• SAT - Enemy •
Bagaimanapun juga, sekali membenci seseorang, akan sulit untuk berdamai dengan orang itu.
🎭🎭🎭
"Kamu tadi ketemu Reynard, Ndo?" Fernando yang sejak tadi terdiam selama perjalanan pulang spontan saja mengerutkan dahi. Sang Papa yang memboncengnya dengan motor ini, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja membahas sepupunya yang sangat suka pencitraan itu.
"Iya, Pa," jawab Nando lirih.
"Tadi ngobrol-ngobrol sama dia?" tanya Bagas lagi dengan mata yang masih awas memperhatikan jalanan dan kendaraan sekitar.
"Ya, gitulah, Pa." Jangankan ngobrol, ketemu aja ogah, lanjut Fernando dalam hati.
Selepas itu, suasana di antara mereka pun hening. Hanya terdengar suara deru mesin motor dan mobil, serta bunyi klakson diiringi dengan beberapa pedagang keliling yang menawarkan dagangannya. Suasana yang sangat biasa terjadi saat siang hari, apalagi ketika jam pulang sekolah dan istirahat beberapa pekerja kantoran. Kebetulan hari ini adalah hari Jumat, sehingga sekolah Fernando dibubarkan selepas salat jumat usai.
Sesampainya di rumah, Fernando pun melepas helm, lalu berjalan meninggalkan sang Papa yang sibuk memutar motornya. Sepertinya pria tersebut akan pergi lagi menuju kantot.
"Nando," panggil Bagas yang membuat Fernando mau tak mau menoleh ke arah papanya.
"Kamu sudah inget jalan dari rumah ke sekolah?"
Ditanya seperti itu, Fernando mengangguk pelan. "Lumayan, Pa."
"Bagus kalau inget. Besok kamu berangkat sekolah naik sepeda itu sendirian nggak apa, kan? Mulai besok sampai seterusnya Papa nggak bisa jemput kamu karena masih kerja dan biar nggak buru-buru jemput kamu pas kantor lagi jam istirahat." Fernando pun mengangguk lagi. Walaupun sebenarnya ia baru saja mengurus SIM C di sekolahnya dulu melalui kegiatan SIM kolektif—dan seharusnya tak masalah jika Nando mengendarai sepeda motor, bahkan saat masih di sekolah lamanya Fernando sudah biasa mengendarai sepeda motor untuk berangkat dan pulang. Akan tetapi, pemuda itu tak ingin memperpanjang masalah, sehingga dia lebih memilih untuk menurut saja untuk berangkat sekolah menggunakan sepeda.
Meski, dia agak dongkol saat Bagas mengucapkan kata 'kerja'.
"Atau mungkin kalau kamu masih ragu berangkat sendiri dan takut tersesat, Papa nanti telpon Pakde Anton biar Reynard—"
"Nggak usah, Pa. Aku inget jalannya," potong Nando begitu mendengar nama sepupu yang sangat ia benci itu terlontar dari bibir sang Papa. Bagas pun menghela napas dengan pelan.
"Ya sudah kalau gitu. Papa balik kerja dulu, ya." Fernando pun mengangguk, lalu berbalik akan membuka pagar. Namun, gerakannya terhenti saat suara Bagas menginterupsi.
"Nggak salim sama Papa dulu?" Pertanyaan Bagas barusan bagai sebuah hantaman besar bagi Fernando. Pemuda itu mengumpat dalam hati, bagaimana bisa ia sampai lupa untuk salim dengan sang Papa. Mungkin saja karena badmood yang melandanya hari ini, terlebih lagi di hari pertama dirinya masuk ke sekolah baru ia sama sekali tak merasakan euforia. Entahlah, mood Fernando sekarang benar-benar hancur.
🎭🎭🎭
"Astaga, itu yang anak baru kemarin, kan? Dari deket sini ternyata keliatan ganteng banget!"
"Walaupun cuma sepedaan, tapi pesonanya itu, loh ...."
"Parah, sih. Bisa-bisanya kita punya temen seganteng ini. Sayang banget nggak sekelas sama dia."
