#12. Keterlaluan

Pembagian rapot di kelas sudah selesai. Seperti biasa, yang mendapatkan nilai tertinggi adalah Sally. Tidak pernah dapat di geser sejak awal semester kelas 10. Setelah ini akan ada libur panjang penilaian kenaikan kelas.

Rapot Sally di ambilkan oleh Vira, wanita cantik bertubuh kurus tersebut khawatir karena Sally tidak kunjung kembali dari ijin pergi ke toilet sejak tadi. Vira memanggil Veen yang malah berbicara bersama Aruna.

"Veen!"

"Iya, Ma!" Balasnya. Pamit kepada Aruna, Veen berlari mendekati Vira, "Apa Ma?"

"Sally belum dateng dari tadi, tolong kamu cek dia di toilet perempuan. Mama nggak tahu letak toilet perempuan sekolahan kamu."

Dewa baru saja keluar bersama Riana, tidak sengaja mendengar perkataan Vira. Ia ikut khawatir. Mengerti kecemasan putra sulungnya, Riana memegang tangan Dewa kuat-kuat, "Jangan kemana-mana. Tetap disini bersama Mama."

"Ma, Sally-"

"Kamu lebih milih Mama atau anak buangan itu?"

Dewa diam. Tidak berani untuk membantah Riana lebih jauh lagi. Dalam hati berdo'a untuk Sally, semoga tidak terjadi apapun. Satu minggu ini Sally sangat sering di bully dan hanya diam tidak bisa membalas, alasan di baliknya hanya karena para gadis pembully memiliki nama besar di belakang mereka.

Sally menerima semua bulian. Tetap diam, tidak membalas dan mencoba untuk sabar. Dia sudah membuat keputusan, maka dia juga harus menerima konsekuensi atau akibat terbesar dari keputusannya.

Vella datang dari koridor sisi lain, berjalan mendekati Aruna. Ia menarik tangan gadis imut itu, menyeretnya pergi sampai di lantai dua. Tepatnya di dalam gudang yang sebelumnya di gunakan untuk ruang seni.

"Kenapa tarik-tarik, sih?" Aruna menarik tangannya kembali. Merasa sakit di cengkraman begitu kuat.

"Ini penting!" Wajahnya memutih ketakutan.

"Hal penting apa?"

"Tentang Sally, waktu gue mau gunting rambut bagian depannya, dia berontak dan ujung gunting nggak sengaja nusuk ke mata dia. Tadi sampai keluar banyak banget darahnya, gue takut."

Mata Aruna hampir lepas dari sarangnya, merasa meremang takut di bagian belakang leher. "Kok bisa? Kamu kenapa nggak hati-hati?!"

"Ya mana gue tahu! Dianya aja yang kepalanya nggak bisa diem!" Vella mengenggam dua tangan Aruna. Memohon pertolongan. Ia berkata lagi, "Semua ini juga rencana lo kan? Kalau bukan karena Sally ngelihat dirinya sendiri di cermin dan jadi orang linglung, ini semua nggak akan terjadi."

3 hari sebelum ini, Aruna mengumpulkan para gadis yang membenci Sally dan sempat di tolak oleh gadis itu dalam hal pertemanan. Di mata orang lain, Sally terlihat sombong. Namun, aslinya Sally tidak ingin berteman dengan mereka karena takut tertular kesombongan dari anak orang kaya tersebut.

Aruna juga tahu, tapi dia diam. Justru mendukung asumsi para gadis bahwa Sally memang sangat sombong karena menjadi putri Amaranggana. Kebencian dan kecemburuannya pada Sally terlalu besar pada waktu itu.

Jadi mulutnya tentu saja berkata buruk tentang orang yang tidak dia sukai.

Masalah cermin, Aruna juga yang memberitahu Vella serta teman-teman lainnya. Dia mengetahui hal ini pada saat ketua kelas membeli cermin baru, cermin lama sudah pecah jatuh ke lantai dibuat rebutan oleh anak-anak cewek di kelas.

Kedatangannya membawa cermin tepat saat Sally ingin keluar, Aruna mengamati dengan jelas waktu itu Sally langsung mundur. Wajah cantiknya memucat, segera memejamkan mata. Berjalan menyamping langsung keluar kelas.

Untuk memastikan, Aruna sering ikut ke toilet bila Sally ke toilet. Benar saja, Sally tidak pernah menghadap cermin. Kesimpulan sudah di dapat, pasti Sally memiliki masalah besar terhadap cermin.

"Kamu nggak ninggalin bukti apapun kan, di sana?" Aruna bertanya tegang. Kalau Veen sampai tahu, hubungan mereka tidak akan aman. Belum lagi saat kebenaran di ketahui orang tuanya, dia pasti akan mendapatkan hukuman.

"Bukti cuma gunting dan itu udah ada di tangan gue, bentar lagi mau gue bakar kalau udah pulang ke rumah!"

"Yaudah, kamu tenang dulu. Kemungkinan yang terjadi pasti Sally akan-"

"-B-buta," ini Vella yang menebak. "Tapi Sally udah nggak punya siapa-siapa lagi, orang tua gue pasti juga akan bela anaknya."

Aruna menanggapi dengan anggukan cepat. Benar, mengapa mereka sangat takut? "Orang tua kita pasti jaga kita, jadi jangan khawatir. Anggap aja masalah hari ini tidak pernah terjadi. Ayo pulang, biarkan saja Sally."

"Ayo."

***

Veen sampai di toilet perempuan terdekat dari kelas, dia megetuk pintu. Tidak ada sahutan. Koridor sudah cukup sepi, para murid langsung pulang bersama orang tua karena tidak ada lagi yang harus di urus setelah pembagian nilai.

