• TRI DASA - Playing Victim •
TRI DASA - TIGA BELAS
« Playing Victim »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
Memang benar dugaannya semalam. Fernando hari ini tak ingin masuk sekolah. Selain karena lebamnya belum hilang, badannya pun terasa panas dingin. Pemuda itu baru ingat jika ia belum makan malam kemarin. Semalam, Fernando langsung mengobati lebamnya-yang entahlah, apakah caranya mengobati kemarin benar-benar akan menyembuhkan atau tidak. Lalu, ia ganti baju dan memilih langsung tidur.
Bagas sendiri merasa heran mengapa anaknya tak kunjung keluar dari kamar, padahal biasanya saat subuh, Fernando sudah bangun. Namun, semua itu terjawab saat pria itu membuka pintu kamar dan melihat Fernando yang nyaris seluruh tubuhnya terbalut oleh selimut. Ketika melihat dari dekat, wajah sang anak tampak pucat meski lebam-lebam tersebut belum hilang.
"Kamu pusing, Ndo?" tanya Bagas sembari mengelus lembut surai putranya, lalu beralih menyentuh kening pemuda itu. Semarah apapun ia pada Fernando, tetap saja Bagas adalah seorang Ayah dan pastinya tak tega melihat keadaan Fernando yang tampak lemah saat ini.
Karena merasa terusik akibat perbuatan sang Papa, Fernando membuka mata dengan pelan, lalu mengangguk.
"Ya, sudah. Kamu hari ini nggak masuk sekolah dulu, ya. Nanti Papa izinin. Sebentar." Bagas pun terburu-buru keluar dari kamar. Setelah beberapa menit, pria itu kembali lagi ke kamar anaknya sembari membawa piring berisi makanan dan segelas air mineral.
"Kamu bisa makan sendiri?" Fernando mengangguk dan tanpa banyak bicara, ia mulai memosisikan diri untuk duduk dan mengambil piring yang ada di genggaman sang Papa.
"Kamu belum makan malam, ya, kemarin?" Fernando mengangguk lagi.
Bagas langsung menghela napas dengan lelah. "Lain kali jangan lupa jadwal makan, Ndo. Papa berangkat kerja dulu, ya. Nanti siang Papa izin balik ke sini lagi-"
"Nggak usah, Pa. Aku emang pusing, tapi nggak apa. Aku bisa sendiri. Papa kerja aja," potong Fernando dengan ekspresi datar.
"Beneran nggak apa?" Nando mengangguk pelan.
"Ya, sudah. Kalau ada apa-apa langsung telpon Papa. Papa berangkat kerja dulu, ya." Bagas pun mengulurkan tangan ke hadapan Nando. Dengan cepat, pemuda itu meraihnya dan mendekatkan tangan Bagas ke dahi dan hidung, yang ternyata membuat indra pembau pemuda itu mulai nyeri kembali karena terlalu keras menempelkan tangan sang Papa ke hidungnya. Namun, sebisa mungkin Fernando menahan rasa sakit itu.
"Inget, jangan berantem-berantem lagi. Papa nggak suka!"
Selepas mengucapkan hal tersebut, Bagas keluar dari kamar sembari mengucapkan salam. Fernando membalas salam tersebut dengan senyuman tipis. Saat bayangan sang Papa tak terlihat, tarikan bibir pemuda itu kian mengendur, bahkan labiumnya mulai mengeluarkan umpatan.
"Reynard berengsek! Dasar, manusia nggak punya hati!"
🎭🎭🎭
Walaupun Malang terkenal sebagai kota yang memiliki hawa dingin karena terletak di dataran tinggi, tetapi saat pagi menjelang siang seperti ini, cahaya sang surya tentu sangat menyengat kulit. Meski begitu, hal tersebut tak menyurutkan semangat dua orang lelaki kecil yang sedang bersepeda bersama sekarang.
Yang satunya berusia tujuh tahun, yang satunya lagi berumur delapan tahun.
Jam di pergelangan tangan Fernando mulai menunjukkan pukul 10.03. Masih cukup lama dari waktu yang ditentukan sang Papa dan pakdhe-nya untuk selesai bermain sepeda. Pukul 11.30. Fernando dan sepupunya terus saja bersepeda keliling area kampung, hingga mata lelaki berusia tujuh tahun itu menatap sesuatu yang menarik perhatian. Gowesan pada pedal sepedanya pun kian perlahan.
