BAB XXXIV: THE VOICE NOTE

Chifuyu duduk bersandar di atas ranjang rumah sakitnya begitu seluruh bubur dan lauk di atas nampan habis tak bersisa. Benar apa katanya beberapa waktu lalu, dia tidak mau makan kalau bukan Eve yang menyuapi. Sekarang Chifuyu benar-benar jadi seperti anak kecil.

Setelah menaruh nampan ke atas nakas, Eve langsung merogoh sebuah benda dari dalam tasnya. Lantas ia tatap si lelaki bersurai pirang dengan pandangan pedih. Tentu Chifuyu sadar dengan arti tatapan itu.

“Ada apa?” tanya si pemuda, khawatir. “Apa kamu jadi sedih karena aku?”

Satu embusan napas panjang lolos dari bibir si gadis bermarga Sano. Lalu ia pun memberikan ponsel yang tadi dirogohnya dari dalam tas. Chifuyu pun mengamati benda itu, jelas-jelas benda pipih berwarna hitam itu bukan milik kekasihnya.

Kemudian ibu jari Chifuyu perlahan menekan tombol di sisi ponsel hingga layar benda itu menyala. Ternyata, ponselnya tidak dikunci. Sedikit heran, karena di wallpaper-nya ada foto Eve dan Chifuyu sewaktu mereka masih SMP dulu.

“Ini ponsel siapa?” tanya Chifuyu. “Bukan punya kamu kan?”

Eve menggeleng. Alih-alih bersuara, ia justru menunduk.

Lalu Chifuyu yang didorong oleh rasa penasaran segera membuka ponsel tersebut. Normal, semuanya tampak normal. Tak ada yang aneh, sampai suatu ketika, di tengah aktivitas scrolling-nya si lelaki temukan sebuah folder misterius di menu utama.

Folder itu bertuliskan “Punya Baji”.

Alis Chifuyu terangkat sebelah. Ia makin penasaran hingga akhirnya membuka folder itu dan kaget melihat isinya. Rupanya, folder itu menyimpan banyak foto-fotonya dengan Eve. Ratusan potret itu diambil secara asal. Bahkan tanpa diketahui oleh dua orang yang ada di dalam foto kapan waktu diambilnya.

Satu yang pasti, foto-foto itu diambil lewat lensa kamera lalu dimasukkan ke dalam SD Card ponsel. Chifuyu pun iseng membuka salah satu foto. Netra zamrud si lelaki lantas fokus pada keterangan yang ada di foto itu.

Foto yang memperlihatkan Eve dan Chifuyu sedang tertawa terbahak dengan sebuah topi kerucut ala pesta di atas kepala.

Mereka tolol, tapi aku sayang. Tuhan, terima kasih karena sudah menghadirkan dua orang gila ini di hidupku.

Hati Chifuyu mendadak sakit. Ia ingat sekarang, kapan waktu foto itu diambil. “Ulang tahunnya Kak Baji yang ke-17,” lirihnya.

Ibu jari Chifuyu pun bergeser, memperlihatkan foto yang lain. Kini terpampang Eve dan Chifuyu yang seolah sedang menarik tangan seseorang mendekati badut taman bermain dengan kepala besar. Di keterangannya pun ada tulisan.

Bangke! Dua bocah gak ada akhlak!

Chifuyu pun terkekeh. “Kak Baji, muka doang yang sangar, tapi takut sama badut.”

Lantas si lelaki pun beralih ke arah kekasihnya. “Eve, ini ponselnya Kak Baji ya? Kenapa kamu nunjukkin ini ke aku sih?”

Bibir Eve tetap bungkam. Aneh, gadis itu malah makin menunduk seolah ia enggan menunjukkan ekspresi wajahnya pada Chifuyu. Kedua tangannya pun diam-diam terkepal kuat, menahan gejolak di dalam hati.

Kemudian, ibu jari lelaki itu kembali menggulir ratusan foto tersebut sampai mentok ke bagian akhir. Di sana, rupanya ada folder lagi yang memancing rasa keingintahuan Chifuyu Matsuno. Maka ia pun segera membukanya dan menemukan sebuah file mp3.

“Lagu apa nih?” tanya Chifuyu, bermaksud mengajak Eve bicara. Namun gadis itu tampak tak berniat menjawab.

Klik. File itu pun akhirnya terputar. Tapi, alih-alih intro musik ... yang terdengar selanjutnya justru adalah suara Baji.

“Hai, ini aku. Baji Keisuke yang real. No hoax,” katanya dengan nada suara konyol. Lalu rekaman itu berlanjut dengan celotehan-celotehan khas Baji yang undang tawa dari Chifuyu.

Namun, tiba-tiba tawa Baji berhenti. Suasana di dalam rekaman mendadak dingin. “Sebenernya saat ini aku lagi takut banget hehe.”

Chifuyu menurunkan kedua alisnya begitu terdengar helaan napas berat yang lebih menyerupai setengah isak tangis. Namun, ia terus mendengarkan.

“Sahabat aku sekarang ada di rumah sakit. Dia habis menjalani operasi jantung. Dia ... sedang bertarung melawan rasa sakitnya, yang mungkin aja itu disebabkan gara-gara aku yang gak becus jagain dia.”