"Sally, kamu di dalem?" Veen mengetuk lagi, memutar kenop tapi terkunci. Pasti petugas kebersihan sudah mengunci toilet ini karena tidak ada siswi lagi yang ingin tetap tinggal di sekolahan.

Veen beranjak mencari di toilet lain.

Duk! Duk!

Di dalam toilet, Sally hampir kehilangan kesadaran, air matanya mengering. Mata kirinya terpejam paksa meski sakit, jika tidak di pejamkan darah akan keluar semakin banyak.

Harapan kecilnya hidup mendengar suara Veen dari pintu, "Veen!" Suara seraknya memanggil, terdengar buruk di telinga.

Sally lupa, ruangan ini tidak membiarkan suara dari dalam untuk keluar. Namun membuat suara dari luar bisa terdengar sampai ke dalam.

Tidak mendengar ketukan lagi, Sally merangkak sampai ke pintu. Bersandar disana, dia mengetuk pintu menggunakan sisa-sisa tenaga.

"Veen," tenggorokannya seperti tercekik.

"Sally!" Veen berteriak dari luar, mengetuk pintu lebih keras dari sebelumnya.

Sally ikut mengetuk pintu dari dalam, menangis kembali. Saat ini Veen adalah harapan terbesarnya. Dia merutuki kebodohannya sendiri karena meninggalkan ponsel di dalam ransel, membuatnya tidak bisa memberitahu siapapun mengenai keadaannya.

Veen merasa ada yang aneh dari dalam. Dia berlari ke ruangan kebersihan dimana para staff beristirahat saat anak-anak pulang sekolah.

"Pak! Minta kunci toilet perempuan dekat ruang UKS lantai satu!" Veen meminta dengan heboh, nafasnya ngos-ngosan berlari kencang kemari.

Bapak Staff memberikan kuncinya tanpa bertanya, juga ikut kemana Veen berlari. Anak laki-laki meminta kunci toilet perempuan pastilah ada tindakan buli. Biasanya seperti itu, pemuda tampan populer pacaran dengan gadis biasa. Maka gadisnya akan di bully fans-fans dari si pemuda. Di kunci di dalam toilet, lalu si pemuda akan meminta kunci pada para Staff kebersihan.

Bapak Staff sangat hafal melalui pengalaman disini, anak murid SMA Cakrawala Nusantara berisi anak-anak orang kalangan atas. Jadi perilaku bully mereka lebih ekstrim dari anak-anak di sekolahan umum biasanya.

Adegan di kunci di toilet setelah di aniaya adalah salah satunya.

"Loh, den, saya tadi mau ngunci pintu toilet ini tapi udah ke kunci duluan." Ucap Bapak Staff.

Kecurigaan Veen melambung tinggi, memasukan kunci tidak sabaran, pintu akhirnya terbuka. Pemandangan di depan sangat mengerikan.

"Allahuakbar!" Bapak Staff jatuh terduduk di atas lantai, bully ini adalah tindakan terkejam selama dia menjadi staff kebersihan di Cakrawala Nusantara!

Darah berceceran di lantai toilet, seragam Sally kusut dan ternoda darah juga. Rambutnya tidak rapi setengah panjang setengah pendek.

Badan Veen bergetar merasa takut sesaat melihat pemandangan ini.

"Veen, bantu...." Sally menangis. Menutupi mata kirinya dengan kesepuluh jari, "Sakit hiks...."

Veen sadar, dia berjongkok menelusupkan tangan di lekukan lutut Sally dan leher belakang gadis itu. Menggendongnya keluar dari kamar mandi.

Bapak Staff duduk sambil beristighfar banyak-banyak, sangat takut melihat kondisi Sally di dalam toilet. Bagaimana bisa anak sekolahan sampai sekejam itu?

"Pak! Tolong laporkan masalah ini ke Kepala Sekolah! Saya akan membawa polisi untuk menuntut pelaku yang sudah melakukan ini semua kepada Sally." Veen menggeram marah. Dia tidak akan mengampuni siapapun yang telah melakukan hal kejam ini kepada Sally.

Bapak staff mengangguk, membawa tubuh gendutnya berlari ke ruangan kepala sekolah untuk melapor masalah bully ini.

Sally mencengkram jas sekolah Veen, kini hanya satu tangan yang menutupi mata kirinya. "Veen."

"Apa Sally? Sakit? Aku mohon, tahan sebentar lagi. Kita ke rumah sakit sekarang."

Sally mencengkram jas Veen lagi, lebih kuat. Hidungnya meraup aroma khas pemuda tersebut dalam-dalam. Sangat rakus. "Sally ngantuk."

Veen memeluk Sally semakin erat, erat hingga rasanya besok tidak akan ada hari lagi untuk memeluk sahabat kecilnya. "Jangan tutup mata kamu, tatap aku!"

Sally menurut, mendongak menatap wajah Veen. Air mata mengaburkan mata kanannya, satu-satunya panca indra penglihatan yang masih bisa di gunakan. "Wajah Veen kabur, Sally tidur sebentar ya. Capek."

Pelukan Veen mengencang, ingin rasanya dia meleburkan dan menyatukan tubuh Sally ke dalam tubuhnya. Menjaganya untuk tetap hidup, dia mendekatkan bibir ke telinga Sally, "Jangan lupa bangun, Sally-ku."

Bersama rasa sakit, bibir Sally masih sempat untuk tersenyum mendengar panggilan terindah dalam hidupnya.

Sally-ku.

Panggilan ini kembali hadir. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top