#4. Kesunyian
Jangan lupa Vote dan Komen! ❤🌹
Ramaikan Partai 4🐍
.
.
.
.
.
.
∆
Di malam gelap bertabur gemerlap cahaya emas mungil. Kim Taehyung memandangi pemandangan itu dari jendela pesawat pribadi yang kini dia tumpangi.
Suara kakaknya terdengar dari depan, "Kim Taehyung, beristirahatlah. Kesehatanmu belum sepenuhnya stabil. Sesampainya di Shanghai, Hyung akan membangunkan dirimu."
"Baik."
Kim Seok Jin berjalan mendekati kursi yang ditempati adiknya. Memberikan sesuatu, "Ini untukmu, jaga baik-baik."
"Kalung?"
"Ya. Itu adalah kalung dari mendiang Eomma. Hyung terlalu banyak pekerjaan, sering lupa ingin memberikan ini. Belum lagi kita jarang bertemu, siang tadi aku ingat tentang kalung ini. Jadi langsung aku simpan agar tidak lupa lagi."
"Terima kasih, Hyung."
"Sama-sama, masuklah ke ruanganmu, beristirahat dengan baik."
Kim Taehyung menggumam. Berdiri dengan tangan menekan pegangan di kedua sisi kursi. Kulit tubuhnya putih pucat, rambut hitamnya yang sepekat tinta menutupi dahinya. "Selamat malam, bintang."
Ia berjalan menuju ruangan istirahat. Dia dilarang tidur terlambat atau jika tidak, besok hari tubuhnya bisa kembali melemah. Semenjak kecil, dia mendapatkan tubuh yang kurang sehat. Mudah jatuh sakit dan sering keluar masuk rumah sakit.
Ketika orang tuanya masih hidup, dia tidak begitu merasa kesepian karena Eomma selalu berada di sisinya. Mengajaknya berbicara. Membawakan banyak hal dari dunia luar yang belum terlalu Taehyung kenal.
Kecelakaan 18 tahun silam merenggut nyawa orang tuanya. Meninggalkan Kim Taehyung yang masih berusia 10 tahun dan Kim Seok Jin yang berusia 15 tahun. Saat itu pun, semua bisnis di ambil alih oleh Kim Seok Jin.
Dia dan sang kakak kurang akrab sedari dulu. Mungkin karena Kim Taehyung jarang di rumah dan lebih sering tinggal di rumah sakit, sedangkan Seok Jin pun juga jarang di rumah, sering tinggal di apartement pribadi yang dekat dengan tempat pendidikan.
Tahun ini, usia Kim Taehyung genap 28 tahun. Namun dunia masih sama saja, belum ada yang berubah sama sekali. Masih hambar, tanpa warna, dan membosankan.
Dia bahkan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tetapi senyum mendiang sang Ibu melintas di pikirannya secara tiba-tiba, mengurungkan niat buruk di hatinya.
Eomma selalu ingin dia bisa sehat di kemudian hari, hidup seperti orang-orang di luaran sana.
Taehyung mengambil botol obat dan segelas air putih yang telah di sediakan. Meminum obat tersebut, kemudian merebahkan tubuh di atas kasur dengan nyaman. Meringkuk seperti anak singa yang baru lahir dan memerlukan kehangatan di tengah badai kedinginan.
***
"Kau sudah bangun rupanya," ujar Seok Jin dari anak tangga. Pria tersebut mengenakan setelah jas formal yang selalu membuat sosoknya semakin terlihat rupawan.
Kim Taehyung mengangguk, "Hyung tidak sarapan lebih dulu? Madam menyiapkan banyak makanan untuk sarapan."
"Maaf, Taehyung-ah. Hyung harus segera menemui para investor yang akan menanam saham besar di anak cabang kita di Shanghai." Jawaban ini bukanlah hal baru. Seok Jin sering memberikan alasan seperti ini ketika adiknya mengajak dia untuk sarapan pagi bersama.
Taehyung memahami kesibukan kakaknya. Selama ini dia menjadi pria yang tidak berguna. Hanya bisa berbaring dan melakukan hal-hal ringan di dalam rumah. "Baiklah, kalau begitu semoga bisnis Hyung berjalan dengan baik."
"Hm. Minum obat tepat waktu, jangan sampai tubuhmu drop kembali karena telat meminum obat dari dokter."
"Aku tahu, Hyung."
Berjalan mendekati kursi tempat adiknya duduk. Seok Jin memberikan tepukan ringan dua kali pada pundak Taehyung, "Hyung berangkat."
Dan rumah menjadi sunyi. Taehyung memberhentikan aktivitas sarapan. Mengambil obat di dekat gelas berisi air putih, mengambil lima butir obat berbeda warna dan bentuk. Meminum semuanya dalam sekali teguk.
"Madam. Aku akan pergi ke kamar. Tolong beri aku informasi dulu sebelum ingin memasuki kamarku."
