• TRI - Ranita's Weirdness •
Gadis pendiam itu sangat aneh.
🎭🎭🎭
"Namamu Ranita, ya, kalau nggak salah?" tanya Fernando yang membuat Ranita langsung menghentikan aktivitasnya mencatat materi limit tak tentu yang ada di papan tulis. Kini, tak terasa mereka telah menginjak semester genap di kelas 11 alias semester 4 di SMA. Ranita sangat berharap untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri impiannya melalui jalur SNMPTN (seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri) yang di mana, nilai rapot memiliki andil besar dalam seleksi jalur tersebut. Oleh karena itu, Ranita berupaya untuk memahami benar-benar setiap materi pelajaran dan tak lupa mencatatnya.
Berkuliah di PTN setidaknya sedikit membantu Ranita untuk berkuliah dengan kondisi ekonominya yang saat ini terhitung kurang stabil. Belum lagi jika ia dibantu beasiswa. Membayangkannya saja membuat Ranita berharap tinggi terhadap untuk membangun masa depan yang cerah.
Baiklah, kembali lagi pada Ranita dan Fernando. Gadis itu tertegun saat pemuda di sampingnya mengajak Ranita mengobrol. Sebab sejak Fernando duduk di sebelahnya tadi, hanya atmosfer penuh keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Jadi, wajar bukan jika Ranita—agak—terkejut?
"Iya, namaku Ranita," jawabnya sembari menundukkan kepala dan menggerak-gerakkan kedua kaki dengan perasaan gelisah. Entah mengapa, seolah ada gelitik aneh di dalam dirinya ketika mendengar suara bariton pemuda di sampingnya ini.
"Oh." Selepas itu, Fernando fokus melanjutkan menulis catatan dan membiarkan Ranita yang kini pipinya mulai terasa memanas. Untunglah pipi gadis tersebut tak mudah memerah layaknya kepiting rebus. Kalau iya, pasti dirinya akan malu setengah mati karena ketahuan tersipu saat diajak Fernando mengobrol meski hanya singkat.
"Baiklah, Anak-Anak. Silakan kalian lanjutkan mencatat jika belum selesai. Kalau sudah selesai, kalian buka buku paket halaman 120. Kerjakan bagian A nomor satu sampai dua puluh untuk latihan mengerjakan soal limit tak tentu. Terakhir dikumpulkan besok pagi, ya, di ketua kelas. Di sini mana ketua kelasnya?" Ucapan dari Bu Arina—guru mata pelajaran matematika wajib di kelas XI MIPA 4—sontak mengalihkan perhatian semua siswa yang asyik mencatat di buku tulis.
Walaupun sebenarnya tidak semua. Ada yang saling mengobrol dengan berbisik, meski tangan tetap bergerak mencatat materi di papan tulis. Ada yang diam-diam membaca novel di loker meja sembari menyumpal telinga dengan earphone. Ada yang diam-diam bermain game online bersama dengan posisi ponsel pintar di dalam loker meja pula. Sehingga, tak salah bila ada beberapa siswa yang tampak menundukkan kepala dalam-dalam.
Namun, ada juga yang kelihatannya menulis di buku tulis. Bukan mencatat materi di papan, tetapi justru mengerjakan tugas dari mata pelajaran lain yang belum sempat dikerjakan sebelumnya, sedangkan deadline pengumpulan tugas tersebut tinggallah menghitung jam.
"Saya, Bu." Seorang pemuda berkaca mata spontan mengangkat tangan kanannya, merasa terpanggil saat Bu Arina menyebut 'ketua kelas'.
"Mas Fadli, ya? Nanti tugas teman-temanmu dikumpulkan di kamu, terus besok pagi ditaruh aja di meja Ibu. Oh, ya. Tugasnya itu ditulis di buku tulis, ya. Jangan lupa. Itu buku paketnya pinjam, jadi tidak boleh dicoret-coret." Semua pun mengangguk paham setelah mendengar ucapan Bu Arina.
"Baiklah, Ibu tinggal dulu, ya. Mau ada urusan sebentar. Selamat belajar, Anak-Anak. Assalamualaikum," ujar Bu Arina sembari merapikan bawaannya yang berada di atas meja guru kelas XI MIPA 4, lalu beranjak pergi dari kelas tersebut.
