• SAT DASA - Terkikis •

SAT DASA - ENAM BELAS
« Terkikis »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

Pernah ingin menanyakan kepastian, tetapi susah diungkapkan? Tentu rasanya menyebalkan sekali, bukan? Dan itulah yang dirasakan Fernando saat ini.

Sejak tadi, dia terus memandangi gadis yang ada di sampingnya dengan tatapan sinis. Tentu saja pemuda itu tak bisa melupakan kejadian kemarin. Meski Fernando agak sebal karena Ranita berpihak pada Reynard, tetapi di sisi lain, ia agak khawatir dan merasa ada yang tidak beres.

Seorang korban lebih memilih berlindung di balik pelaku? Apa maksudnya? Sungguh tidak lucu, kan, jika Ranita mengidap stockholm syndrome?

Dan ada satu lagi pertanyaan yang mengganjal di benak pemuda tersebut.

Ranita sudah tidak perawan gara-gara ayahnya?

Apa maksud dari perkataan Reynard tersebut? Apakah benar mahkota berharga milik Ranita telah direnggut oleh ayahnya sendiri? Ataukah ayah Ranita adalah muncikari yang memperdagangkan anaknya sendiri?

Oke, ini sepertinya keterlaluan. Pikiran Fernando semakin lama kian meliar ketika melamun karena merasa sepi di sini.

Sekarang, dua insan beda gender itu sedang duduk berdua di perpustakaan. Jam masih menunjukkan pukul 06.08 WIB. Masih terlalu pagi memang untuk masuk sekolah. Fernando sebenarnya heran, karena semalam sang ketua kelas tiba-tiba mengumumkan di grup chat Line bahwa sekitar jam 6 pagi, semua teman sekelasnya diminta untuk berkumpul di perpustakaan karena ada yang ingin diperbincangkan secara privasi.

Sejujurnya Nando merasa curiga dan mencium sesuatu yang aneh. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukan apapun selain menurut. Lagipula, meski nyaris sebulan pemuda itu bersekolah di sini, tetap saja Fernando tetaplah siswa baru yang masih beradaptasi dengan sekolah barunya.

Awalnya, petugas perpustakaan bingung mengapa mereka berdua datang ke sana, sedangkan perpustakaan baru saja dibuka. Namun, Fernando menjawab bahwa ketua kelas meminta mereka berkumpul di sini, dan petugas perpustakaan itu mengangguk saja.

Dan kini ... ke mana semua teman-temannya? Mengapa hanya ada dia dan Ranita saja di sini?

"Hish, ke mana semua, sih?" Ranita yang berkutat dengan salah satu novel di perpustakaan itu agak terkejut mendengar gerutuan Fernando. Namun, ia berusaha untuk tak peduli. Ranita yakin, teman sebangkunya ini pasti masih marah padanya. Entahlah kata apa yang harus ia ucapkan supaya pemuda tersebut memahami kondisinya.

Namun, tak dapat dipungkiri bahwa Ranita masih merasa takut jika Fernando benar-benar mendengarkan seluruh percakapan antara gadis itu dan Reynard kemarin. Ingin memastikan, tetapi ia tak memiliki nyali besar. Hatinya pasti akan merasa sakit dan tentu merasa malu jika Fernando memang benar-benar mendengar percakapan mereka di gang sempit kemarin.

Meski tampak tenang membaca novel saat ini, sebenarnya Ranita mulai mengatur napas. Dia agak ngos-ngosan ketika berlari ke perpustakaan karena takut terlambat. Sama seperti lelaki di sampingnya ini, Ranita bingung mengapa banyak yang tidak hadir ke perpustakaan sekarang.

Di sisi lain, Fernando terus mengutak-atik dan mengoperasikan gawai pipih yang ada di genggamannya. Ia berkali-kali bertanya mengapa belum ada yang datang.

XI MIPA 4

Fadli
Ad yg udh ke perpus?

Fernando yang melihat ada notifikasi dari grup chat kelasnya langsung membaca dan membalas pesan tersebut. Sedangkan Ranita, ia juga mulai ikut membuka ponselnya.

Nando
Aku sm Ranita

Saat balasan pesan Fernando terkirim, Ranita spontan menoleh pada pemuda tersebut. Namun, teman sebangkunya itu hanya diam saja, menunggu balasan yang akan muncul di grup chat kelas.

