• TRI DWIDASA - Kebenaran yang Salah •
TRI DWIDASA - DUA PULUH TIGA
« Kebenaran yang Salah »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
"Ada apa ini?"
Mendadak saja beberapa siswa langsung mendatangi kedua gadis tersebut yang berada tepat di hadapan Arista. Mereka juga tak kalah terkejut saat menatap gadis yang tergeletak lemah di atas aspal itu. Suasana di tempat tersebut semakin terasa sepi, hanya dentum musik di lapangan saja yang merasuk ke gendang rungu.
"A-Aku nggak tau. Waktu kita jalan, tiba-tiba aja dia jatuh dari lantai atas, tapi ...." Ucapan salah satu dari kedua gadis tersebut langsung terjeda, lalu mulai menatap Fernando yang masih berada di balkon dengan tatapan mengarah ke bawah. Raut pemuda bermata tajam itu pun tampak syok dan memucat.
"Apa kamu ngira dia yang dorong cewek ini?"
Netra Nando secara spontan terbeliak lebar saat seseorang menunjuk dirinya. Meski tak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan, tetapi Fernando yakin bahwa ia pasti dituduh macam-macam. Mendadak saja jantungnya berdegup kencang, hingga akhirnya keringat dingin kian berlomba-lomba mengalir deras.
Nggak, ini salah paham. Aku harus lurusin!
Pemuda pemilik rambut gelombang itu spontan menggeleng cepat dan berlari dari lantai tiga menuju lantai dasar. Ia harus segera mengklarifikasi sebelum banyak yang mengklaim bahwa dirinya penyebab Arista terjatuh.
"Eh, kamu yang anak baru itu, kan? Ngapain kamu dorong dia?"
Baru saja Fernando menginjak lantai dasar, mendadak saja langkahnya terhenti. Kini semua pandangan mengarah kepada lelaki tersebut dengan tatapan tajam. Nando spontan meneguk saliva dengan berat.
"Aku nggak dorong dia. Demi Allah!"
"Nggak usah bawa-bawa nama Tuhan kalau bohong, Ndo." Atensi Fernando langsung beralih saat mendengar suara yang sangat familiar ia dengar.
Reynard. Pemuda itu memberikan tatapan sendu, meski tak ada yang mengetahui bahwa sang bintang sekolah tersebut tertawa dalam hati.
"Aku awalnya juga nggak mau percaya kalau kamu yang ngelakuin, tapi semua kelihatan jelas. Aku nggak tau kamu beneran dorong dia atau nggak, cuma aku sempet lihat kalian kelihatan adu mulut tadi," ujarnya yang membuat netra Fernando terbelalak lebar.
"Hah? Serius, Rey?" tanya seorang lelaki.
"Ya, itu kalau dari sudut pandangku. Nggak tau yang bener gimana?" ujar Reynard dengan mempertahankan pandangan sendunya pada Fernando, tetapi labiumnya diam-diam menyeringai. Mendadak saja pucuk ubun-ubun Fernando terasa mendidih ketika mendengar ungkapan sang sepupu hingga membuat perasaan pemuda itu kian bergemuruh. Pasti sebentar lagi Reynard akan menjadikannya sebagai korban playing victim.
"Bener nggak, Ndo?" tanya pemuda itu lagi yang membuat Fernando semakin terpojok.
"I-Iya, tapi aku benar-benar nggak dorong dia. Dia yang jatuhin diri, dan aku nggak sempet narik dia."
"Tapi, kenapa kamu nggak langsung narik dia? Kok malah adu mulut dulu. Mencurigakan, nggak usah buat-buat alasan kalau kesaksiannya udah jelas!"
Fernando menggelengkan kepala dengan kuat. Meski dalam hati ia mulai menggerutu kesal. Seandainya bisa, sudah pasti sejak tadi ia menarik Arista agar tak bunuh diri. Namun, tentu saja tak ada yang memedulikan bila Fernando membela diri. Semua orang hanya melihat kejadian dari satu sisi.
Yang lebih menyebalkan dari itu semua adalah, tidak adanya CCTV di sekitar mereka. Lantas, bagaimana Fernando memberikan bukti objektif bahwa ia benar-benar tak mendorong Arista?
🎭🎭🎭
"Fernando?" Wildan sontak tercengang ketika menatap pemuda yang berada di hadapannya. Tak jauh berbeda dengan polisi berpangkat brigadir polisi satu itu, Fernando pun terkejut menatap teman sang Papa semasa SMA.
"Kamu ... yang ada di TKP perempuan yang abis jatuh tadi?" Dengan perlahan, pemuda berambut gelombang itu mengangguk pelan. Sejujurnya pemuda tersebut merasa muak. Saat di sekolah tadi-lebih tepatnya di Ruang BK, dia terus-menerus diinterogasi dengan nada terpojok. Lalu, apakah di sini ia pun akan mendapatkan perlakuan yang sama?