"Mas Reynard, ke sana, yuk. Aku mau main ke sana," ujar Fernando dengan telunjuk mengarah ke sebuah taman bermain kecil. Yang menarik perhatian Fernando sejak tadi adalah perosotannya.
"Nggak, ah. Bosen, Ndo. Mending lanjut sepedaan lagi."
"Ayo, Mas. Ke sana aja. Aku capek sepedaan."
Reynard spontan menggaruk kepala yang tak gatal karena merasa sangat kesal dengan sang adik sepupu.
"Ya, udah. Kamu main sana aja. Aku sepedaan sendiri. Tapi, kalau sudah selesai main, tunggu di sana dan jangan ke mana-mana!"
"Loh, Mas. Masa aku sendi-yah, ditinggal."
Fernando langsung memanyunkan bibir ketika Reynard memacu kembali sepedanya, meninggalkan sang adik sepupu yang terdiam di dekat taman. Daripada menyia-nyiakan waktu, Fernando akhirnya memarkirkan sepeda di bawah pohon yang ada di dekatnya. Selepas itu, langkah kecilnya berjalan menuju perosotan.
Sedangkan di sisi lain, masih belum jauh dari taman tersebut, Reynard yang sedang tidak fokus karena berkali-kali melihat ke arah belakang-lebih tepatnya ke arah Fernando-justru tak sengaja menyerempet seorang gadis kecil yang tengah berjalan sambil membawa sebuah kantong plastik berisi jajan kemasan dan botol minuma.
"Aw, aduh!" Gadis itu meringis saat betis sebelah kanannya terluka karena terkena ujung pedal sepeda yang lumayan tajam. Responnya cukup lama. Setelah beberapa detik, gadis kecil itu menangis keras saat mulai merasakan nyeri di area betis.
"Huwaa!!!"
"Eh-eh ... shtt, shtt. Tenang, jangan nangis!" Reynard panik bukan main saat melihat gadis kecil tersebut menangis hebat.
"Huwa ... sa-sakit!"
"Iya tau itu sakit. Tenang dulu, jangan nangis." Reynard masih berusaha menenangkan sang gadis kecil sembari menoleh ke kanan dan kiri. Takut jika ada yang mengetahui ini ulahnya. Sebelum diketahui banyak orang, Reynard dengan kasar menarik lengan gadis itu menuju ke tempat yang agak sepi dan menggeletakkan sepedanya begitu saja.
"Hei, bisa diam nggak!"
"T-tapi, i-ini ... sa-kit."
"Iya, tau. Sini!" Reynard pun mulai mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu, seperti membisikkan sesuatu. Bahkan, kepalanya sesekali menoleh ke arah Fernando yang tengah main perosotan. Alhasil, gadis tersebut pun mulai ikut-ikutan melihat Fernando. Entah apa yang telah dibisiki oleh Reynard, tetapi yang pasti, setelah itu wajah sang gadis kecil mulai memucat.
"Ngerti kamu?" Gadis itu mengangguk dengan cepat, meski sedikit meringis dan berusaha menahan tangis gara-gara luka di betisnya.
"Ya udah. Aku antar pulang. Di rumah, ayahmu belum pulang, kan?" Lagi-lagi gadis tersebut mengangguk. Akhirnya, ia diantar pulang oleh Reynard dengan sepeda.
Di sisi lain, Fernando sebenarnya memperhatikan semua itu meski kelihatannya dia asyik bermain.
🎭🎭🎭
"Assalamualaikum. Permisi, Pak Anton."
Anton yang sedang asyik menonton televisi langsung menoleh ke belakang. Ia pun akhirnya beranjak dari sofa tempatnya duduk dan meninggalkan begitu saja benda pipih berlayar lebar itu. Ia heran siapa yang sore-sore begini bertamu ke rumahnya.
"Waalaikumsalam. Oh, Pak Ardi. Ada apa, Pak?" balas Anton saat membuka pintu rumah dan akan berjalan ke arah pagar.
"Oh, itu, Pak. Ini ...." Ardi tak langsung mengutarakan tujuannya ke rumah Anton, tetapi ia sedikit melirik anak gadisnya yang di betis terdapat plester.
"Ah, gimana kalau Pak Ardi sama Tania masuk dulu? Silakan masuk, Pak." Ardi pun mengangguk dan mengikuti langkah Anton yang memasuki rumah. Menyadari sang Kakak kedatangan tamu, Bagas yang awalnya ada di sofa ruang tamu sembari membaca koran, mulai menutup surat kabar tersebut dan tersenyum pada Ardi.
