• NAWA - Something Wrong with Ranita •
NAWA - SEMBILAN
« Something Wrong with Ranita »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
Tak dapat dipungkiri, tubuh Ranita bergetar hebat saat melihat siswa yang baru saja jatuh dari lantai atas itu. Keadaannya sungguh tampak mengerikan, bahkan cairan segar berwarna merah tak henti-hentinya mengalir dari kepala siswa tersebut. Netra penuh dengan rasa yang campur aduk itu pun terbuka lebar, membuat siapapun yang melihat siswa tersebut kian menegakkan bulu kuduk.
Siapa yang tak ngeri melihat pemandangan seseorang yang tampak mengenaskan?
Setelah berkutat cukup lama dengan pandangannya yang terus tertuju ke siswa malang tersebut-yang dengar-dengar ternyata bernama Adrian, Ranita akhirnya memilih undur diri untuk berjalan ke kelas. Meski sudah tak gemetar seperti sebelumnya, tetapi wajah gadis itu masih memucat.
Entah mengapa, walaupun kejadian tersebut pernah terjadi sebelumnya, tetap saja Ranita merasa takut setengah mati melihat kejadian mengerikan yang serupa.
Sesampainya di kelas, dapat ia lihat bangkunya ditempati oleh Tony, sedangkan bangku yang berada tepat di depan Fernando ditempati Hendra. Mereka berdua tampak sama-sama serius membicarakan sesuatu dengan si anak baru itu.
Ranita ingin duduk di tempatnya, tetapi agak ragu juga menyuruh mereka pergi. Gadis itu merasa tidak enak. Alhasil, ia berdiri terus di dekat pintu kelas karena bingung harus melakukan apa.
Sepertinya Tony menyadari keberadaan Ranita yang berada di ambang kelas, sebab ia langsung berujar, "Oh, Ranita? Mau duduk, ya? Sini duduk aja. Maaf, ya, aku pake bangkumu nggak izin dulu." Tony pun berdiri dan menarik kursi milik Ranita.
Gadis itu hanya mengangguk sekilas, lalu berjalan menuju bangkunya tanpa banyak bicara. Sedangkan Hendra, ia juga memilih untuk beranjak dari posisi duduknya. Percakapan ketiga pemuda itu seputar kasus bunuh diri di sekolahnya pun terpaksa berhenti.
Namun, Ranita justru diam saja di bangkunya. Wajah gadis tersebut masih memucat, bahkan bayangan siswa yang bunuh diri itu masih terngiang-ngiang dalam benaknya. Bayangan yang sungguh mengerikan!
Fernando bukanlah manusia yang doyan bicara. Akan tetapi, jika terus-menerus diam bersama Ranita seperti ini, tentu sangat menyebalkan. Pemuda tersebut tak tahan dengan atmosfer keheningan yang menerpa mereka berdua. Sampai akhirnya, Nando mulai menyadari ada yang aneh dengan Ranita.
Wajah gadis itu memucat!
"Ranita, kamu sakit?" Ditanya seperti itu, Ranita terkejut bukan main. Bagaimana tidak? Selama ini tak pernah ada yang mengkhawatirkannya atau terlihat peduli padanya. Namun, sekarang ... teman sebangkunya yang sangat tampan ini justru bertanya penuh perhatian. Tentu saja degup jantung gadis tersebut berdebar hebat.
Padahal, sebelumnya Fernando pernah bertanya hal yang serupa pada gadis itu.
"Ng-nggak, kok, Ndo. Nggak sakit," jawab Ranita lirih sembari menundukkan pandangan. Tangan gadis itu terus memilin rok pramukanya dengan erat, diiringi kaki yang tak berhenti bergerak sejak tadi.
"Tapi, wajahmu, kok, pucet? Beneran nggak apa? Kalau sakit mending ke UKS atau izin pulang aja daripada banyak yang repot." Awalnya, Ranita merasa dadanya semakin membuncah kala mendengar perhatian Fernando. Namun, ketika mendengar kata 'repot' yang terlontar dari mulut pemuda tersebut, entah mengapa Ranita yang merasa diterbangkan setinggi langit, langsung hempas begitu saja ke dasar bumi tanpa ada persiapan apapun.
Rasanya sangat sakit, tentu saja.
Alhasil, mood gadis itu kembali buruk. Dia pun memilih untuk menggelengkan kepala sebagai jawaban, lalu mulai mengambil novel karya Tere Liye berjudul "Tentang Kamu" yang ia pinjam di perpustakaan tempo lalu. Berusaha untuk tak memedulikan Fernando yang menatapnya heran.
Ranita tak peduli lagi. Biarlah pemuda itu menatap gadis tersebut dengan pandangan aneh, daripada harus mendengar kata menyakitkan yang terlontar dari teman sebangkunya ini.
Waktu terasa berjalan begitu lambat bagi Ranita. Mendadak saja gadis itu merasa bosan. Bahkan, pada beberapa pelajaran, semua penjelasan dari guru-gurunya seolah menjadi angin lalu bagi Ranita.
Hingga akhirnya, bunyi bel yang sangat diidamkan oleh hampir semua siswa pun mulai berdering. Tentu saja bel pulang sekolah!