"Ayo, sini duduk. Saya mau nanya-nanya dulu ke kamu."
Fernando pun menurut, ia mulai mendudukkan diri di atas sebuah kursi yang berada di seberang kursi Wildan, dan tersekat sebuah meja panjang. Suasana kantor polisi sungguh membuat anak tunggal Bagas itu merasa tegang. Meskipun dia memang tak mendorong Arista, tetapi tetap saja dirinya merasakan hawa tak mengenakkan di sini.
"Sebelumnya, saya minta tolong kerja samanya untuk menjawab semua pertanyaan saya dengan jujur, ya?" Lamunan Fernando sontak terputus ketika suara pria yang berada di hadapannya menginterupsi. Namun, ia memilih untuk mengangguk. Memang dia akan menjelaskan semuanya secara detail dan jujur. Bahkan mungkin juga secara perlahan mengungkap kejahatan Reynard pada Wildan. Sejujurnya, Fernando sejak tadi merasa bahwa Arista menjadi seaneh dan senekat itu pasti karena ancaman dari sang sepupu. Fernando hanya ingin semua kejahatan smooth ini berakhir agar jumlah korban bunuh diri tak bertambah lagi.
"Saya dengar dari beberapa guru di sekolahmu, kamu ada di TKP saat siswi bernama Arista jatuh dari lantai tiga. Benar?"
"Benar, tapi-"
"Iya, saya tau kamu mau membela diri. Tapi, jangan menyela. Jawab pertanyaan saya dulu." Akhirnya Fernando mengangguk pelan, lalu menundukkan kepala dalam. Melihat hal tersebut, Wildan tersenyum tipis.
"Kalau saya bertanya ke kamu, tolong angkat kepalanya, ya!"
Setelah melihat pemuda di hadapannya mengangkat kepala, barulah pria berusia hampir kepala empat itu melebarkan senyum.
"Baik, bisa kamu ceritakan kronologi kejadian bagaimana siswi bernama Arista itu terjatuh, sedangkan kamu ada di lantai atas?"
Fernando pun menarik napasnya dalam.
🎭🎭🎭
"Nggak usah sedih gitu, dong. Di kesempatan lain, kan, kita pasti bisa menang!" Fernando yang tengah manyun karena gagal masuk ke babak selanjutnya dalam pertandingan basket, langsung tersenyum cerah. Sejujurnya, dia takut jika namanya akan turun gara-gara pertandingan yang gagal ia menangkan. Namun, berkat dukungan dari Hendra dan Tony, pemuda berusia delapan belas tahun tersebut dapat menerima semua dengan lapang dada.
Akan tetapi, yang membuat mood Fernando kembali turun adalah, Reynard justru berhasil masuk ke babak final. Alhasil, ia pun merasa kesal setengah mati. Pasti sang sepupu semakin meremehkannya setelah ini. Lihat saja, Fernando tak akan membiarkan kejahatan Reynard tertutup oleh pencitraan yang ia buat. Bangkai yang tersembunyi, pasti akan tercium baunya.
Waktu terus berlalu, dan pemenang dalam pertandingan basket hari ini adalah tim dari kelas Reynard, XII MIPA 1. Selepas pengumuman pemenang disiarkan, perlombaan pun dilanjutkan dengan pertandingan futsal.
Namun, saat netranya asyik menelisik isi lapangan, tiba-tiba saja Fernando merasa ponsel di saku celana training-nya mulai bergetar. Memang setelah pertandingan basket tadi, ponsel Fernando yang awalnya ia masukkan ke tas, langsung pemuda itu ambil lalu diletakkan ke dalam saku celana training. Supaya lebih aman.
Ketika menatap isi benda pipih tersebut, bola mata Fernando sontak terbeliak. Langsung saja tanpa pikir panjang, ia berlari meninggalkan lapangan dan membuat bingung kedua sahabatnya.
"Hei, Nando! Mau ke mana?" Tony yang awalnya ingin mengejar pun urung saat Hendra menahan lengan pemuda itu.
"Kayaknya dia ke kamar mandi, deh. Biarin aja. Tampangnya kek kebelet gitu."
Sedangkan di sisi lain, wajah Fernando semakin memucat ketika sampai di sebuah tangga. Baru saja akan menginjak dasar undakan tersebut, netra pemuda itu tak sengaja melihat sebuah sosok yang berdiri di balik pembatas balkon lantai tiga. Tak urung pula bila raut Fernando semakin tampak panik saat menatap hal tersebut. Ia pun segera berlari menuju lantai tiga.
