• NAWA DWIDASA - The Truth (un)Told •

NAWA DWIDASA - DUA PULUH SEMBILAN
« The Truth (un)Told »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

Sial, kenapa papasan sama dia, sih?

Dalam hati, Fernando terus menggerutu dan merasa kesal. Meski tak henti-hentinya ia berdoa semoga posisinya tidak ketahuan. Walaupun kemungkinan itu hanya sekitar lima persen karena gang ini sangat pendek dan kurang beberapa langkah lagi lelaki yang mengejarnya tadi akan menghampiri Fernando.

Riyan, itulah nama lelaki tersebut. Fernando sangat ingat kalau Riyan sendiri adalah teman dekat Reynard. Tertangkap basah oleh Riyan, sama saja dengan menggagalkan seluruh rencana yang ia buat sejak tadi.

Dengan tubuh yang sedikit bergemetar, Fernando semakin berjalan mendekatkan diri ke sisi tempat sampah berbentuk kotak besar. Dalam posisi berjongkok, pemuda itu berjinjit untuk menggeser tubuhnya secara perlahan.

Namun, sepertinya keberuntungan masih belum menghampiri pemuda tersebut. Ujung sepatu milik Fernando secara tak sengaja menginjak sebuah botol plastik yang sepertinya dibuang sembarangan. Sontak saja hal tersebut menimbulkan sebuah suara yang membuat Riyan terkejut.

Ah, sial! Kenapa ada yang buang sampah sembarangan, sih?

Lagi-lagi Fernando mengumpat dalam hati dan kembali memejamkan mata.

"Kayaknya dia emang di sana," gumam Riyan sembari melangkahkan kaki dengan perlahan. Sejujurnya, pemuda itu sangat ketakutan saat akan memasuki gang ini. Mengingat suasananya yang gelap dan lembap, membuat sekujur tubuh Riyan merinding hebat. Namun, demi mencari Fernando, ia berusaha memberanikan diri. Meski keringat dingin mulai membasahi hampir seluruh area pelipisnya.

Di sisi lain, Fernando semakin mengeratkan tubuh sembari terus berdoa. Berharap Riyan segera pergi dari gang ini walaupun rasanya mustahil. Mengingat kecerobohan yang ia buat dengan tak sengaja menginjak botol plastik.

"Hei! Kamu di sana, kan? Keluar kamu!" bentak Riyan yang membuat Fernando semakin kuat memejamkan mata. Sedangkan Riyan, dia sengaja berteriak seperti itu sekadar untuk menghilangkan rasa takut yang semakin menguasai.

"Keluar! Jangan jadi pengecut!" Bukannya mendekati tempat sampah tersebut, Riyan justru terdiam dan berhenti melangkah. Nyalinya benar-benar menciut ketika suasana semakin menggelap saat mulai mendekati pojok gang.

"Hei, Berengsek! Aku bilang kel—astaga!"

Teriakan Riyan sontak berhenti dan tergantikan oleh keterkejutan ketika mendengar suara gemuruh di dekat tempat sampah. Membuatnya semakin yakin bahwa Fernando pasti ada di sana. Dengan langkah penuh keyakinan, Riyan mulai berjalan mendekat. Di sisi lain, Fernando justru merasa ada sesuatu yang sedikit merambat ke kakinya. Terlebih lagi objek tersebut justru membuat suara yang berisik. Ketika kepalanya menunduk untuk melihat apa yang ada di kaki, netra Fernando terbeliak lebar dan kontan saja ia membekap mulut.

Dalam hitungan detik, objek yang merambat ke kakinya langsung lari begitu saja ke arah seberang tempat sampah yang membuat Riyan sendiri terkejut.

"Ya ampun! Ternyata tikus." Selepas itu, Riyan menghela napas dengan lelah dan mengurut dada dengan perlahan.

"Astaga, benar-benar menguji nyaliku. Kukira dia ada di sana, rupanya tikus. Ah, nggak mungkin dia bakal sembunyi di sana. Nekat bener nantang nyali di situ. Aku cari di tempat lain aja, buang-buang waktu di sini." Tanpa basa-basi, Riyan langsung beranjak meninggalkan gang tersebut yang membuat Fernando terbelalak tak percaya sekaligus bernapas dengan lega.

Ia sungguh tak menyangka, Riyan yang memiliki tampang sesangar itu ketakutan di tempat yang sangat gelap dan sepi?