Ranita tak tau bagaimana kelanjutan dari kasus jatuhnya Adrian yang sangat mengejutkan tadi. Sejujurnya ia penasaran, tetapi gadis itu juga malas mengurusi sesuatu yang bukan urusannya. Sudah cukup dia merasa ketakutan dan ngeri melihat keadaan Adrian yang mengenaskan tadi.
Jadi, gadis itu memilih langsung berjalan keluar gerbang dan berjalan kaki. Ia melangkah menuju area depan sekolah. Suasananya cukup ramai, seperti biasa. Banyak sekali siswa yang berkeliaran keluar sekolah. Ada yang saling berboncengan, ada yang bersepeda motor sendiri. Ada pula yang dijemput oleh orang tua.
Namun, ada juga yang menunggu angkutan umum datang. Seperti Ranita. Dia tak sendirian saat ini. Di sampingnya ada beberapa siswa-siswi yang sedang menunggu kendaraan besi yang lumayan panjang itu.
Saat asyik dengan pikirannya sendiri sembari menunggu kendaraan umum tersebut menunjukkan eksistensinya, secara tiba-tiba tangan Ranita ditarik kuat. Dalam hitungan detik, tubuh gadis itu spontan mengikuti arah langkah orang yang menariknya barusan.
Sayang, keberuntungan tak berpihak pada Ranita saat ini, sebab kebetulan tempat gadis itu berdiri tadi tak jauh dengan sebuah gang yang lumayan sempit. Jadi, saat orang tersebut menarik Ranita menuju gang itu, sebenarnya ada yang menyadari jika gadis tersebut tiba-tiba menghilang, tetapi mereka tak memedulikannya karena mengira Ranita pergi sendiri, bukan ditarik oleh seseorang.
Di sisi lain, labium Ranita yang mulai terbuka dan akan berteriak kencang sontak dibekap oleh orang bermasker itu. Meski penutup mulut tersebut belum dibuka, Ranita dengan jelas tau siapa yang menariknya tadi dan kini berdiri di hadapannya.
Hal tersebut semakin diperjelas kala masker mulai diturunkan ke area antara dagu dan leher. Orang yang ada di hadapan Ranita ini langsung tersenyum miring. Meski begitu, tangan kirinya masih tetap menahan pundak kanan Ranita agar terus menempel ke tembok gang. Sedangkan tangan kanan orang tersebut yang awalnya membekap Ranita, mulai naik hingga ke pucuk kepala gadis itu dan mengelusnya dengan lembut. Tak dapat dielak lagi, tubuh Ranita bergetar hebat.
"Hai, Ranita. Ikut aku sebentar, yuk. Nggak usah rame-rame, ya."
🎭🎭🎭
Fernando mulai merasa janggal hari ini. Bagaimana tidak? Sejak tadi bangku yang ada di sampingnya kosong.
Ya, Ranita tidak masuk hari ini.
Sedari awal mereka bertemu pertama kali, Fernando sudah merasa aneh dengan sikap teman sebangkunya ini. Yang terlalu diam, bahkan terkadang sering ketakutan sendiri. Wajahnya pun kerap kali memucat tanpa alasan jelas. Untuk kemarin, mungkin wajar saja jika muka Ranita memucat karena sepertinya ngeri dengan Adrian yang terjatuh dari lantai atas.
Namun, sebelum hari itu, Ranita memang sudah terlihat aneh.
"Wah, Ranita nggak masuk, ya?" Fernando langsung menoleh saat mendengar suara Hendra menginterupsi lamunannya. Namun, pemuda itu hanya menjawab dengan pundak terangkat.
"Kenapa, ya? Masa sakit? Eh, tapi bisa jadi, sih. Kemarin wajahnya agak pucet gitu." Fernando terdiam. Ternyata tidak hanya dirinya saja yang menyadari bahwa wajah Ranita pucat kemarin.
"Aku nggak tau, sih." Hanya itu jawaban Nando, lalu ia mulai membuka ponsel dan asyik dengan benda pipih tersebut. Tak memedulikan Hendra yang memilih duduk di sampingnya. Sedangkan Tony, pemuda itu dan teman laki-lakinya yang lain asyik dengan game online.
Rupanya, Fernando tengah membuka aplikasi bernama Line. Dia ingat, waktu itu Hendra mengundangnya ke dalam grup kelas di aplikasi berikon hijau dan putih tersebut. Dan tentu saja Ranita bergabung dalam grup chat tersebut.
Awalnya ia mencari kontak teman sebangkunya ini. Setelah kontak yang ia cari telah ditemukan, Fernando langsung memencet ikon orang dan tanda plus di sebelah kiri bawah untuk meng-add Ranita untuk masuk ke kontaknya agar bisa di-chat. Selepas ikon tersebut beralih menjadi ikon balon percakapan, pemuda itu pun memencetnya. Namun, mendadak saja jari-jemari Fernando berhenti bergerak kala pemuda tersebut telah masuk ke ruang obrolannya dan Ranita.
Ngapain aku pake nanya-nanya segala ke dia. Kalau emang sakit, terus apa manfaatnya info tentang dia buat aku? Nggak jadi, deh.
🎭🎭🎭
To be continued ....
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top