"Stop, Arista! Kamu sudah gila?" Gadis yang kini telah duduk di atas balkon pembatas tersebut langsung menoleh ketika mendengar suara bariton yang menyambut gendang rungu. Ia sudah menduga, bahwa pemuda ini pasti akan menghampirinya saat Arista tak sengaja melihat Fernando yang panik naik ke lantai tiga. Mungkin ini adalah saat terakhir gadis itu mengungkapkan semua yang ia pendam akhir-akhir ini pada Fernando.
"Iya, Ndo. Aku udah gila, haha. Dan kamu tau ini karena siapa?"
Mendadak saja atmosfer di sekitar mereka mulai terasa hening. Berusaha memanfaatkan keadaan, Fernando pun mulai berjalan mendekat. Namun, sepertinya Arista bisa langsung menebak apa yang pemuda itu lakukan.
"Jangan dekat-dekat! Atau aku bakal loncat sekarang juga." Fernando spontan menghentikan langkah. Ia menjadi dilema dan bingung apa yang harus dilakukan saat dalam situasi seperti ini.
"Ini semua gara-gara kamu, Ndo! Kamu yang buat aku gila. Kalau bukan karena kamu, aku nggak bakal punya pikiran kayak gini. Kamu jahat! Kamu berengsek! Tukang PHP!"
Netra tajam pemuda tersebut langsung terbelalak lebar saat Arista mengumpatnya secara terang-terangan. Jadi, gadis ini patah hati karena Fernando menolaknya? Spontan saja pemuda itu menghela napas lelah.
"Arista ... di mana akal sehatmu? Cowok di dunia ini nggak cuma aku! Kalau kamu merasa sakit hati sama ucapanku waktu itu, aku minta maaf. Bisakah kita berbaikan? Aku mohon, tolong berpikirlah dengan pikiran jernih."
Kepala Arista langsung menggeleng lemah. "Aku nggak mau percaya, kamu tukang PHP. Kamu-"
"Arista, aku serius minta maaf. Nggak, aku sama sekali nggak nyalahin kalau kamu suka sama aku, tapi caramu yang kurang tepat. Nggak semua cowok suka dengan cewek yang ngutarain perasaannya blak-blakan. Tolong, Arista."
"Aku nggak-"
"Aku juga minta maaf kalau kasar sama kamu beberapa hari yang lalu. Tapi itu karena kamu bully Ranita. Aku nggak suka perundungan."
Perlahan, kepala Arista pun menoleh ke arah Fernando yang berada di belakangnya. Netra gadis itu kian memerah dan cairan mulai mengambang di pelupuk.
"Jadi, tolong jangan-"
"Kamu suka sama Ranita, kan? Makanya kamu belain dia dan nolak aku! Iya, kan?"
Fernando tersentak saat mendengar ungkapan Arista barusan. Entah mengapa, tiba-tiba saja detak jantungnya kian berdegup kencang. Namun, pemuda itu langsung menggelengkan kepala untuk menghilangkan perasaan aneh ini.
"Nggak, Arista. Aku memang nggak suka perundungan. Seandainya keadaan dibalik. Kamu yang dirundung. Apa kamu merasa senang? Nggak, kan?" Setelah mendengar ucapan Fernando, Arista pun mengalihkan pandangan lagi ke arah bawah yang membuat pemuda tersebut semakin panik.
"Arista-"
"Nggak! Jangan dekat-dekat!"
Fernando menghela napas lelah lagi. "Coba kamu pikirkan baik-baik, Ta. Aku nggak bakal semarah ini, kok, kalau kamu mau jadi gadis yang lebih baik. Aku mohon ...."
Entah mengapa, ucapan dari Fernando barusan langsung saja membuat perasaan Arista menghangat dan berbunga-bunga. Mendadak saja ia luluh dan berniat untuk mengakhiri tekat gilanya ini. Namun, baru saja akan berbalik, netra Arista tak sengaja menangkap sesuatu yang membuat perasaannya bergetar. Hanya gadis itu saja yang menyadarinya, sebab Fernando masih fokus menatap Arista. Tekat gila yang perlahan luntur itu, tiba-tiba saja bangkit kembali.
Arista langsung menggelengkan kepala dengan kuat yang membuat pemuda di belakangnya keheranan. Namun, rasa bingung itu pun berganti dengan keterkejutan saat tanpa aba-aba, Arista menjatuhkan diri.
Dan Fernando terlambat untuk menariknya.
🎭🎭🎭
To be continued ....
Jadi begini, Gaes, kronologinya. Makin tegang, nih 😱
Tunggu up selanjutnya, ya! Vote dan komen yang banyak biar daku makin semangat 💕
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac ~ Alma Alya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top