• SAPTA DASA - What's the Reason? •
SAPTA DASA - TUJUH BELAS
« What's the Reason? »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
"Seriusan, hei! Kalian tau dari mana tanggal ulang tahunku? Beneran dari kamu, Ndra?" Mata Fernando langsung menyipit ke arah Hendra yang tampak gelagapan.
"Hish ... kamu, sih!" Bukannya menjawab pertanyaan Fernando, Hendra justru mendorong Tony yang sedang memberikan tatapan polos-seolah tak tau telah melakukan kesalahan.
"Hei, kamu itu ditanyain Nando, kok, malah senggal-senggol aku," protes Tony saat dirasa Hendra terus mendorongnya tanpa henti.
"Iya, deh. Aku ngaku. Soalnya aku kepo banget tanggal lahir temen-temen deket aku, hehe ...." Selepas mendengar pengakuan Hendra, Fernando merotasikan bola matanya.
"Terus, tadi kenapa Tony nyebut kamu hacker?" Mata Hendra terbelalak lebar lagi saat mendengar pertanyaan Nando, lalu ia melanjutkan kembali aktivitasnya mendorong Tony.
"Haish ... apaan, sih, Ndra?"
"Kamu itu, loh! Ngarang banget, sih." Menyadari kemarahan yang muncul dalam diri Hendra, Tony langsung tersentak.
"Hah? Seriusan kamu bisa nge-hack gitu?"
"Wih, keren. Kita punya temen hacker!"
Tony yang melihat beberapa teman di sekitarnya mulai heboh menuduh Hendra sebagai seorang hacker langsung meringis pelan. Bahkan, Fernando pun sejak tadi masih penasaran.
"Eh, nggak. Aku cuma bercanda tadi. Ya kali si Hendra hacker. Kalian tau, kan, biasanya hacker itu jenius. Lah, coba liat si Hendra. Nilai matematika dapet tujuh lima aja udah sujud syukur dia."
Hendra pun spontan mendorong Tony lagi saat mendengar ucapan pemuda itu.
"Hei, apaan lagi, sih? Udah bagus aku belain!" protes Tony tak terima dengan suara lirih.
"Belain, sih, belain. Tapi, jangan bawa-bawa nilai mat, dong. Huh!"
"Iya, iya, sorry. Abis gimana lagi?" ujar Tony dengan wajah lelah.
"Oalah, gitu. Iya juga, sih. Biasanya hacker, kan, jenius."
Meski agak dongkol, Hendra bersyukur beberapa temannya sudah tidak memberikan pancaran curiga lagi. Terkecuali satu orang, yakni si birthday boy. Fernando masih memberikan tatapan tak percaya pada Hendra.
Menyadari pandangan tersebut, Hendra langsung mendekati teman barunya itu, lalu menepuk pundak pemuda tersebut sambil tersenyum. Sebenarnya Hendra menyiratkan bahwa nanti ia akan menjelaskan semuanya pada Nando, tetapi nanti, bukan di keramaian saat ini.
Namun, sayang Nando tak dapat menangkap sinyal tersebut. Akan tetapi, dia berusaha untuk cuek. Toh, sekalipun memang benar Hendra adalah hacker, itu adalah privasi temannya sendiri.
Baru saja mereka akan melanjutkan perbincangan, tiba-tiba ada beberapa orang bergerombol berlarian di depan kelas XI MIPA 4 yang jendelanya terbuka. Fernando sontak menghadapkan wajah ke arah siswa-siswi yang berlarian itu.
"Eh, itu kenapa?"
Mendengar pertanyaan Nando, Hendra dan Tony serta beberapa temannya yang lain ikut menoleh. Namun, rasa penasaran itu hilang saat Hendra membuat spekulasi.
"Ah, paling mereka dihukum lari muter koridor karena telat dateng ke sekolah." Selepas itu, mereka pun manggut-manggut.
"By the way, Ndo. Kamu nggak penasaran gitu ide nge-prank kamu ini asalnya dari siapa?" tanya Tony dengan nada misterius, tetapi sayangnya Fernando tak merasa penasaran.
"Nggak. Sudah jelas, kan, yang buat kejutan ini siapa?" tanya balik Nando dengan wajah datar. Meskipun ia senang dengan kejutan ini, tak urung pula pemuda tersebut masih merasa kesal karena telah di-prank pagi-pagi.
"Siapa coba?"
"Kalian lah! Siapa lagi? Cuma kalian yang seneng banget usil sama aku." Setelah mendengar ucapan Fernando, Hendra dan Tony spontan tertawa keras.