"Kayaknya dia sama Mas Reynard masih bisa dipertimbangkan lah gantengnya."
Fernando yang sejak tadi sepanjang perjalanan akan memarkir sepeda di sekolah terdiam mendengar pujian dari beberapa teman baru yang bukan merupakan teman sekelasnya. Sejujurnya ia agak heran, mengapa reaksi teman-teman barunya itu terlalu berlebihan? Apakah Fernando memang terlalu tampan? Atau jumlah cogan di sekolah ini limited?
"Hei, Bro. Itu anak baru kelas 11 yang kamu ajak obrol kemarin itu, kan? Sepupumu, ya, kalau nggak salah?" Sedangkan jauh di sisi lain, pemuda dengan name tag Riyan berbisik dengan sahabat karib yang ada di sampingnya, Reynard.
"Iya," jawab Reynard singkat dengan mata yang tak lepas menatap Fernando. Walaupun bibirnya tertarik lebar, tetapi mata berbulu mata tebalnya tak demikian. Menandakan senyum yang ia tampilkan adalah palsu. Sebab dari lubuk terdalamnya, ia merasa dongkol melihat bagaimana para siswi memandang Fernando dengan tatapan memuja meski pemuda itu hanya mengendarai sepeda.
Di sisi lain, tampak Ranita yang berlarian masuk melewati gerbang sekolah dengan peluh yang berlomba-lomba mengucuri wajahnya. Dia bersyukur hari ini bisa bangun lebih pagi dan mendapatkan angkutan umum dengan cepat sehingga tak datang terlambat ke sekolah. Namun, langkah gadis itu kian melambat ketika menyadari seorang pemuda yang saat ini tengah menjadi pusat perhatian.
Dia adalah Fernando, teman sebangkunya.
Diam-diam Ranita tersenyum memandang pemuda tersebut. Entah mengapa ia merasa bahwa kehadiran Fernando membuat perasaannya tak terasa suram lagi. Hanya dengan memandang pemuda itu saja, entah mengapa hatinya merasa senang. Mungkin dia adalah gadis yang beruntung karena bisa duduk sebangku dengan Fernando, lelaki yang sepertinya mulai menarik perhatian beberapa siswi di SMA ini.
🎭🎭🎭
Perpustakaan adalah tempat yang sangat menyenangkan untuk menyendiri. Terlebih lagi bagi seorang kutu buku. Deretan kumpulan kertas yang menyatu dalam sampul itu tentunya sangat menyenangkan hati bagi para pecinta buku. Ditambah lagi suasana perpustakaan yang sangat mendukung. Sangat hening dan menenangkan. Mungkin karena saking sepinya, orang-orang bisa tidur nyenyak di sini. Namun, perpustakaan sebenarnya bukanlah tempat yang tepat untuk melakukan kegiatan tersebut.
Itulah mengapa Ranita selalu menghabiskan waktu dengan mendekam diri di dalam perpustakaan. Selain karena dirinya memang suka membaca buku, Ranita ingin menyepi sejenak. Dan perpustakaan adalah tempat yang sangat cocok bagi gadis tersebut.
Ranita mulai berjalan, menyusuri tiap rak yang ia lewati dengan netra tak lepas memandangi buku berjejeran di rak tersebut, barangkali ada yang menarik di matanya. Lalu, pandangannya berhenti saat melihat cover samping sebuah buku berwarna kecokelatan. Saat buku tersebut telah ia tarik, Ranita dapat melihat sampul novel tersebut yang bergambar sepasang sepatu. Di dalam cover novel itu terpampang pula tulisan 'Tentang Kamu' disusul oleh nama sang penulis, Tere Liye.
Ranita pernah membaca ulasan novel ini di Goodreads. Banyak yang mengatakan bahwa novel ini sangatlah bagus dan saat tenggelam dalam cerita, pembaca seolah ikut berkeliling dunia. Tak hanya itu, membaca novel ini pun justru semakin mengisi wawasan dalam diri pembaca untuk menjadi lebih 'pintar'.
