kami saling bahu-membahu satu sama lain. Kelemahan kami akan menjadi kekuatan kami. Jangan kau remehkan umat manusia." Bantah Akaya.

"Tahu apa kamu tentang dunia ini, gadis kecil? Kau yang tak bisa mengeluarkan sihir, bagaimana mungkin dapat mengetahui bahkan se-percaya diri itu berpikir bahwa ras manusia dapat mengalahkan naga. Jangan bermimpi!" Balas sang naga api.

"Kami tidak bermimpi! Akan ku buktikan bahwa ras kami pasti bisa mengalahkan naga. Naga jahat sepertimu hanya bisa melukai orang yang tak bersalah. Tidakkah kau berpikir bahwa masih ada manusia yang baik di antara mereka?"

"Semua manusia itu sama saja. Mereka semua memperlakukan kami layaknya binatang peliharaan. Kami masih memiliki hati. Tapi kalian dengan seenaknya membunuh kami para naga hingga membuat kami kehilangan nyawa dan pada akhirnya punah dari dunia ini."

"Jangan kau sama kan semua manusia didunia ini. Mereka semua berbeda-beda. Ada yang baik dan ada juga yang jahat. Walau mereka yang berbuat jahat, mereka masih punya hati nurani."

"Hati nurani kau bilang? Maksudmu manusia yang membunuh kami para naga ini punya hati nurani? Manusia yang kejam itu?"

"Aku tak bilang begitu. Sudah kukatakan bahwa semua manusia itu berbeda-beda. Aku tak peduli dengan masa lalu mu. Yang ku pedulikan saat ini adalah keadaan penduduk yang telah kau lukai. Betapa jahatnya dirimu hingga membunuh beberapa di antara mereka."

"Itulah balasan atas tindakan mereka sendiri."

"Apa maksudmu?"

"Mereka sendirilah yang telah membangkitkanku. Membangkitkan pula dendamku yang telah terkubur empat ratus tahun yang lalu."

"Maksudmu? Kau ini adalah arwah dari naga yang telah tiada 400 tahun yang lalu itu?"

"Lebih tepatnya aku adalah sesosok dendam yang bertujuan untuk memusnahkan seluruh ras manusia dari dunia ini."

"Jangan! Kau jangan termakan oleh dendam itu! Jangan terjatuh ke dalam dendam itu! Itu hanya akan membuatmu semakin menderita. Tidak hanya kau saja yang menderita. Seluruh makhluk yang ada di dunia ini pun akan ikut menderita."

"Semua sudah terlambat untuk memaafkan manusia. Inilah saatnya pembalasan dendam dimulai." Sang naga api itu mulai menyerang Shirasagi Akaya.

Naga api itu melaju dengan kecepatan penuh ke arah Akaya. Mulutnya mengeluarkan semburan api yang sangat panas. Panasnya bagaikan api neraka yang siap melahap segalanya.

Akaya yang saat itu tak bisa mengeluarkan satu pun sihir, hanya bisa terpaku di tempat. Kakinya tak dapat digerakkan karena saking takutnya. Otaknya pun berhenti bekerja untuk sementara waktu. Apakah ia akan mati saat itu juga, pikirnya.

Sebuah air yang sangat banyak tiba-tiba menyembur dari dalam tanah. Air itu membentuk sebuah perisai di sekitar badan Akaya. Semburan api yang dikeluarkan naga mengenai perisai air itu dan membuatnya padam.

"Akhirnya aku menemukanmu, Aya-chan!" Sapa sosok bersurai biru itu kepada Akaya.

"Hina-chan? Bagaimana mungkin?" Akaya melihat sahabatnya yang datang dengan nafas terengah-engah.

"Sudah kubilang, kamu adalah sahabatku. Bagaimana mungkin aku tega meninggalkanmu sendirian."

"Hina-chan." Akaya terharu atas ucapan sahabatnya.

"Aku akan melawan naga itu. Kau pergilah selamatkan diri."

"Tidak, aku tidak akan mundur. Aku akan selalu berada disisimu."

"Tapi-, ya sudahlah, kalau begitu lebih baik kau obati orang-orang yang terluka itu dan bawa mereka ke tempat yang aman. Setelah itu, kau boleh membantuku melawan naga itu."

"Baiklah, hati-hati ya Hina-chan!" Ucap Akaya sebelum melangkah pergi.