"Baik, Tuan Muda."
Sampai di kamar, Taehyung mengambil sweater rajut biru langit dari lemari. Memakainya sebagai penghangat tubuh, di Shanghai sudah memasuki awal musim dingin. Dia harus dengan teliti menjaga kesehatan tubuh.
Taehyung berjalan ke meja belajar, membuka buku-buku mengenai bahasa. Meskipun dia tidak bersekolah, dia mendapatkan pembelajaran private langsung. Minatnya berada di bidang bahasa, seni, dan tarik suara.
Untuk saat ini, dia telah berhasil menguasai 7 bahasa dari negara yang berbeda. Mungkin ini tidak akan terlalu berguna, namun belajar bahasa setidaknya bisa mengalihkan kebosanan Kim Taehyung dari dunia sunyi miliknya.
Mentari mulai mendekati ufuk barat. Mengendap diam-diam, bersembunyi di balik gunung kemudian. Langit melepaskan gulungan cakrawala berwarna jingga. Menghiasi awan dengan warna orange lembut.
Taehyung menutup buku, berjalan ke jendela, menatap langit senja. Dia menyukai warna orange senja di sore hari. Mendadak dia ingin melukis sesuatu. Karena itu, ia masuk ke ruangan seni yang terhubung dari kamarnya. Mengambil semua alat dan bahan yang perlu di gunakan.
Menggeser jendela ke samping, udara sejuk menusuk tubuhnya saat itu juga. "Kenapa masih terasa begitu dingin?" Gumamnya. Dengan kening berkerut, Taehyung kembali masuk ke dalam kamar, mengambil selimut berbulu putih.
Kim Taehyung melukis di balkon.
Dia tidak tahu ingin melukis apa. Tangannya bergerak mengikuti naluri hati. Alasan dia menyukai seni adalah karena ketika sedang melukis sesuatu, dia bisa merasakan ketenangan dan kelegaan pada jiwanya.
Dua jam berlalu, akhirnya lukisan siap.
"Rubah ekor sembilan?" Ia mencicit bingung. Untuk apa dia melukis rubah?
Jawabannya, Taehyung juga tidak tahu.
Melihat senja di langit sore, dia tergerak ingin melukis sesuatu yang berwarna orange. Tidak di sangka, ketenangan hatinya justru mengarahkan tangannya untuk membuat rubah cantik berekor sembilan.
Mata rubah di lukisan terbilang lebar, seperti mata kucing. Manik matanya berwarna biru tua, jernih dan berkilauan oleh semangat murni. Ekor sembilan di belakang nampak terangkat keatas dengan sangat anggun.
"Cantik," bisik Taehyung. Sebentar lagi malam segera tiba. Ia membawa masuk semua peralatan melukis, menaruhnya ke tempat semula.
Lukisan rubah berekor sembilan dia letakan di dinding tepat di atas kepala ranjang. "Sekarang, kau adalah teman baruku," senyuman tipis menawan terbit.
Wajah pucatnya seolah di tumpahi cahaya lembut mentari pagi. Bersinar bagaikan pelangi di penghujung hujan. Parasnya yang rupawan mulai menunjukan warna, warna indah yang mampu mengalihkan fokus semua mata yang berani memandang.
***
"Di ujung bumi, pengantin wanita menangisi takdirnya. Sulur willow menguncupkan kelopak bunga, menemani suara tangis di kelambu merah. Cinta dan persahabatan, siapa yang tahu seberapa rumit perbedaan tipis antara dua perasaan ?"
Bui Feng Jiu— cendekiawan yang tinggal di belakang gunung Nanping itu berjalan keluar melewati bambu-bambu dan semak-semak.
Di pundak kirinya bertengger burung elang berbulu hitam. Tampangnya ganas dan berang, seolah elang itu akan membunuh siapapun yang berani memandang dirinya.
Di samping kakinya pula, ada seekor anjing gemuk berbulu hitam bersih. Mata aprikot mungil berbinar mengikuti tuannya. Tanda api tersemat di dahinya dengan indah. Seakan api itu hadir sebagai tanda berkat pada anjing manis ini.
Bui Feng Jiu meraih lampu cahaya hijau dari kanton Qiankun, mata persiknya menyipit menyaksikan sepuluh titik cahaya berterbangan mendobrak dinding lampu. "Kau menerima ketidakadilan selama ini, maka aku akan mengabulkan keinginanmu untuk di cintai oleh pria yang kau cintai. Berterima kasihlah kepada mendiang Ayahmu yang sudah membantu aku di masa lalu, sekarang, hutang budi terlunasi. Nikmati hidup barumu di masa depan."
∆
.
.
.
.
.
.
-Selesai-
Pertemuan Kim Taehyung dengan Chou Zui Yu hadir di bab selanjutnya~~
sampai jumpa di hari Kamis! 💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top