"Waalaikumsalam, Bu." Selepas bayangan guru matematika wajib yang terkenal kalem itu mulai tak terlihat, suasana kelas XI MIPA 4 sontak menjadi riuh rendah. Beberapa dari mereka yang awalnya melakukan kegiatan di luar mencatat materi di papan tulis dengan diam-diam, langsung merasa bebas melakukan kegiatan tersebut dan tak peduli bahwa bisa saja mereka membuat kegaduhan.
Karena masih siswa baru serta agak malas berinteraksi dengan lainnya, Fernando memilih untuk tidur dengan meletakkan kepala di atas meja dengan lengan sebagai tumpuannya daripada ikut nimbrung dan mengobrol dengan lainnya. Tanpa ia sadari, semua perbuatannya tak lepas dari awasan Ranita.
Astaga, rasanya kayak mimpi. Setelah sekian lama aku nggak punya teman sebangku, bagaimana bisa aku justru dapat teman sebangku yang seganteng ini?
Nikmat mana lagi yang perlu didustakan?
Ranita tersenyum sendiri saat menatap Nando yang terlelap. Tak apalah, asal ia bisa melihat pemuda tampan itu lebih dekat, meski tak dapat melihat wajahnya dengan jelas karena posisi kepala Nando yang menelungkup ke meja. Akan tetapi, dirinya sangat senang bukan main.
Namun, aktivitas Ranita yang sibuk memandangi Fernando sejak tadi sontak terhenti kala pemuda tersebut mulai mengangkat kepala dan meregangkan tubuh dengan mengangkat kedua lengannya ke atas. Ranita tentu saja menjadi gelagapan sendiri dan langsung mengambil novel yang ia letakkan di pojok meja. Gadis itu berusaha untuk tenggelam dalam buku cetak digenggamannya. Catatan materi yang ada di papan tulis telah selesai ia salin sejak tadi sehingga Ranita tak mungkin berpura-pura menulis.
Sedangkan Fernando, dia terdiam memandangi Ranita yang tampak asyik sendiri dengan novelnya. Pemuda itu tak menyadari bahwa sebenarnya tadi Ranita sempat salah tingkah karena takut tertangkap basah telah menatap Fernando secara intens, tetapi Nando yang asyik meregangkan tubuh tak mengetahui hal tersebut.
"Ehm, Ranita?" Fernando mencoba untuk membuka obrolan pada teman sebangkunya. Seburuk-buruknya mood Nando saat ini, tak mungkin juga jika pemuda itu diam saja dengan Ranita sedangkan gadis ini adalah teman sebangkunya. Setidaknya ia memulai bersosialisasi di lingkungan sekolah barunya dimulai dari teman terdekat.
Di sisi lain, Ranita agak terkejut saat Fernando memanggilnya. Alhasil, ia hanya berdehem sebagai balasannya dengan mata yang tetap terpaku pada novel. Ranita sama sekali tak berani menatap netra tajam milik Fernando.
"Jam istirahat itu berapa menit lagi, sih?" tanya Fernando basa-basi.
"Memangnya ... kamu nggak dikasih jadwal pelajaran?" Bodoh, Ranita. Bodoh! Kenapa balasanmu seperti itu!
Ranita sontak merutuki dirinya sendiri ketika membalas pertanyaan Fernando. Terkadang mulut gadis itu tak dapat diajak bekerja sama dengan otak ketika dalam situasi canggung seperti ini. Sedangkan Fernando langsung mengembuskan napas berat ketika mendengar jawaban dari Ranita. Tentu saja ia sudah diberi jadwal pelajaran. Apakah gadis itu tak paham jika Fernando hanya ingin berbasa-basi dan memulai obrolan?
"Sudah," jawab Fernando singkat sembari mematikan topik pembicaraan. Bagi pemuda itu, percuma juga melanjutkan obrolan jika Ranita sendiri tak berminat.
