Chapter 22
"Jaehyun,"
Langkah Jaehyun terhenti saat melewati ruang TV, membuat Lucas maupun Johnny ikut menghentikan langkah mereka.
"Yomi mana? Dia gak pulang bareng kamu?"
Jaehyun mendecak sebal. Sebenarnya enggan menjawab pertanyaan dari seorang wanita paruh baya itu. Tapi entah kenapa mulutnya seakan memaksa untuk menjawab meski harus dengan kata-kata yang pedas.
"Yomi udah mati!"
Wanita itu membulatkan mata, kemudian berdiri, "Jung Jaehyun! Jaga ucapan kamu! Dia itu adik kamu! Kamu gak pantes ngomong gitu tentang adik kamu sendiri!"
Jaehyun membalikkan badannya, menghadap wanita itu tanpa rasa takut.
"Adik?" Ia mendecak sebelum kembali balik badan untuk lanjut jalan menuju kamar.
"JAEHYUN! MAMA ADUIN KELAKUAN KAMU KE PAPA KAMU YA! BIAR KAMU—"
"BERISIK, SETAN!!" Potong Jaehyun dengan cepat.
Habis itu, ia melemparkan vas bunga ke lantai sampai terdengar suara prang yang kencang dan nyaring.
Vas seharga dua motor itu hancur lebur akibat ulah Jaehyun. Ia juga melemparkan sebuah bingkai foto ke arah TV besar yang ada di samping wanita itu hingga layar TV jadi retak.
"BERHENTI MANGGIL DIRI SENDIRI DENGAN SEBUTAN MAMA!! LO BUKAN MAMA GUE!! DASAR JALANG!!"
Kemudian, ia pun segera pergi dari sana. Sama sekali tidak mempedulikan wanita itu yang tampak terkejut.
Johnny dan Lucas ikut Jaehyun saja. Walau mereka tidak tau apa yang telah terjadi di keluarga ini, tapi sepertinya masalah ini benar-benar serius.
"Pintu kuncinya." Perintah Jaehyun sembari membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Jhonny menurut. Ia mengunci pintu, lalu duduk di samping Jaehyun.
"Jae, sorry. Tapi gue kepo, sebenernya ada masalah apa sih di keluarga lo? Kok lo bilang mama lo sendiri kek gitu? Berani betul." Ujar Johnny.
Lucas yang tengah mengambil sesuatu dari dalam kulkas, ikut menimpali, "Iya anjir. Kalau gue yang bilang gitu ke nyokap gue, pasti gue langsung di gusur terus di pukul pake sapu lidi."
Omong-omong, di dalam kamar Jaehyun memang ada kulkas. Kulkas 2 pintu pula. Isinya makanan, minuman, buah-buahan, dan ada bir juga.
"Dia bukan nyokap gue." Jawab Jaehyun.
"Hah? Maksudnya gimana? Nyokap tiri gitu?" Bingung Johnny.
"Au ah. Kalian makan aja deh sepuas kalian. Gue mau mandi dulu, gerah." Jaehyun beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
-----
"Em... Berhenti berhenti." Kata Taeyong tiba-tiba.
Ten yang sedang menyetir, mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa?"
"Saya turun disini aja pak. Ada urusan." Jawab Taeyong.
"Oh, yaudah, bapak anter aja."
"Gak usah pak. Saya bisa naik bus atau taksi."
Ten mengangguk, kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia paham, sebab tadi ia memang sempat memergoki Taeyong yang seperti mendapat sebuah pesan di ponselnya.
"Lisa, Y/n, Pak Ten, duluan ya. Maaf ngerepotin dan makasih tumpangannya." Ucap Taeyong sebelum turun dari mobil.
Ten memperhatikan Taeyong dari balik kaca. Tampaknya Taeyong memang ada urusan yang tidak bisa dinanti-nanti. Lelaki itu juga seperti sedang menghubungi seseorang.
"Em.... Taejun mau kemana sih?" Tanya Y/n, sedikit kepo.
"Gatau, tapi kayaknya emang ada urusan penting." Jawab Ten sebelum melajukan mobilnya.
-----
Di depan sebuah rumah yang tidak besar di mata seseorang seperti Ten dan Lisa.
"Ini rumah kamu?" Tanya Ten.
"Iya pak. Barangkali bapak sama Lisa mau mampir?"
Lisa langsung menyahut, "Boleh deh, gue mau mampir."
Ten memegang lengan Lisa, "Eh, kamu serius mau main dulu ke rumah Y/n?"
"Iyalah om. Serius."
Y/n mengulas senyum, "Gakpapa pak. Ayo, bapak juga sekalian mampir dulu. Ada makanan kok di dalem."
"Emangnya boleh?"
"Ya boleh dong pak. Masa gak boleh. Ayo, aku seneng kalau ada yang main ke rumah."
Y/n turun lebih dulu. Kemudian diikuti oleh Lisa.
Y/n menatap gadis itu, memberinya kode untuk membawa Ten masuk. Karena ia ingin Ten juga ikut mampir.
Lisa mengangguk. Ia sedikit membungkuk melihat Ten yang masih ada di dalam mobil.
"Om,"
Ten menoleh, "Ya?"
"Cepet keluar."
Raut wajah Ten tampak ragu, ia memelankan suaranya, "Lo yakin mau mampir?"
Lisa menjawab dengan suara yang juga pelan, "Iya, buruan ah. Gue lempar kaos kaki juga lama-lama."
Daripada nanti harus kena hukum, jadi Ten menurut saja. Ia segera turun dari mobil. Mengunci mobilnya itu, lalu mengikuti Y/n dan Lisa masuk ke dalam rumah tersebut.
Y/n ini gak keliatan mencurigakan sama sekali sih. Tapi kenapa gue deg-degan ya pas mau masuk kesini? Bego bener. Batin Ten.
-----
Taeyong baru saja datang ke markasnya. Napasnya terengah-engah karena buru-buru.
"Ada apa?" Tanya Taeyong sambil menghampiri seseorang yang tengah duduk di depan komputer, —Hendery.
"Gini, Yong. Ada sesuatu yang baru aja gue retas."
"Apaan?"
"Coba lo liat foto ini."
Taeyong melihat ke layar monitor yang menampilkan sebuah foto. Foto seseorang yang sangat Taeyong kenal.
Jung Jaehyun.
"I-Itu Jaehyun?" Taeyong menunjuk layar monitor.
Hendery mengangguk.
"Terus apa?" Bingung Taeyong.
"Lo tau Jaehyun anak siapa?"
"Anak orangtuanya."
"Yaiyalah anjir! Di kira ni anak dapet dari give away kali ya?"
Taeyong nyengir, "Canda elah. Iya iya, gue tau. Jaehyun itu anak dari penyumbang dana terbesar di sekolah itu, gue tau dari Ten."
"Terus apa lagi yang lo tau?"
"Cuma itu doang."
Hendery mengangguk paham, "Ten tau dari siapa kalau Jaehyun adalah anak dari penyumbang dana terbesar di sekolah itu?"
"Katanya sih dari kepala sekolahnya langsung."
"Nah ini yang jadi masalahnya, Yong. Sebuah plot twist."
"Hah? Maksudnya gimana?"
"Lo gak tau 'kan kalau sebenernya si kepala sekolah itu tuh adalah om nya Jaehyun?"
TBC
Ada apa dengan keluarga Jung?
Kalau lupa sama apa yang diomongin si kepala sekolah, baca lagi chapter 10 pas bagian Ten ngobrol berdua sama kepala sekolah:)
Dan... ada apa ya di rumahnya Y/n?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top