#. Side Story Four

15 Desember 2017

"Veen jangan marah, Sally udah nolak dia kok. Jangan marah, ya?" Bujukan Sally layangkan khusus demi merebut kembali perhatian Veen.

Belum lama memasuki SMP, Sally telah di tembak banyak pemuda, tas sekolahnya juga terkadang bisa penuh oleh coklat berisi surat cinta. Semua barang itu sebisa mungkin Sally sembunyikan dari Veen atau pemuda tersebut akan marah.

Dan hari ini, di hari pertama class meeting. Ada kakak kelas dari kelas 9-A memantaskan lagu untuk lomba, dia akhir nyanyian, sang kakak kelas mengutarakan penerima lagunya. Yaitu Sally dari kelas 7-B.

Amarah Veen memuncak, semasa pulang diam, sepulang ke rumah diam, saat ini berada di rumah makan dekat komplek bersamanya pun diam juga. Sally bingung.

"Veen..."

Pemuda pemilik nama melirik sekilas, mendengus sebelum menjawab menggunakan gumaman rendah “Hm.”

"Udahan ya marahnya? Udah Sally tolak kakak kelasnya, masak masih mau marah lagi."

"Terserah kamu."

Sally tersenyum geli, mengambil ponsel dari tas selempangnya, pura-pura menelfon Kak Velo— si pemuda pengutara cinta. "Kak Velo, untuk jawaban aku tadi siang, em... aku tarik, aku mau jadi—" Kalimatnya terhenti di tengah jalan.

Veen lebih dulu merebut ponselnya. Merampas paksa di rundungi kekesalan nyata. Manik mata kelamnya menatap Sally dalam, ia mengalihkan tatapan ke layar ponsel di tangannya. Tidak ada sambungan telefon, yang ada justru foto wallpaper berisi dia dan Sally di taman kota. Saling merangkul bahagia.

Ralat, hanya Sally yang tersenyum.

Veen mendadak di landa malu, terkecoh semudah itu oleh tipuan kecil Sally. "Kamu nipu aku."

"Biar kamu mau ngomong aku, ternyata berhasil. Berhenti marahnya, ya? Sally bener-bener nggak ada rasa sama Kak Velo. Kalau Veen larang, Sally bakal jauhin Kak Velo."

"Jauhin Kak Velo mulai dari sekarang."

"Iya, Sally janji! Setelah ini jauhin Kak Velo dan hapus kontak dia dari ponsel Sally."

Mengembalikan ponsel kepada sang pemilik, Veen menggenggam kedua telapak tangan hangat Sally, "Aku posesif karena aku mau kamu tetap terjaga dengan baik."

Membalas dengan senyuman manis peluluh hati kaum adam, Sally berkata, "Aku tahu, Veen sayang ke Sally dan mau yang terbaik untuk Sally. Makan yuk, laper hehe."

Tersenyum kecil, Veen mengangguk. Memesan makanan kemudian. Tidak ada marahan lagi, keduanya akur kembali dalam waktu singkat.

***

"Veen, Ayah mau bicara berdua sama kamu." Ardi menutup laptop kerja, melepas kacamata minus miliknya.

Veen berhenti menaiki anak tangga, putar balik menuruni anak tangga. Berjalan santai menuju meja makan, duduk di kursi dekat sang Ayah, "Iya, Yah. Mau bicara tentang apa?"

"Ayah nggak mau basa-basi, kamu mau menikah dengan Sally? Sementara ini kalian perlu bertunang dahulu, masalah menikah bisa menunggu setelah umur kamu dan Sally cukup sesuai aturan negara."

Alisya hadir dari balik dapur, baru saja selesai menaruh sisa ayam goreng ke dalam kulkas. Duduk di kursi kosong lain di sisi suaminya, "Bunda mau bicarain ini ke kamu dulu, tapi Bunda inget usia kamu masih belia, meskipun begitu pemikiran kamu telah dewasa. Bunda dan Ayah sepakat memberitahu kamu sekarang ini. Jadi bagaimana? Kalau Bunda mau kamu nurutin kata hati kamu, karena ini berdampak bagi masa depan kamu yang panjang."

"Veen setuju." Kata Veen tegas, sorot matanya memendam kesungguhan besar di setiap kalimat yang lolos dari bibirnya. "Veen siap menjadi pendamping hidup Sally di masa depan." Imbuhnya.