"Haha, iya kita memang usil, tapi sayangnya tebakanmu kurang tepat!" Fernando langsung mengerutkan dahi saat mengetahui perkiraannya meleset.
"Hah? Terus siapa?"
Tony dan Hendra spontan mendekatkan badan pada pemuda yang tengah kebingungan itu. "Arista."
"Hah?"
"Iya! Sebenarnya memang betul tebakanmu tadi. Awalnya kita berencana kasih kejutan ke kamu, tapi cuma kita berdua aja. Eh, pas mulai ngerencanain, Arista ternyata nguping kita dan dia jadi tau, deh, kalau kamu mau ulang tahun. Jadi, dia mutusin supaya sekelas nge-prank kamu!"
Mendengar penjelasan Hendra, Fernando pun manggut-manggut. Namun, beberapa detik kemudian, pemuda tersebut sepertinya menyadari sesuatu.
"Kamu bilang Arista minta sekelas nge-prank aku, tapi Ranita, kok, juga keliatannya baru tau kalau aku di-prank?"
Bukannya menjawab, Hendra dan Tony justru mulai senyam-senyum sembari memberikan tatapan menggoda pada Fernando. Tentu saja pemuda tersebut merasa heran.
"Ada apaan, sih?"
Hendra pun menepuk pelan punggung Fernando. "Ya, kita paham, kok, kamu mulai buka hati sama Ranita."
"Hah?"
"Sampai bawa-bawa nama Ranita pula di pembahasan kita. Aduh, kalian itu so sweet banget, deh!" sambung Tony yang dilanjutkan dengan tawa puas.
"Rodok sinting kon iku, Rek!" (Arti: Agak sinting kalian itu!)
Hendra dan Tony semakin tergelak. Terkadang sampai sekarang Fernando merasa heran, mengapa dua lelaki di hadapannya ini selalu saja tertawa pada hal yang tidak terlalu lucu. Apakah karena humornya terlalu tinggi atau karena Hendra dan Tony selera humornya sangat receh?
"Eum ... permisi. Boleh aku ngobrol sama Fernando dulu? Penting, nih." Atensi ketiga pemuda tersebut langsung teralihkan saat Arista tiba-tiba saja berada di dekat mereka.
"Oh, boleh. Ngomong aja!" ujar Tony yang membuat Fernando melotot. Pasalnya, yang mau diajak mengobrol, kan, dia. Kenapa Tony yang mempersilakan?
"Udah, ah, Ton. Nggak peka banget. Kita tinggal aja mereka berdua dulu." Mendengar ucapan Hendra, netra Nando semakin melebar. Namun, dua pemuda receh itu tak memedulikannya, mereka justru beralih duduk di bangku belakang Fernando yang masih kosong.
"Mau ngomong apa?" tanya pemuda itu saat Arista duduk di bangku Ranita.
"Em ... itu, Ndo. Anu ...."
Fernando mengangkat sebelah alis ketika melihat gadis yang ada di sampingnya tampak gelisah, bahkan tangan Arista tampak beberapa kali meremas erat roknya yang kian mengusut.
"Kenap-"
"Itu, Ndo. Aku suka kamu!" Fernando mendadak tersedak salivanya sendiri saat mendengar ucapan frontal dari Arista barusan.
"Hah?"
"Iya, Ndo. Aku suka kamu. Makanya aku sampai ngorek-ngorek informasi tentang kamu. Bahkan info tentang ulang tahunmu itu aku tau karena sengaja nguping pembicaraan dua temenmu. Aku-"
"Kamu udah gila, ya?"
Ucapan Arista terhenti ketika suara bariton itu angkat bicara. Sontak saja kedua netra gadis tersebut terbelalak lebar.
"M-maksud kamu?"
"Kamu nggak sadar sama apa yang kamu ucapin ke aku tadi? Sama sekali nggak ada rasa malu sedikit pun?"
"Ndo ...." Suara gadis berambut gelombang itu pun kian mengecil, bersamaan dengan menciutnya nyali yang telah ia persiapkan sejak awal. Mendadak saja tubuhnya bergetar hebat hanya karena mendengar teguran dari pemuda yang Arista sukai sejak awal bertemu.
"Ndo, tapi aku suka kamu!" ucap Arista yang masih tetap ngotot, meski suaranya kian lirih.
"Aku tau kejutan ini semua ide dari kamu, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya gitu ngutarain perasaan. Dan bukan berarti juga aku langsung nerima perasaanmu. Kamu pikir aku ini manusia apaan? Perasaan disogok sama kejutan?"