Setelahnya, suasana pun menjadi hening. Fernando kini mulai asyik melamun sambil menunggu jam istirahat. Netranya menatap lurus ke arah papan tulis yang berisi catatan materi matematika tadi. Di sisi lain, Ranita melanjutkan aktivitasnya membaca novel dengan perasaan bergemuruh penuh rasa bersalah.
"Hei, Bro. Daripada diam ngelamun aja, mending gabung sini. Sekalian kenalan sama kita." Sebuah tepukan di pundak membuat Fernando terbangun dari lamunan. Awalnya, ia agak linglung. Namun, setelahnya pemuda itu mulai menguasai diri dan menatap pelaku yang telah menepuk pundaknya.
🎭🎭🎭
"Kamu pasti heran, ya, ngelihat Ranita yang susah banget diajak ngobrol? Tadi aku nggak sengaja denger obrolan kalian, btw." Sebuah pertanyaan membuat Fernando menghentikan aktivitas makannya. Saat ini, pemuda itu dengan teman-teman barunya berada di kantin. Sebenarnya Nando ingin menolak ajakan tersebut sebab ia paling pantang bolos keluar kelas meski sedang jam kosong. Namun, karena paksaan dari teman barunya, alhasil Fernando terpaksa ikut. Lagi pula, dia juga agak bosan di dalam kelas terus.
"Aku sendiri juga bingung sama anak itu. Dari awal masuk SMA aja udah kelihatan aneh. Diem banget gitu, jarang berinteraksi sama orang lain, makanya banyak yang nggak cocok temenan sama dia. Udah gitu sering telat dateng ke sekolah. Jadi, yang kamu lihat tadi pagi itu bukan pertama kalinya Ranita telat datang ke sekolah. Anehnya lagi, pihak sekolah kayak lepas tangan gitu sama Ranita yang sering terlambat. Ya, waktu itu ayah Ranita sempet dipanggil ke sekolah, sih, karena Ranita sering telat. Cuma setelah itu, Ranita udah kayak dibiarin aja. Justru aku malah takut kalau tiba-tiba Ranita disuruh drop out dari sekolah."
Fernando terkejut setelah mendengar penjelasan panjang dari temannya yang bernama Hendra. Lelaki ini baru saja berkenalan dengan Fernando tetapi sudah sangat terbuka dengannya? Namun, Nando sedikit membenarkan ucapan lelaki di hadapannya ini mengenai karakter tentang Ranita. Pasalnya, gadis itu memang diam saja saat Fernando duduk di sebelahnya. Bukannya menyapa atau mengajak berkenalan. Bahkan saat Fernando mencoba untuk membuka obrolan, gadis itu tampak tak peka jika diajak berbasa-basi dan mengobrol. Di sisi lain, Fernando pun juga agak terkejut dengan sikap pihak sekolah yang cenderung tidak peduli. Apakah benar pihak sekolah memang lepas tangan? Atau ada sesuatu di balik ini semua?
"Makanya dia nggak punya teman sebangku. Selain karena jumlah murid di kelas kita sebelum kamu pindah ke sini ganjil, ya, karena itu. Dia diem dan diajak kenalan kayak agak cuek. Susah, deh, ngobrol sama dia," lanjut Hendra. Sedangkan lelaki yang ada di sebelah kanannya, Tony, masih terdiam dan memperhatikan mereka—lebih tepatnya Fernando, seperti menerka-nerka bagaimana karakter Fernando, apakah cocok jika mengobrol dengannya? Sejak tadi, memang Hendra yang mendominasi percakapan di antara mereka. Sepertinya Hendra adalah tipe orang yang supel dan sangat suka banyak berbincang meski dengan orang yang baru dikenal.
"Kamu, kan, temen sebangkunya, nih. Kalau kamu sampe bisa ngajak dia ngobrol luwes gitu, wah, hebat banget pasti." Fernando hanya membalas ucapan Hendra dengan senyuman tipis. Dalam benaknya, mulai berkecamuk banyak pertanyaan perihal gadis tersebut.
Ada apa dengan Ranita, teman baru sebangkunya itu?
🎭🎭🎭
To be continued ....
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya. Kalau ada kritik dan saran, boleh banget disampaikan~
Borahae all 💜💋
©putriaac
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top