"Jika memang itu keputusan akhir kamu, Ayah akan langsung memberitahu Taehyung. Kita bisa segera menetapkan tanggal pertunangan untuk kalian." Ardi berdiri, memeluk putra sematawayang erat-erat, "Anak Ayah harus menjadi sosok penjaga bagi Sally!"

"Ya, Ayah."

Semuanya berjalan lancar dan damai di keluarga Ardiprata. Berbeda jauh di bandingkan dengan keluarga Kim.

Ramai dan ricuh.

"Terus, Ma! Hajar Ma! Hajar! Getok pala Papa pakai panci, Ma!" Sally meloncat-loncat di atas sofa ruang tamu. Di tangan kirinya ada sebungkus cemilan. Matanya menatap  Taehyung dan Juwi yang sedang kejar-kejaran.

Baru saja, Taehyung membuat Juwi marah besar.

Bagaimana tidak marah jika tahu kartu ATM kalian di buat untuk mengaduk rebusan mie di teflon!

"Ampun Yang! Ampun! Janji nggak di ulangin! Seriusan! Cius demi Mie Goyeng rasa ATM!" Taehyung berteriak-teriak seperti orang gila, lari tak tentu arah. Otaknya menyuruh dia terus berlari, jangan sampai tertangkap oleh Juwi.

"Hahahaha," Sally jatuh terduduk di punggung sofa, tertawa terbahak-bahak melihat Juwi akhirnya bisa menggapai celana kolor abu yang di kenakan suaminya.

Taehyung berlari makin kencang mengitari lantai satu, melepaskan cekalan Juwi dari celananya. Akibatnya celana kolor Taehyung terbuka sedikit, berlari menyerupai gembel di kejar satpol PP.

"Awas Pa! Nanti hilang terbang burungnya!" Pekik Sally setengah tertawa, kakinya lemas mati rasa tak kuat menahan kelakar.

Refleks, Taehyung menutupi keris utama di sela berlari.

Juwi berhenti berlari, berkacak pinggang, matanya memyipit tajam, bibirnya terbuka untuk menarik banyak udara ke dalam paru-paru, ngos-ngosan.

Rambut coklat tua di sanggul cepol telah berantakan, wajah Juwi juga memerah menahan kesal serta lelahnya lari.

Taehyung agaknya belum sadar Juwi berhenti mengejar, pria itu menutup mata seraya berlari kencang memutari tempat-tempat yang sama.

Juwi menarik kaos belakang suaminya, "Berhenti lari atau aku pulangin kamu ke rumah orang tua kamu!"

Pulangkan ke rumah orang tua berarti Juwi meminta cerai dengan dirinya. Ajaibnya. Taehyung berhenti berlari, berdiri seperti anak TK mencoba di suruh berdiri tegak lurus, siap menerima perintah dari Ibu Guru.

Sebenarnya alasan di balik keanehan kelakukan Kim Taehyung adalah akibat rasa ingin tahu. Kemarin dia mendengar kasus ini dari temannya, ada orang masak dan menggunakan kartu ATM sebagai sarana untuk mengaduk. Esoknya orang itu mendapatkan banyak uang dari segala arah.

Pasalnya, Kim Taehyung tidak pernah kekuarangan uang. Bahkan bisa di bilang, uangnya sampai menangis karena tidak mendapatkan kesempatan di belanjakan. Keturunan Kim merupakan Klan Konglomerat.

Lantas, apakah Taehyung pikir Juwi akan memaafkan dirinya sebegitu mudah setelah berkata jujur?

Tentu saja tidak!

"Ma, kasian Papa tau, masak di suruh tidur di teras rumah, mana nggak di kasih selimut. Nanti Papa sakit, Mama nggak ada yang ngelonin," Sally berujar sambil berjalan mendekati kursi tempat duduk Juwi. Memijat bahu Mamanya.

"Biarin dia di luar! Di gondol genderuwo Mama juga ikhlas, setres lama-lama di suruh mahamin jalan otak Bapakmu itu. Gendeng! Kalau mau kaya cepet mendingan ngepet sekalian, nggak usah pakai acara aduk mie pakai kartu ATM! Bisa-bisa Mama jadi orang gila!"

Juwi di landa dongkol mengakar dalam hati. Berceloteh dengan batin bergemuruh menahan kesal pada suaminya sendiri, Sally mengangguk-angguk saja menyetujui perkataan ibunya. Jika tidak, dia juga bisa terkena semburan.