Tak dapat dielak lagi, cairan bening mulai mengalir dari kedua netra gadis tersebut. Fernando langsung memalingkan wajah saat menatap air mata Arista kian mengalir. Sungguh, ia tak suka melihat wajah melas seperti itu.
"Berengsek kamu, Ndo!"
Brak.
Secara tiba-tiba, pintu kelas mereka terbuka dengan keras dan membuat seluruh murid yang berada di dalam kelas mengalihkan atensi. Termasuk Fernando yang awalnya merasa kesal dengan Arista langsung menolehkan kepala ke arah pintu kelas. Mereka bingung melihat ada seorang siswi berdiri di ambang pintu dengan ngos-ngosan. Sepertinya ia telah berlari kencang.
"Ada ap-"
"Ranita ... tasnya Ranita mana?" Mendengar nama teman sebangkunya disebut, Fernando mengerutkan alis. Dia baru sadar bahwa sejak tadi gadis tersebut tak tampak eksistensinya di kelas. Mendadak saja perasaannya bergemuruh.
"Ini! Di sini tasnya," jawab Nando sembari menepuk tas yang tepat berada di belakang punggung Arista. Siswi tersebut pun menerabas masuk kelas tanpa izin terlebih dahulu. Selepas itu, ia mengambil tas Ranita tanpa basa-basi dan bergegas keluar dengan langkah cepat. Melihat hal tersebut, Fernando langsung menahan lengan siswi yang baru saja akan membawa tas Ranita pergi.
"Eh, tunggu, tunggu. Kenapa tasnya Ranita dibawa? Ranita ada di mana emangnya?"
Siswi itu pun menghentikan langkah sejenak, lalu menghirup udara yang ada di sekitar dengan panjang dan mengeluarkannya perlahan. Napas gadis tersebut masih belum teratur gara-gara lelah berlari dan merasa ketakutan setengah mati.
"Ranita ... bunuh diri."
"Hah?"
Mendengar hal tersebut, Fernando sontak membelalakkan mata. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga.
🎭🎭🎭
"Ranita. Bangun, dong." Seorang pemuda yang berada di samping kasur Ranita berusaha membangunkan gadis itu yang telah kehilangan kesadaran. Awalnya, Ranita hanya sekadar dirawat di UKS saja, bahkan pergelangan tangan kanannya pun telah diperban. Akan tetapi, Reynard memaksa agar gadis di hadapannya ini segera dibawa ke rumah sakit saja.
Melihat permohonan siswa kesayangan beberapa guru di SMA Pelita Jaya ini, mereka tak tega dan akhirnya memutuskan untuk menyiapkan kendaraan. Namun, sementara Ranita berada di UKS dulu. Jika dalam waktu yang cukup lama dan Ranita masih belum bangun, barulah mereka membawa gadis tersebut ke rumah sakit. Reynard sebenarnya ingin menolak keputusan itu, tetapi demi menjaga nama baiknya, pemuda tersebut terpaksa menurut saja. Setidaknya hal itu menjadi keputusan terbaik.
Aku nggak nyangka kamu juga bakal ngelakuin hal sebodoh ini kayak orang-orang bodoh itu. Padahal, aku sudah berusaha biar kamu nggak tertekan.
Reynard memandang sendu Ranita yang terpejam dengan wajah pucat. Sebenarnya, sejak tadi ia mulai merasa ada yang aneh saat Ranita berjalan terburu-buru hingga tak sengaja menabrak dirinya. Sampai akhirnya, tiba-tiba ada seorang siswi berlari meminta pertolongan karena melihat Ranita terduduk di atas closet dengan pergelangan tangan kanan yang berdarah dan cutter di tangan kirinya. Reynard yang panik langsung berlari ke kamar mandi dan menggendong gadis itu menuju UKS.
Siswi itu sempat bercerita jika ia agak curiga karena Ranita tak kunjung keluar. Ketika bertanya pada beberapa siswi lain, ternyata benar bahwa bilik Ranita lama sekali tak terbuka. Salah seorang yang memiliki tubuh agak besar akhirnya memutuskan untuk mendobrak pintu plastik tersebut setelah berkali-kali digedor dan tak ada jawaban dari dalam. Mereka khawatir akan terjadi sesuatu. Pasalnya, beberapa bulan yang lalu sempat ada kejadian bunuh diri di kamar mandi dan mereka tak ingin hal tersebut terulang.
Namun, sayang. Apa yang mereka perkirakan benar terjadi.