"Ehm, jadi begini, Pak Anton. Tadi waktu saya minta tolong Tania beli sesuatu di warung, katanya dia nggak sengaja diserempet sepeda dan betisnya terluka."
"Oh, ya ampun. Terus gimana? Nggak apa?"
"Sudah lumayan, sih, Pak. Cuma ... kata Tania, orang yang nyerempet dia itu tinggal di rumah Pak Anton." Mendengar ucapan tetangganya, Anton sontak mengernyitkan dahi.
"Siapa? Anak saya, Reynard?" Bukannya menjawab, Ardi langsung menepuk pelan bahu Tania yang membuat gadis kecil itu tersentak dari lamunannya.
"Ehm, itu, Om. Yang nggak sengaja nabrak aku ... itu ...," ujar Tania sambil menunjuk salah seorang dari dua lelaki kecil yang sedang bermain mobil bersama. Merasa dirinya ditunjuk, Fernando langsung terbelalak. Dia memang sejak tadi memperhatikan percakapan antara Anton dan tetangganya. Ia pun mengenali gadis yang bernama 'Tania' itu, yang tidak sengaja diserempet oleh Reynard tadi.
"Hah? Nando? Yang ini?" Mengetahui anaknya ditunjuk, Bagas pun ikut merasa tak percaya dan menunjuk anaknya untuk memastikan lagi. Namun, Tania justru mengangguk sebagai jawabannya. Tentu saja Fernando kesal.
"Loh? Aku nggak nabrak dia, kok. Tadi-"
"Iya, maaf aku nggak cerita ini ke Papa sama Om Bagas. Tadi Nando emang nggak sengaja nyerempet Tania. Cuma, aku nggak cerita karena takut Nando dimarahin. Lagian, Nando nggak sengaja, kok," ujar Reynard dengan raut menyesal.
"Hah?" Fernando semakin melongo setelah mendengar penuturan Reynard.
"Saya ke sini bukan minta pertanggungjawaban, kok. Saya cuma mau ngasih tau, lain kali lebih hati-hati kalau main sepeda, ya, Nak! Biar nggak nabrak orang lain. Sudah, gitu aja. Saya pamit pulang dulu, ya-"
"Tunggu!" Bagas langsung menghentikan langkah Ardi yang akan keluar rumah Anton. Lalu, pria itu menghampiri anaknya dan menarik lelaki tersebut ke Ardi. Awalnya ia berontak. Namun, karena kalah tenaga, akhirnya Fernando menurut saja.
"Nando, sekarang kamu minta maaf ke Tania."
Fernando terbelalak mendengar perintah sang Papa. Tentu saja lelaki tersebut tak terima dituduh seperti ini. Jika ia meminta maaf, itu berarti dia mengakui kesalahan yang sama sekali tak dirinya perbuat.
"Bukan aku yang nabrak! Mas Reynard yang nabrak dia. Eh, kamu jangan bohong, dong!"
"Nando, cepat minta maaf! Jangan nyalahin orang lain!"
"Pa, bukan aku-"
"Fernando!" Lelaki itu langsung terdiam saat mendengar teriakan Bagas. Bahkan, matanya mulai terlihat berkaca-kaca, tampak berusaha agar cairan di kedua netranya tak tumpah. Melihat hal tersebut, Rosa-mama Fernando-langsung mendekati sang anak dan mengelus pundak lelaki tersebut dengan pelan.
"Nando ... kamu minta maaf, ya. Cuma minta maaf, kok. Nanti masalahnya selesai. Om Ardi juga nggak memperpanjang masalahnya. Yang penting kamu minta maaf dulu."
"Tapi, Ma-"
"Nando!" Tak dapat dielak lagi, cairan bening dari netra Fernando mulai terjun bebas ke area pipi ketika mendengar bentakan Bagas lagi. Pundaknya pun mulai bergetar hebat karena menahan tangis.
"Fernando, ayo ... cuma minta maaf, kok."
Tak ada yang membelanya, tak ada yang memercayainya, dan tak ada pilihan lain. Alhasil, Nando terpaksa melakukan sesuatu yang seharusnya tak ia lakukan.
"M-maaf."
Mereka semua tak ada yang menyadari bahwa dari jauh, Reynard diam-diam tersenyum lebar.
🎭🎭🎭
To be continued ....
So sad. Fernando jadi korban playing victim dari Reynard :(
Nggak salah, kan, kalau Nando benci setengah mati sama si Reynard? :(
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac ~ Alma Alya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top