"Sekarang kau adalah lawanku, wahai sang naga api!" Ucap Hinaka sebelum menyerang sang naga itu dengan sihir airnya.

"Mizu no Mahou: Water Lance [Sihir Air: Tombak Air]" Hinaka menghunjamkan ratusan tombak yang berasal dari air yang dipadatkan kepada sang naga api. "Kelemahanmu adalah air. Air adalah sihirku. Aku akan mengalahkanmu."

Semua serangan yang telah dihunjamkan Hinaka kepada sang naga api itu tidak ada yang mempan. Sang naga api terlalu kuat. Api yang disemburkannya terlalu panas hingga membuat sihir air Hinaka menguap. "Manusia seperti kalian tidak akan bisa mengalahkanku." Ucap sang naga.

"Tidak ada pilihan lain. Aku akan menggunakan sihir itu." Tiba-tiba air yang keluar dari tangan Hinaka berubah menjadi bongkahan es. Bongkahan es itu dibentuk menjadi sebuah tombak runcing. Ia membuat senjata yang sama hingga ribuan. "Dengan ini kau pasti akan kalah!" Hinaka menatap tajam sang naga. "Bongkahan es kecil seperti itu tidak akan mempan terhadapku." Ucap sang naga bangga.

"Koori no Mahou: Ice Lance [Sihir Es: Tombak Es]" Seluruh tombak es itu mulai menyerang sang naga api. Sang naga yang tak mau kalah itu mengeluarkan semburan api yang jauh lebih panas daripada sebelumnya dan membuat semua es itu meleleh.

"Tidak mungkin! Sihirku tidak berpengaruh?"

"Kau lihat kan, sihir itu sama sekali tidak melukai atau bahkan mengenaiku."

Shirasagi Akaya yang melihat kekuatan baru dari Hinaka membuatnya semakin mengagumi sahabatnya. Setelah meletakkan penduduk yang terluka di tempat yang aman, ia segera kembali ke tempat sahabatnya bertarung. "Aku akan membantumu dengan cara mengalihkan perhatiannya. Jadi, kau harus keluarkan sihir untuk menghabisinya." Ucapnya lalu pergi untuk mengalihkan perhatian sang naga.

"Meski kau berkata seperti itu pun aku-, tidak, masih ada cara lain. Maafkan aku Aya-chan. Dengan sihir ini, aku akan menyelamatkan dunia. Tapi sebagai gantinya adalah nyawaku."

Hinaka mulai mengumpulkan seluruh sihirnya di tangannya. Baik tangan maupun tubuhnya tiba-tiba mengeluarkan sebuah cahaya biru yang sangat terang. Akaya yang berhasil mengalihkan perhatian sang naga hanya bersorak riang. Ia tak tahu bahwa sahabatnya akan pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Koori no Mahou: Zettai Iced Shell [Sihir Es: Perisai Es Terkuat]" Seluruh tubuh Aorina Hinaka berubah menjadi kepingan salju. Salju itu mengarah ke naga api dan menyelimutinya. Semua salju itu perlahan mengeras dan menjadi sebuah bongkahan es besar yang menyegel sang naga api.

"Terkutuklah engkau wahai manusia bersurai biru. Kau telah mengalahkanku. Dengan ini aku kan mengutukmu. Karena kau akan mati bersamaku, maka aku akan mengutuk sahabatmu. Wahai manusia bersurai putih. Mulai saat ini, kau akan mengalami kepedihan yang tiada akhir. Sampai saat orang yang mempunyai perasaan yang sama bahkan lebih seperti sahabatmu ini, kau akan terus menderita. Aku akan memberikan api terkutukku padamu." Ucap sang naga api sebelum tersegel.

Shirasagi Akaya yang mendengar rapalan mantra dari sahabatnya membuatnya tersadar. "Tidak! Jangan gunakan sihir terlarang itu. Aku tak mau kehilanganmu!" Teriak Shirasagi Akaya untuk menghentikan sihir dari Aorina Hinaka. Tetapi semua sudah terlambat.

"TIDAK!" Tangisnya meraung-raung. Air matanya tidak akan bisa berhenti. Hanya keajaiban saja yang bisa menghapus air mata itu. Sampai hari di mana ia mulai tersenyum kembali. Sampai hari itu tiba, hidupnya akan penuh dengan penderitaan.

🌟🌟🌟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top