• TRIDASA - Sisi Lain •
TRIDASA - TIGA PULUH
« Sisi Lain »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
"Loh, Nando?" Bola mata Fernando sontak terbeliak lebar ketika mendapati seseorang yang tengah memegang pundaknya sekarang.
"Hendra ...?"
"Kamu ngapain ke sini, Ndo?" Mendapatkan pertanyaan seperti itu, tiba-tiba Fernando menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil melengos.
"Nggak apa-apa. Bukan urusanmu." Sebelum Hendra menyadari, dengan cepat Fernando mengalihkan atensi pada ponsel yang berada di genggaman dan langsung menghapus video serta share loc untuk dirinya sendiri.
"Kamu ngapain itu?" Hendra yang penasaran sontak melongokkan kepala untuk melihat isi ponsel Fernando. Tentu saja Nando terkejut dan dengan cepat menyembunyikan ponsel ke punggung.
"Apaan, sih? Kepo amat." Karena merasa rencana yang ia rancang sesuai keinginan, tanpa memedulikan Hendra yang kebingungan, Fernando berniat akan melangkah dan melewati sahabatnya itu. Apalagi tadi pemuda tersebut sempat melihat ada notifikasi sang Papa yang terus menelponnya. Sungguh, ia sangat tak sabar untuk menunjukkan bukti kebenaran yang dirinya dapat kepada Bagas.
Namun, baru satu langkah kakinya menapaki tanah, secara tiba-tiba gawai di genggamannya yang masih berada dalam posisi belakang punggung terambil begitu saja. Netra Fernando sontak terbeliak lebar.
Dengan gerakan cepat, ia memutar balikkan badan. Ketika melihat siapa subjek yang mengambil ponselnya, tak dapat dipungkiri bahwa tubuh Fernando bergetar hebat. Bahkan, semua darah seolah tersirap begitu saja.
"Kamu kira aku ini buta? Aku tau, kamu lagi ngerencanain buat jatuhin aku, kan?"
🎭🎭🎭
Ranita sangat bersyukur ia bisa pulang lebih cepat malam ini. Bahkan, gadis tersebut juga merasa bersyukur karena Reynard tak memaksa untuk menemaninya. Dalam hati, Ranita berpikir apakah kakak kelasnya itu sedang melakukan transaksi barang haram?
Haish, Ranita! Ngapain kamu mikirin dia. Bersyukur dulu kamu aman hari ini.
Lalu, gadis itu menatap layar ponsel di genggamannya. Jam sudah menunjukkan pukul 20.38 WIB. Waktu yang cukup cepat selama ia bekerja part time di sebuah kafe. Biasanya, Ranita pulang sekitar jam sembilan malam, bahkan pernah nyaris jam sepuluh ia kembali dari kafe tersebut.
Namun, melihat kepucatan yang menghiasi raut gadis berbulu mata lentik itu pada malam ini, sang manajer merasa tak tega dan meminta Ranita untuk pulang terlebih dahulu. Tak lupa sebelum gadis tersebut pulang, manajer kafe itu memberikan wejangan agar Ranita istirahat yang cukup agar bisa bekerja maksimal keesokan harinya. Apalagi besok adalah hari Sabtu, tentu saja di saat weekend, kafe tersebut ramai oleh pengunjung.
Dengan langkah gontai, Ranita mulai berjalan masuk ke rumah. Kepala gadis itu semakin lama kian terasa berputar.
Sampai akhirnya, tanpa sengaja lengan Ranita menyenggol sebuah benda tepat di pinggir meja. Netra yang nyaris tertutup karena menahan kantuk dan rasa pusing itu kontan terbeliak lebar. Terlebih lagi saat mendengar suara pecahan nyaring hingga memekakkan telinga. Tak dapat dipungkiri, tubuh Ranita bergetar hebat ketika mengetahui benda apa yang tidak sengaja ia jatuhkan itu.
"Berengsek! Apa telingamu selama ini tuli, nggak pernah dengerin kalau minuman itu mahal!"
Sesuai dugaan, seorang pria paruh baya berjambang lebat tersebut tampak berjalan dengan tergesa menuju Ranita. Gadis itu menggelengkan kepala dengan frekuensi cepat, lalu berjalan mundur. Tanpa aba-aba, tubuhnya langsung berputar balik dan ia pun mengambil langkah seribu dari sana.
Kamar tidur, itulah tempat tujuannya.
Namun, sayang, Ranita kalah cekatan dengan pria tersebut. Sebab lengannya mulai dicengkeram kuat oleh sebuah tangan besar.
"Mau lari ke mana kamu? Udah pulang malem-malem, sekarang malah jatuhin birku. Anak nggak tau diuntung!" Ranita spontan memejamkan mata ketika mendengar teriakan sang ayah tiri yang ada di hadapannya. Terlebih lagi, pria tersebut mulai mengeluarkan semburan liur saat berbicara. Membuat Ranita merutuk dalam hati dengan kelakuan ayahnya yang sangat bejat ini.