Akhirnya, Ranita memutuskan untuk mengambil novel tersebut dan meminjamnya ke petugas pustaka walaupun nantinya ia akan membaca di perpustakaan. Sebab tak mungkin Ranita sukses membaca tuntas novel ini dalam hitungan menit selama istirahat berlangsung. Jika tak dipinjam, belum tentu pula Ranita akan menemukan novel ini lagi di perpustakaan—meski kemungkinan itu kecil, sebab jarang ada yang berminat ke perpustakaan. Bahkan saat ini pun dia hanya berdua dengan petugas pustaka tersebut.
Saat akan beranjak dari rak yang berada di hadapannya, tiba-tiba pundak Ranita mulai terasa berat. Gadis itu juga dapat merasakan embusan napas dengan rakusnya menyentuh setiap senti pada leher sebelah kanan yang tentu saja membuat bulu kuduk gadis itu menegak. Secara perlahan Ranita menoleh ke penyebab dirinya menjadi merinding tak karuan sekarang.
Sesuai dugaan, seorang pemuda yang ada di samping kanannya tampak tersenyum miring dengan lengan yang ia sampirkan pada pundak Ranita. Terlebih lagi, gadis tersebut dapat melihat wajah pemuda itu dengan jelas karena kepala mereka terkikis oleh jarak, yang tentu membuat Ranita terkejut setengah mati.
"Kamu lagi baca apa, Nit? Aku temenin, ya, biar nggak sendirian?" tanya Reynard tanpa beban, tak peduli gadis di sampingnya semakin merinding mendengar pertanyaan pemuda itu yang terlontar dengan ringan. Namun, kepalanya justru mengangguk tanda menyetujui keinginan Reynard.
Semua terjadi karena status Ranita dengan Reynard saat ini.
🎭🎭🎭
"Wah, Nando. Ketemu lagi, nih, kita." Fernando, Tony, dan Hendra yang tengah berjalan ke lapangan sepulang sekolah sontak menghentikan langkah. Ketika mengetahui siapa yang baru saja memanggilnya, Nando mendengus kesal.
Hari ini, adalah jadwal perdana Fernando mengikuti ekskul basket. Jumat lalu, Tony dan Hendra bertanya kepada pemuda tersebut perihal ekskul yang akan ia ikuti. Begitu kata 'basket' terlontar, mereka berdua spontan bersemangat dan menyuruh Fernando langsung ikut latihan pada hari Senin alias hari ini. Namun, seperti yang pemuda itu duga, pasti dirinya akan bertemu dengan Reynard.
Mau bagaimana lagi? Reynard memang sangat menyukai basket. Dan basket adalah salah satu passion Fernando.
Setelah Fernando memberikan perkenalan singkat dengan rekan-rekan ekskul basketnya, mereka langsung memulai latihan. Sang pelatih tampaknya terkesima dengan kemampuan Fernando dalam basket ketika latihan berlangsung. Bahkan beberapa kali ia ternganga lebar melihat kehebatan pemuda tersebut.
"Wah, Fernando. Permainan kamu keren banget. Bisa jadi pertimbangan, nih, kamu masuk ke tim inti atau nggak." Dipuji seperti itu, Fernando pun hanya terdiam sembari menarik sedikit sudut bibir.
Sedangkan di sisi lain, ada banyak siswi yang bergerombol di pinggir lapangan hanya karena penasaran dengan siswa baru di sekolah mereka. Para siswi itu pun ikut terkesima saat melihat bagaimana Fernando bermain basket. Dalam sekejap, Nando menjadi idola beberapa siswi yang ada di sana.
Namun, mereka semua tak menyadari, bahwa Reynard diam-diam menyimpan rasa dengki yang besar di balik senyum palsunya.
🎭🎭🎭
To be continued ....
Mulai nggak bener, nih, Reynard 😏
BTW, nama Reynard ini aku terinspirasi dari nama seseorang, loh. Dia cukup terkenal waktu tahun 2020 lalu, di Inggris pula, padahal dia orang Indonesia. Orangnya cerdas, tapi sayang licik. Tau, kan, yang kumaksud ini siapa? 😏
😂😂😂
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top