Setelah beberapa detik menunggu dan memastikan semua akan baik-baik saja, Fernando pun bangkit dari posisinya lalu melihat jam yang ada di ponselnya. Waktu menunjukkan pukul 19.51 WIB. Oleh karena itu, tanpa basa-basi Fernando pergi meninggalkan gang tersebut dan mulai berjalan kembali sesuai rute yang ia hapalkan sejak sore.

Karena berlari tak tentu arah yang disebabkan oleh Riyan tadi, pemuda itu merasa kesulitan mencari rute menuju tempat Reynard akan bertemu dengan Radit. Sedangkan waktu terus berjalan hingga mendekati pukul delapan malam. Lagi dan lagi, keringat dingin semakin mengucur deras, diikuti langkah yang terus berpacu tanpa henti.

Ia sudah melakukan hal senekat ini. Jika Fernando terlambat sedikit saja, semua akan terasa sia-sia dan pastinya ia akan menambah masalah. Oleh karena itu, tak henti-hentinya Fernando terus berdoa semoga bisa segera ke tempat yang akan ia tuju.

Sampai akhirnya, ketika Fernando akan berbelok ke sebuah gang kecil, langkahnya kontan berhenti kala melihat seseorang yang sangat familiar di matanya. Netra pemuda tersebut langsung terbeliak lebar dan tanpa basa-basi ia bersembunyi di balik tembok. Dalam hati Fernando berdoa semoga Reynard yang berada di dalam gang sana tak menyadari eksistensinya. Dari balik tembok, Nando dapat melihat kakak sepupunya itu terus menghentak-hentakkan sepatu dengan frekuensi yang cukup banyak di atas tanah. Bahkan dapat terlihat meski sekilas, netra tajam milik Reynard tampak tak tenang sembari terus menatap sebuah arloji yang melingkar di pergelangan tangan.

Sampai akhirnya, orang yang ia tunggu sejak tadi pun mulai menampakkan eksistensinya ke dalam gang tersebut.

"Berengsek! Ngaret banget!"

Mendengar umpatan yang keluar dari labium Reynard, secara tiba-tiba Fernando tersentak dan ia pun dengan segera mengambil ponsel yang berada di dalam saku. Dalam gerakan cepat, jari Fernando menekan ikon kamera pada layar pipih tersebut dan segera mengarahkan lensa pada ponselnya ke arah Reynard dan Radit.

Namun, ia juga masih menyembunyikan diri supaya tidak ketahuan. Dengan tangan sedikit bergemetar, Fernando pun menekan tombol untuk merekam video.

"M—maaf, Mas. Aku ...."

"Nggak usah banyak basa-basi. Nih!"

Radit yang melihat kakak kelasnya menyodori sebuah bungkusan berwarna cokelat sontak mengerutkan dahi dengan heran. Dengan ragu, ia meraih bungkusan tersebut.

"Ini apa?"

"Sabu."

"Hah?" Netra Radit sontak terbeliak lebar dan tanpa sadar, ia pun menjatuhkan bungkusan yang baru saja berada di genggamannya itu.

"Heh, Berengsek. Ini mahal, jangan dibuang sembarangan. Cepet ambil!"

Radit langsung menggelengkan kepalanya tak percaya. Jujur, sejak tadi ia merasa ada yang aneh ketika kakak kelasnya ini meminta pemuda itu untuk menemuinya di sebuah gang kecil. Namun, semua terjawab dengan isi bungkusan cokelat tersebut. Sungguh, Radit tak menyangka bahwa sang bintang di SMA-nya rupanya bersinggungan dengan benda haram tersebut.

"Apaan ini? Kamu mau nyuruh aku buat nyebarin benda haram itu?" tanya Radit dengan jemari yang menuding bungkusan cokelat di bawahnya.

"Koreksi. Aku minta kamu buat jualin ini. Tenang aja, kita bakal bagi hasil, kok. Omong-omong, kamu nggak sopan banget, ya? Manggil kakak kelasmu ini pake kata kamu?"

"Persetan! Edan, gila! Ternyata selama ini kamu cuma pencitraan aja?"

Reynard pun tersenyum miring. "Apanya yang pencitraan? Aku memang cerdas, kan? Kalau nggak, aku nggak bakal dapet rangking satu paralel terus-terusan."