“Aku ... yang gak becus jadi sahabat. Aku yang bego karena udah mengikuti apa kata ego dibanding apa kata hati. Sampai akhirnya dia berakhir kayak gini.”

Chifuyu makin fokus mendengarkan. Entah dia yang hiperbola atau bagaimana, tapi orang yang disebut-sebut Baji di dalam rekaman itu ... terdengar seperti dirinya. Iya, Chifuyu merasa kalau Baji sedang membicarakan dirinya.

“Dokter bilang, jantungnya gak akan mungkin bertahan lama lagi meski dibantu dengan alat pompa jantung sekalipun. Tapi—“ Suara Baji terputus sebentar, ia mulai benar-benar terisak.

Katakanlah Chifuyu dan Baji punya ikatan batin. Sebab si lelaki bermarga Matsuno bisa rasakan betapa sakitnya isakan itu.  Bahkan kini sesuatu terasa mencekik tenggorokannya, ciptakan sensasi sesak yang menyiksa.

“Tapi aku ingin dia hidup. Setelah apa yang dia lalui di masa kecilnya, aku pikir dia berhak banget buat meraih bahagianya.”

“Chifuyu,” ujar Baji yang langsung undang sentakan di punggung si pendengar rekaman. “Aku sayang banget sama kamu, Puy. Kamu sahabat aku yang paling berharga. Meskipun sejak masuk kuliah, hubungan kita jadi renggang, tapi hal itu gak cukup untuk membuatku berhenti menganggap kamu sebagai sahabatku."

"Maaf kalau selama ini aku selalu mengatakan hal-hal kasar yang melukai hati kamu, Puy. Aku gak sungguh-sungguh."

Chifuyu makin menangis. Hatinya tak kuat menahan perih. "Aku juga minta maaf, Kak Baji," lirihnya serak.

"Eve," ujar Baji menjeda, "aku ... cinta sama kamu. Cinta banget. Sebenernya aku ingin kita pacaran, tapi rasa sayang aku buat Chifuyu gak main-main. Makanya, aku relain kalian bersama. Bertemu bahagianya kalian."

“Janji demi aku. Kalian harus hidup bahagia. Pokoknya kalian harus menikah dan melahirkan anak-anak yang lucu. Kalian juga harus ceritakan tentang aku ke anak-anak kalian, tapi ceritanya yang bagus-bagus aja ya. Aku tahu kalian isengnya sudah gak tertolong.”

“Kan, Kak Baji bisa ceritain sendiri....” Suara Chifuyu mulai terdengar bergetar.

Baji terdengar mengembuskan napas gusar. Namun, di balik rekaman itu, si lelaki tampak tersenyum lebar. "Guys, makasih buat semuanya. Tolong jangan lupain aku sebagai sahabat kalian. Semoga, di kehidupan yang lain ... kita bisa bertemu kembali dengan alur cerita yang lebih indah."

Rekaman pun mati. Suara Baji menghilang.

Kemudian berjuta rasa sesak langsung membanjiri isi hati si pendengar rekaman. Pikirannya pun dijejali dengan berbagai macam pertanyaan yang kurang lebih intinya hampir sama.

Sekarang ada di mana pemilik ponsel ini?

“Eve, Kak Baji di mana sekarang?” Chifuyu mulai beralih lagi ke arah kekasihnya, tapi yang ia lihat justru wajah gadis itu yang sudah dibanjiri air mata.

“Puy, dia sayang banget sama kita...,” lirih Eve dengan suara serak. Kini bahu gadis itu bergetar, tak kuasa menahan tangis.

“Eve, jawab. Kak Baji ada di mana?” tanya Chifuyu lagi, memaksa. “Aku mau ketemu Kak Baji, Eve.”

Eve lantas mengangkat tangannya. Gadis itu menunjuk ke arah dada Chifuyu, tempat di mana ada jantung yang berdetak sehat di dalamnya.

Seolah mengerti, si lelaki bermarga Matsuno pun langsung hilang tenaga seketika. Tangannya yang gemetaran pun perlahan meremas dadanya sendiri. Berdetak. Jantung di dalam sana terus berdetak, menyalurkan kehidupan hangat dan kesempatan kedua untuk Chifuyu.

“Kak Baji ada di dalam sana, Puy,” jawab Eve, “dari tadi dia selalu bersama kita.”

Sejak awal sudah mustahil bagi Chifuyu untuk terus bertahan hidup. Jantungnya sudah rusak dan tidak baik jika dipaksa untuk terus bekerja. Namun pada hari itu, Baji yang keras kepala tak terima kenyataan.

Ia tak mau sang maut membawa sahabatnya pergi dan tinggalkan luka di hidupnya Ayaka. Dan tampaknya pada malam itu semesta tengah berbaik hati, makanya jantung Baji dan Chifuyu menunjukkan kecocokan yang mendekati 99% begitu diperiksa.

Oleh karena itulah, akhir ceritanya jadi seperti ini: Jantung Chifuyu mati bersama Baji, sedangkan jantung Baji hidup bersama Chifuyu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top