"Oh iya, Mama belum bilang ini ke kamu. Kita ada niatan nikahin kamu sama Veen, kalian tunangan dulu, nikahnya nunggu umur kalian cukup sesuai peraturan di negara." Kata Juwi, menaikan arah pandang pada wajah putrinya.

Sally seolah tenggelam di dasar lautan, telinganya berdengung tak mampu mendengar bunyi apapun dari lingkungan sekitarnya. "Hah, tadi Mama ngomong apa?"

"Kawin Sal, kawin. Kamu mau enggak kawin sama Veen?"

"MAU!!"

Teriakan itu membuat Sally berakhir bersama Taehyung di depan pintu rumah. Duduk bersama meratapi nasib. Entah pikiran darimana, Sally bertanya, "Pa, kok bisa demen sama Mama?"

Taehyung menatap ke depan, menerawang kejadian masa lalu keduanya, "Dulu Papa pertama main ke Indonesia sendirian, ketemu Mama kamu deh. Kita kenalan, kita dulu pakai bahasa Inggris karena Papa belum fasih bahasa Indonesia. Liburan Papa berubah jadi menetap sementara, di sini Papa di ajarin bahasa Indonesia sampai lancar sama Mama kamu, waktu remaja Juwi mirip banget kayak kamu. Anaknya ceria, cerewet, suka lari sana-sini, manis. Mana bisa Papa nahan jiwa raga untuk tidak mencintainya," pada ujung kalimat, Taehyung mengeluarkan sikap meremat dada kirinya, seakan tengah menangisi kebodohannya yang tertipu oleh sifat Juwi dulu.

"Pantesan, he'em. Jadi Papa nyesel enggak udah nikah sama Mama?"

Taehyung tersenyum, menarik hidung bangir putrinya, "Tidak pernah ada penyesalan di hati Papa. Memiliki Mama dan kamu adalah hadiah terindah dalam hidup."

Sally mengerucutkan bibirnya, merentangkan kedua tangan selebar mungkin, "Pengen peluk Papa!!!"

"Sini, pabrik duitnya Papa di masa depan! Papa peluk, tapi udah bau asem, gara-gara lari kejaran sama Mama kamu."

Memeluk tubuh Taehyung erat, Sally menggeleng, "Papa wangi kok, Sally aja suka, apalagi Mama."

"Mama kamu demen ngedusel di ketek Papa sewaktu hamil kamu, Papa baru pulang kerja udah di seret ke kamar minta kelon, kepala Mama kamu nyungsep di ketek Papa, kalau belum nyium keteknya Papa belum mau tidur. Tapi sekarang di kasih ketek, Papa malah di tendang sampe guling-guling."

Anak dan Ayah bercerita hal seru bersama. Hawa dingin di luar tak pelak membuat mereka kedinginan, karena kehangatan kasih sayang lebih hebat, mampu mengusir hawa dingin malam hari dalam sekali tepis.

Pintu terbuka, Juwi berdiri di ambang, tangannya penuh dengan bantal dan kasur lipat serta selimut besar. "Kalian tidur di sini!"

"Mama!"

"Sayang!"

Tidak tahu setan apa yang merasuki tubuh Taehyung dan Sally, tubuhnya terlanjur terhuyung ke belakang mendapatkan pelukan maut mereka berdua.

Kedua sisi pipinya di cium bersamaan, begitu pula pelukan di tubuhnya, makin erat hingga membuat Juwi sesak.

Ketiganya jatuh tidak terlalu keras di lantai, Sally menaiki tubuh kedua orang tuanya. Terlentang di tengah-tengah antara tubuh Taehyung dan Juwi. Mata bulatnya yang mirip dengan Juwi berbinar sedikit berair, "Sally sayang Papa, Mama. Terus-terus kayak gini, ya? Mama jangan marah-marah terus ke Papa, Papa juga jangan sering ngebuat Mama marah. Sally takut kalian marahan beneran dan pisah, Sally mau lihat kalian bersama sampai Sally punya cucu—"

"Stop dulu," Taehyung membungkam mulut cerewet putrinya, berfikir sebentar. Wajahnya menyamping menatap istrinya, "Ma, kita masih di kasih kesempatan hidup enggak ya di tahun Sally punya cucu?"

Suasana romantis hancur. Sally kesal, jika dia mendapatkan suami sejenis Taehyung, dia juga akan marah-marah terus layaknya sang Mama.

Juwi sungguh mental baja, tahan banting. Bisa terjauh dari kegilaan mental meski hidup bertahun-tahun bersama Kim Taehyung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top