"Kenapa kamu sampai bunuh diri, Nit? Apa yang sebenarnya terjadi?" Petugas UKS yang tak jauh dari Reynard dan Ranita menatap agak miris saat pemuda itu terus berbicara dengan lirih. Saat ini, jam di kelas Reynard sedang kosong, sehingga pemuda itu meminta untuk menemani Ranita setidaknya untuk satu jam ke depan.
Beberapa siswi yang awalnya dari kamar mandi dan heboh perihal Ranita bunuh diri, sudah tak tampak lagi eksistensinya di sekitar UKS. Mereka diminta untuk segera kembali ke kelas.
Baru saja Reynard akan mengeluh, tiba-tiba mata lentik Ranita perlahan membuka. Pemuda itu langsung menegakkan badan melihat gadis yang ada di hadapannya telah terbangun.
"Ranita ...." Gadis itu mengerjapkan mata pelan, lalu merasa heran melihat keberadaan Reynard di sampingnya.
"Akhirnya, kamu sudah bangun," ujarnya yang diakhiri dengan senyum. Melihat gadis tersebut telah sadar, sang petugas UKS lantas memberikan air mineral yang berada di atas nakas ke Ranita, serta membantu gadis itu untuk meminumnya.
"Mas Reynard, ini tas-"
"Ranita?"
Atensi Reynard langsung teralihkan saat melihat siswi bernama Nindya dan Fernando serta beberapa temannya berada di ambang pintu UKS. Sedangkan Ranita sendiri, ia merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Namun, beberapa detik kemudian Ranita merasakan nyeri di pergelangan tangan hingga tak sadar membuatnya berdesis. Hal tersebut sontak membuat Reynard mengalihkan atensinya pada Ranita.
"Tanganmu sakit? Kita ke rumah sakit aja, ya? Nanti aku bantu izin sama pihak sekolah. Itu, tasmu sudah diambilin," ujarnya saat Nindya berjalan menghampiri mereka dan menyerahkan tas Ranita ke Reynard.
Gadis itu mengerutkan dahi saat mendengar ucapan lelaki di hadapannya barusan, lalu ia menggeleng.
"Nggak usah. Cuma nyeri biasa."
Fernando yang masih berdiri di ambang pintu perlahan mulai mengepalkan tangan. Entah mengapa, ia merasa bahwa dalang dari semua ini adalah Reynard. Lalu, pemuda itu pasti sok-sokan baik dengan Ranita agar citra baiknya tetap terjaga. Tentu Nando merasa semakin geram.
"Sudah, lebih baik kalian balik ke kelas. Tasnya Ranita biarin aja ditaruh sini, barangkali Ranita butuh sesuatu yang ada di tasnya." Ucapan dari petugas UKS langsung mengalihkan atensi Reynard.
"Loh, Bu-"
"Sudah, kamu nggak usah khawatir. Ranita, kan, sudah sadar. Meskipun sekarang kamu masih jam kosong, tetep balik aja. Nanti istirahat pertama kamu bisa jenguk Ranita lagi." Walau Reynard mulai mencebikkan bibir, tetapi ia setuju saja dengan titah petugas UKS itu. Reynard pun pamit pergi.
Fernando yang baru saja sampai juga terpaksa kembali ke kelas. Ia sempat menatap Ranita sejenak, lalu memalingkan pandangan. Di sisi lain, Ranita justru memandang teman sebangkunya itu dengan tatapan sendu, tak peduli dengan Reynard yang pamit bahkan mengelus surai gadis tersebut dengan lembut.
Pemuda itu langsung beranjak dari posisinya dan akan berjalan keluar UKS. Nindya sudah terlebih dahulu keluar tadi, meninggalkan Fernando yang masih membeku di tempat. Saat Reynard melewati Fernando setelah memberikan senyuman padanya-demi menjaga citra pemuda itu sebagai anak ramah-Nando langsung menahan lengan sang sepupu.
"Urusan kita tentang Ranita belum selesai, ya. Kamu kira aku nggak tau kamu dalangnya?" ujar Fernando dengan lirih. Reynard awalnya mengerutkan dahi, tak suka dengan tuduhan tersebut. Namun, selepas itu ia mengembangkan senyum lagi sembari menepuk pundak adik sepupunya dua kali, lalu berjalan meninggalkan Fernando yang masih geram.
Entah sadar atau tidak, semua yang mereka lakukan barusan dilihat oleh Ranita dari dalam UKS.
🎭🎭🎭
To be continued ....
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac ~ Alma Alya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top