"Sini kamu!" Netra Ranita terbeliak kala menyadari bahwa pria itu akan membawanya ke kamar. Gadis tersebut menggelengkan kepalanya dengan kuat dan berusaha untuk melepaskan diri.
"Nggak! Aku nggak mau!"
"Diem!" Sebuah tamparan keras mendarat begitu saja di permukaan pipi mulus milik Ranita. Tak dapat dipungkiri, cairan bening kian mengambang di pelupuk netra. Meski berusaha sekuat mungkin untuk melepaskan diri dari sang ayah, tetapi tenaganya tetap saja kalah.
"Aku nggak mau ...."
"Aku bilang diem, ya, diem! Ini hukuman buat kamu!" Tanpa perasaan, pria tersebut langsung mendorong tubuh lemah Ranita ke atas kasur setelah sebelumnya mengunci kamar anak tirinya itu.
Dan untuk kesekian kalinya, Ranita seolah tak memiliki harga diri akibat perbuatan pria yang seharusnya melindungi gadis tersebut. Kehormatan yang seharusnya ia jaga sampai dirinya bisa mendapatkan pria yang tepat untuk menjadi pendampingnya nanti, untuk kesekian kalinya terampas dengan sia-sia.
Fernando ... tolong aku. Bukannya kamu janji mau bantu aku?
🎭🎭🎭
20.04 WIB
Bagas mulai merasakan punggungnya yang terasa kebas karena sedari tadi terlalu asyik dengan benda elektronik yang berada di hadapannya. Bahkan sudah tak terhitung lagi berapa kali ia menguap. Saat melihat jam di dinding ruang tamu, Bagas memijit pelipisnya pelan.
Belum terlalu malam, tetapi tubuh pria tersebut sudah sangat lelah. Memang cukup wajar jika ia mengalami hal tersebut, karena sedari pagi, Bagas terus meneliti layar pada laptop. Baik saat di kamar, maupun di ruang tamu seperti sekarang. Waktu istirahatnya pun hanya sebentar.
Namun, entah mengapa tiba-tiba saja dalam pikirannya terlintas nama sang anak. Dalam hati, Bagas memikirkan kira-kira apa yang dilakukan Fernando sekarang? Jujur saja, sejak kejadian ia yang tak sengaja terpleset, komunikasinya dengan sang anak langsung menjadi awkward. Bahkan saat dirinya terakhir kali bertemu dengan Fernando tadi setelah makan malam, Bagas hanya diam saja hingga anaknya pergi meninggalkan pria tersebut menuju ke kamar.
Sampai azan isya berkumandang, Fernando masih setia di kamar. Mungkin saja anak lelakinya itu melaksanakan ibadah solat di kamar, dan mungkin juga Fernando masih memiliki wudu sehingga ia tak kunjung keluar kamar hingga sekarang.
Secara tiba-tiba rasa penasaran menggelitik batin. Bagas pun bangkit dari posisi duduk setelah menonaktifkan laptop. Kedua tangannya pun meraih kruk yang ia sampirkan di samping sofa. Dengan langkah sedikit tertatih, Bagas berjalan menuju kamar sang anak dibantu oleh kruk.
Sesampainya di depan kamar Fernando, Bagas menarik napas dengan berat, lalu menghelanya secara perlahan. Walau bagaimanapun, ia tetap seorang ayah. Setidaknya, Bagas sedikit menyingkirkan ego demi sang anak. Tangan besar itu pun menggapai pegangan pintu dan memutarnya perlahan.
Pintu kamar pun terbuka. Ketika benda kayu panjang tersebut telah sempurna menempel pada dinding kamar, netra Bagas berkeliaran ke sana kemari. Mencoba mencari eksistensi objek yang sedang ia cari. Mendadak saja rasa cemas kian melingkupi batin pria tersebut. Bahkan, jantungnya mulai berdegup dengan cepat.
Nihil. Fernando tak ada di dalam kamar. Padahal Bagas yakin jika sang anak tidak keluar dari kamarnya sama sekali.
Sampai akhirnya, pandangan Bagas melekat pada sebuah jendela yang tampak setengah terbuka. Tak dapat dipungkiri lagi, perasaan cemas kini semakin menguasai seluruh pikiran pria tersebut.
Nando, kamu ke mana, Nak ...? Apa kamu marah sama Papa sampe keluar diem-diem?
🎭🎭🎭
To be continued ....
Sabar, konflik yang lebih besar bakalan ada di next chapter! So, jangan lelah menunggu update ini, ya. 🤣 Bakal kupastiin cerita ini tamat maksimal 31 Agustus.
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac ~ Alma Alya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top