"Bangsat! Aku nggak mau. Lihat aja, masker pencitraanmu bakal luntur setelah ini!" Saat Radit akan berbalik pergi, langkahnya secara tiba-tiba seolah tertancap erat pada permukaan tanah kala suara berat Reynard merasuk ke gendang rungunya.

"Lihat aja juga nanti. Kelakuanmu yang menghamili anak orang bakal kesebar setelah ini. Cih, sok-sokan nggak mau nerima barang haram, padahal kelakuannya lebih bajingan."

"Berengsek, apa maksudmu?" Baru saja tubuhnya berbalik lagi, netra Radit terbeliak lebar ketika melihat sebuah foto terpampang nyata pada ponsel Reynard yang disodorkan kepadanya.

"Walaupun sudah bertahun-tahun yang lalu, kelakuanmu ini masih tetep aja bajingan. Kamu kira aku nggak tau kalau cewek yang kamu tiduri itu sampai depresi dan bunuh diri gara-gara kamu ngancam, kalau dia sampai ngelaporin kelakuanmu, kamu bakal sebar foto ini. Benar, kan?"

"Ng—nggak mungkin ...."

"Dan bodohnya, kenapa kamu nggak ngefoto cewek itu aja? Kenapa justru foto berdua kayak gini? Euh ... diam-diam suka nyimpen gambar porno. Mana yang katanya udah tobat? Fotonya, kok, masih disimpen di galeri HP? Kan, aneh."

"Berengsek, berhenti!"

"Coba aja bayangin kalau aku sebar foto ini di grup angkatanmu. Uh ... pasti seru banget!"

"Stop!"

"Aku kirim sekarang, ya?"

"JANGAN!"

Mendengar teriakan histeris dari Radit, Reynard pun tersenyum miring. Di sisi lain, Fernando pun memutuskan untuk menyelesaikan rekaman. Setidaknya, ucapan sang sepupu sebelumnya cukup membuktikan bahwa sang bintang sekolah itu hanya menutupi kejahatan melalui kedok pencitraan. Reynard tak sebaik yang orang kira.

Dalam gerakan cepat, Fernando beranjak dari sana dengan netra yang terfokus pada gawai. Mode pesawat pada ponselnya kini telah dimatikan dan dengan cepat ia menyalakan data. Jemari Fernando terus bergerak dengan gemetar saat mencari kontak Wildan, polisi yang pernah menginterogasinya waktu itu sekaligus teman sang Papa. Tak peduli dengan banyak notif yang bermunculan ketika internet pada ponselnya telah menyala, yang terpenting ia harus segera menuntaskan apa yang dirinya rencanakan malam ini.

Saat proses interogasi yang ia jalani beberapa hari yang lalu, Fernando memang sengaja meminta nomor ponsel pada polisi muda tersebut. Pemuda itu memberikan janji pada Wildan bahwa ia akan mencari barang bukti bahwa dirinya memang tak bersalah, dan apa yang pernah ia ungkapkan pada Wildan seputar Reynard bukan bualan semata.

Karena lelah terus berjalan cepat, Fernando pun memilih untuk bersembunyi di balik sebuah gang yang ia temui. Dengan posisi berdiri dan punggung bersandar pada tembok, ia mengirimkan video yang baru saja direkamnya. Tak lupa, Fernando pun share loc pada Wildan. Meski merasa lega, ia agak was-was karena video tak kunjung terkirim.

Justru, share loc yang ia kirim telah diterima duluan pada ponsel Wildan. Kebetulan, polisi itu sedang dalam posisi online dan langsung saja centang dua pada pesan Fernando beralih menjadi warna biru.

Om Wildan
Km ad di sana ndo? Om ke sana ya. Papamu nyariin kamu.

Netra Fernando sontak terbeliak lebar. Ia sampai melupakan sebuah fakta bahwa dirinya pergi dari rumah tanpa izin dari Bagas. Namun, belum sempat Fernando membalas, video yang terus saja berputar saat akan di-upload akhirnya terkirim. Pada saat itu pula, video tersebut langsung dibaca oleh Wildan.

Akhirnya Fernando bisa bernapas dengan lega.

Akan tetapi, kelegaan itu hanya sesaat ketika sebuah tangan menarik bahunya kasar.

🎭🎭🎭

To be continued ....

Jangan merasa lega dulu, Yeorobun. Karena konflik sebenarnya akan dimulai

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

©putriaac ~ Alma Alya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top