Fadli
Aduh, Nando. Maaf y. Kita g jd di perpus, tp di kls. Buruan y.

"Hah? Maksudnya apa coba? Huh! Udah capek-capek nungguin di sini!" Ranita diam saja saat melihat pemuda di sampingnya menggerutu kesal. Sejujurnya, ia pun agak jengkel pula. Namun, gadis itu bisa apa? Alhasil, dirinya mulai berdiri dan mengembalikan novel yang ada di genggaman ke rak semula.

Melihat Ranita berdiri, Fernando pun ikut bangkit, lalu mencangklong tas ransel ke pundak. Selepas itu, ia berjalan dengan langkah lebar, meninggalkan gadis tersebut di belakangnya. Ketika menyadari siluet Fernando akan menghilang, dengan cepat Ranita membuntuti dari belakang.

Perjalanan keduanya ditemani oleh keheningan, meski di sekitar mereka mulai ramai oleh para siswa yang telah hadir ke sekolah dan sedang duduk di bangku panjang depan kelas. Namun, posisi kedua insan beda gender itu adalah depan dan belakang. Yang di mana Fernando berada di depan dan Ranita di belakangnya. Selisih jarak mereka berdua sekitar satu meter. Itu pun setelah Ranita berusaha lari dan ingin menyamakan langkah dengan teman sebangkunya itu. Akan tetapi, ia urungkan karena gadis tersebut merasa sepertinya Fernando masih marah.

Mungkin nanti sesampainya di kelas, ia akan minta maaf kepada pemuda itu. Sehingga, hal tersebut adalah salah satu alasan mengapa mereka berjalan dengan posisi depan-belakang yang berjarak nyaris satu meter.

Sesampainya di depan kelas, dahi Fernando membentuk kerutan halus. Pintu kayu kelas tersebut tampak tertutup rapat. Jika dilihat dari ventilasinya, kelas itu pun terlihat gelap, tidak ada cahaya sama sekali dari lampu. Itulah mengapa Fernando mulai keheranan.

Jangan bilang nanti aku bakal dikibulin lagi. Nggak lucu, sumpah.

Meski agak ragu, pemuda bermata tajam itu pun akhirnya membuka pintu di depannya dengan perlahan. Suasana gelap kelas mulai merayapi netra pemuda tersebut. Ranita yang ada di belakang juga ikut melongok ke dalam kelas serta merasa heran.

Hei, aku beneran nggak dibohongin, kan?

Baru saja Fernando mengeluarkan kegelisahannya dalam hati, secara tiba-tiba lampu kelas pun menyala, selepas itu mulai terdengar suara teriakan yang memekakkan telinga dan membuat seorang pemuda dan seorang gadis yang ada di ambang pintu kelas tersebut terkejut setengah mati.

"HAPPY BIRTHDAY, NANDO!"

Pemuda yang berulang tahun hari itu sontak membelalakkan netra. Nando merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

🎭🎭🎭

"Gila, kamu kelamaan, ya, masuk sekolahnya? Kok, udah delapan belas tahun aja, padahal masih kelas sebelas." Fernando hanya tersenyum mendengar ucapan Tony di sampingnya. Memang benar, Bagas agak terlambat mendaftarkan sang anak untuk bersekolah saat menginjak sekolah dasar. Jadi tak salah bila kini usianya jauh lebih tua.

"Eh, kalian tau dari mana, sih, tanggal ulang tahunku?" Nando yang sejak tadi terdiam langsung angkat bicara, mengutarakan keheranannya.

"Oh, kamu nggak tau, ya. Kelas kita ini punya hacker profesional, loh!" jawab Tony sembari merangkul Hendra dan menatap teman di sampingnya itu, seolah menunjukkan bahwa Hendra adalah orang yang dimaksud. Tentu saja hal tersebut membuat pemuda tersebut melotot sebal.

"Hei!" Karena merasa kesal, Hendra pun mendorong punggung Tony.

"Hah? Seriusan?" Belum sempat ucapannya terbalas, tiba-tiba seorang gadis mendatangi mereka dan langsung menyerobot.

"Nando! Happy birthday, ya! Maaf, tadi aku belum ucapin langsung ke kamu. Denger-denger kamu udah delapan belas tahun, ya?" Arista langsung menyodorkan tangan yang membuat Nando mau tak mau membalasnya, dengan terpaksa.

"Iya, makasih."

Mereka semua pun akhirnya langsung berbincang-bincang dengan ringan sambil memakan kue ulang tahun hasil patungan satu kelas-kecuali Fernando dan Ranita. Bahkan ada yang mulai berfoto-foto ria dan meminta Fernando juga ikut berfoto. Awalnya pemuda itu merasa agak risih, tetapi sebagai ucapan terima kasihnya, terpaksa ia menurut.

Tentu mereka merasa bebas melakukan hal tersebut, karena sekarang sedang jam kosong saat doa awal pelajaran dan nyanyian lagu Indonesia Raya usai dilantunkan. Setidaknya untuk satu jam ke depan.

Namun, tak ada seorang pun yang memedulikan, jika terdapat seorang gadis berdiri di pojok kelas dengan pandangan sendu. Ia sampai tak bisa duduk di bangkunya sendiri lantaran didorong terus oleh beberapa siswi yang ingin berada di dekat Fernando. Jadi, dirinya hanya bisa meletakkan tas di bangku tanpa sempat duduk tadi.

Seburuk itukah aku? Sampai ingin mengucapkan 'selamat ulang tahun' ke teman sebangkuku sendiri tak diberi kesempatan?

"Eh, anak itu, kok, bisa barengan masuk ke kelas sama Fernando?"

"Oh, iya. Dia, kan, sengaja nggak di-join-in grup yang tanpa Nando itu. Jadi, dia nggak tau rencana kita sekelas yang mau kasih kejutan ke Nando."

"Iya, ya. Dia pun nggak ikut patungan."

"Salah sendiri jadi anak pendiem banget, tapi sama Nando sok-sokan dideketin. Diem-diem genit, ya, dia."

Ranita yang berada di belakang dua gadis itu hanya bisa terbungkam. Gadis tersebut sangat mengerti, siapa si dia yang tengah mereka perbincangkan. Selepas itu, Ranita memandang Fernando yang tampak asyik berbincang dengan beberapa temannya, seolah tanpa Ranita, teman sebangkunya itu bisa jauh lebih bahagia. Hati Ranita mulai terasa panas, bahkan hingga menjalar ke kedua netra. Tinggal sedikit lagi, cairan bening pasti akan keluar dari indra penglihatnya itu. Maka, sebelum hal tersebut terjadi, Ranita berjalan cepat keluar kelas.

Menyadari objek yang mereka bicarakan keluar dengan perasaan berkecamuk, kedua gadis itu justru cekikikan dan bergabung dengan beberapa teman yang lain.

Di sisi lain, Ranita semakin mempercepat langkah. Mata gadis tersebut pun agak buram karena air mata yang terus mengambang. Sudah tak terhitung berapa kali ia tak sengaja bertabrakan dengan beberapa siswa yang berada di luar kelas-dan sepertinya sedang jam kosong juga.

Ranita pun tak menyadari bahwa ia juga tak sengaja menabrak Reynard hingga membuat pemuda itu merasa bingung dengan perbuatan adik kelasnya. Merasa ada yang aneh.

Ketika sampai di kamar mandi, di sana hanya terdapat beberapa orang. Ranita segera melangkah ke wastafel, lalu mencuci muka sembari menatap cermin. Wajahnya telah memerah, begitu pula dengan matanya. Namun, sial. Cairan bening tersebut tak berhenti mengalir.

Daripada dilihat oleh beberapa siswi yang sepertinya sedang menunggu temannya di dalam kamar mandi, Ranita melangkah masuk ke salah satu bilik yang kosong. Ketika pintu plastik tersebut telah tertutup, tak dapat dielak lagi, air matanya mulai mengalir deras dan membasahi pipi. Ranita langsung membekap mulut supaya suara isakannya tak terdengar sampai di luar. Meski sudah membiarkan cairan bening tersebut mengalir, tetapi tetap saja dadanya masih terasa sesak.

Ini adalah kesekian kalinya Ranita harus mengalami hal yang sangat menyedihkan. Fernando, teman sebangku yang ia anggap sebagai salah satu harapan agar Ranita bisa merasa bahagia, rupanya telah membuat gadis tersebut jatuh ke jurang terdalam.

Ia tau Fernando tak salah. Namun, Ranita yang salah! Ya, gara-gara keputusan bodohnya kemarin, hubungan antara ia dan Nando sebagai teman kian merenggang. Lebih tepatnya, ia terpaksa mengambil keputusan bodoh itu karena sepupu Fernando, Reynard!

Dan kini ... hanya sekadar memberikan kata 'selamat ulang tahun' saja seolah tak ada kesempatan. Fernando tampak bahagia, bahkan jika tak ada dirinya. Entah mengapa hal tersebut membuat Ranita semakin tampak menyedihkan.

Gadis itu merasa tidak ada siapapun lagi yang memedulikan dan membuatnya bahagia. Ketika si anak baru tersebut hadir, Ranita awalnya merasa bahwa cahaya kebahagiaan yang sempat meredup itu akan terang kembali. Namun, ketika melihat sendiri keadaan tadi, mendadak saja semua harapan tersebut nyaris mendekati kepadaman.

Saat tengah berdiri dengan posisi bersandar di pintu kamar mandi, tangan kanan Ranita yang awalnya berada di mulut, ia turunkan ke sisi pinggang. Di saat itulah, salah satu alat gerak gadis tersebut tak sengaja menyenggol saku rok abu-abunya. Seolah tersadar sesuatu, dengan perlahan, ia memasukkan tangan ke dalam sana, lalu mengeluarkan objek dari saku tersebut.

Ranita memandang benda itu cukup lama.

Satu detik ... dua detik ... tiga detik ....

Pikirannya mendadak saja menjadi gelap.

🎭🎭🎭

"Paket!" Ranita yang baru saja keluar kamar dengan seragam lengkap dan tas di pundak, tersentak saat mendengar suara kurir di depan rumah.

"I-iya, sebentar!" jawab gadis tersebut sambil menoleh ke belakang. Setelah dipastikan sang ayah masih belum bangun dan keluar dari kamarnya, Ranita bergegas berjalan keluar.

"Atas nama Ranita Putri Agung?" Ranita mengangguk kuat, lalu meraih paket di hadapannya. Setelah melaksanakan transaksi dengan sang kurir, Ranita segera masuk dengan wajah sumringah.

"Akhirnya! Novelnya dateng juga." Gadis itu pun mulai berjalan masuk kembali ke kamar untuk membuka novel tersebut. Dengan rasa tak sabar, ia membuka paket dengan cutter yang berada di atas meja belajar. Wajahnya semakin girang ketika melihat isi di dalam paket tersebut.

Karena terlalu senang, Ranita segera membuka plastik novel tersebut dan mulai membaca-baca isinya masih dengan cutter yang berada di genggaman. Dia terlalu antusias telah mendapatkan novel itu. Namun, seperti tersadar sesuatu, tiba-tiba gadis tersebut melihat jam di dinding. Matanya spontan terbelalak lebar ketika melihat jarum pendek nyaris mendekati angka enam dan jarum panjang berada tepat di angka sebelas.

"Astaga! Aku bisa terlambat lagi!" Ranita pun langsung meletakkan novelnya begitu saja di atas meja, tak peduli dengan sampah bekas bungkus paket tersebut yang tergeletak tak karuan di kamar. Selepas itu, ia bergegas keluar rumah.

Baru setengah perjalanan ia menuju ke tempat dirinya biasa menunggu angkutan umum, Ranita tersadar sesuatu.

"Duh, kenapa cutter-nya malah kubawa, sih?" Mungkin karena terlalu terburu-buru, Ranita justru membiarkan cutter itu tetap setia berada di genggaman. Merasa tak mungkin ia kembali ke rumah hanya untuk mengembalikan cutter, Ranita pun meletakkan benda tajam tersebut ke saku rok kanannya. Nanti sepulang sekolah, ia akan meletakkan cutter itu ke kamar.

🎭🎭🎭

To be continued ....

Paham, kan, benda apa yang diambil Ranita di saku kanan roknya? 😏😌

Mari kita doakan semoga dia nggak apa-apa 🤧 Penasaran apa yang bakal terjadi selanjutnya? Pantengin terus update cerita ini!

Kalau ada yang bilang Ranita lebay banget padahal cuma patah hati doang sama Fernando, kalian harus banget tau dulu kenapa Ranita bisa seterpuruk itu :(

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

©putriaac ~ Alma Alya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top