• EKA DASA - Sebuah Kejanggalan •

EKA DASA - SEBELAS
« Sebuah Kejanggalan »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

Sudah dua hari berlalu sejak kematian Adrian. Ya, lelaki malang yang baru saja terjatuh dari lantai atas itu telah mengembuskan napas terakhir. Sepertinya pemuda tersebut telah menyerah untuk terus bertahan hidup.

Kasus kematian Adrian dan beberapa orang yang sempat bunuh diri sebelum lelaki tersebut masih diselidiki apa penyebabnya. Namun, hingga saat ini masih belum terlihat titik terang dari kasus itu.

Fernando menghela napas dengan lelah. Padahal baru beberapa hari dirinya bersekolah di sini. Belum genap satu bulan bahkan. Akan tetapi, dia sudah dihadapkan kasus aneh. Rasa kesalnya pada sang Papa karena memindahkan dirinya sekolah di sini pun kian memuncak.

Bayangkan saja, kasus bunuh diri di SMA ini sudah seperti hal yang biasa-walaupun tentu saja reaksi mereka tak akan biasa saja saat menghadapi kasus bunuh diri tersebut. Memangnya siapa yang akan tahan melihat seseorang tampak mengenaskan dengan wajah pucat dan cairan merah segar bertebaran di mana-mana, bahkan membuat beberapa noda merah kecokelatan di beberapa tempat?

Baiklah, sepertinya ini pemikiran yang cukup sadis.

Yang lebih aneh lagi, teman sebangku Fernando, Ranita, terlihat makin menjauh darinya. Bahkan tampak seperti tak ingin berbicara dengan pemuda tersebut. Bahkan, dari gerak tubuh gadis tersebut saja, dia seolah tidak ingin berdekatan sesenti pun dengan teman sebangkunya.

Cewek ini ... aneh banget, deh. Emang dikira aku parasit atau virus gitu? Kok ngejauhinnya keterlaluan banget.

Ya, first impression Nando saat menatap gadis yang duduk di sampingnya ini adalah ... gadis aneh. Memang gadis pendiam itu banyak dan cukup lumrah. Namun, Ranita diamnya bukanlah diam yang biasa. Diam yang cukup aneh.

"Ran, kamu kemarin, kok, nggak masuk? Sakit, ya?" Ranita yang asyik dengan lamunannya sendiri sontak terkejut saat mendengar suara bariton di sampingnya. Gadis itu langsung menundukkan pandangan.

Tanpa ada niatan sedikit pun membalas ucapan Fernando yang menunggu sejak tadi.

Beberapa menit berlalu, mereka berdua masih saja saling diam. Karena tak tahan menunggu jawaban, akhirnya Fernando berusaha untuk cuek dan mengambil gawainya. Kebetulan guru mata pelajaran hari ini masih belum datang, jadi dia lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan mengoperasikan benda pipih yang sangat canggih itu.

Sedangkan di sisi lain, Ranita mulai mengangkat kepala dan sedikit menoleh pada Fernando. Mendadak ia berpikir, lelaki di sampingnya ini tak tau apapun bahkan sama sekali tak bersinggungan dengan masalah tentang dirinya. Lantas, mengapa dia jadi menghindar dari Fernando?

"Iya, aku lagi nggak enak badan kemarin." Begitulah jawaban yang terlontar dari labium Ranita untuk memuaskan rasa penasaran Fernando.

Yang tentu saja membuat pemuda tersebut kaget dan tak percaya pertanyaannya akan dijawab.

"Oh, gitu. Sekarang udah enakkan?"

Ranita pun mengangguk. "Sudah."

Lalu, terjadilah keheningan lagi di antara mereka.

🎭🎭🎭

"Ini disubstitusi sama tiga, berarti dikali tiga. Terus, ini ... oh, hasilnya nol per nol. Nggak tentu. Berarti difaktorin dulu." Ranita pun mengangguk, lalu jari-jemarinya yang memegang pena mulai asyik menari indah di atas sebuah buku bergaris. Selepas itu, tangannya beralih ke kertas kosong di samping untuk sekadar mencorat-coret. Wajah gadis tersebut tampak serius saat mengerjakan soal.

Sedangkan di sampingnya, Fernando tampak menggaruk-garuk kepala sambil sesekali mendengus sebal. Bahkan, bulir keringat mulai berlomba-lomba mengaliri area pelipis dan dahi. Oh, jangan lupakan kerutan yang ia ciptakan pada daerah kening karena terlalu keras berpikir.

Karena kesal tak kunjung menemukan jawaban, alhasil Nando menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Mendadak saja konsentrasi Ranita buyar setelah mendengar suara hentakan tersebut. Alhasil, gadis itu pun menoleh pada teman sebangkunya yang terlihat frustasi.

"Kamu kenapa, Ndo?" Tak hanya Fernando, sang pemilik suara sendiri terkejut saat pertanyaan itu terlontar. Pasalnya, Ranita adalah gadis yang tak banyak bicara dan terkesan cenderung tidak memedulikan siapapun. Namun, entah mengapa kalimat itu bisa lolos begitu saja dari bibirnya.

"Oh, nggak. Nggak apa," jawab Nando sambil tersenyum tipis. Mata pemuda tersebut langsung mengarah ke buku tulis yang ada di hadapan Ranita.

"Kamu sudah nomer berapa?" tanyanya dengan binar penuh rasa penasaran. Ranita awalnya agak terkejut ditanya seperti itu. Namun, gadis tersebut berhasil mengendalikannya dan mulai menundukkan kepala.

"Nomer ... tujuh," lirih Ranita yang membuat mata Fernando terbelalak sempurna.

"Hah? Cepet banget! Aku dari tadi stuck mulu di nomer dua!" Ranita langsung tersenyum malu mendengar penuturan teman sebangkunya. Sekarang memang sudah sekitar sepuluh menit sejak guru mereka memberikan tugas. Ukuran waktu yang sangat cepat untuk menyelesaikan tujuh soal sulit.

"Kamu agak kesusahan ngerjakan soal-soalnya, ya? Mau aku bantu?" Fernando sekali lagi terkejut mendengar tawaran dari Ranita. Saking terkejutnya, pemuda itu sampai diam sejenak yang membuat Ranita menjadi salah paham.

"E-eh ... maaf kalau lancang. Kalau kamu nggak-"

"Nggak apa kalau nggak ngerepotin kamu. Aku dari tadi agak bingung." Gadis tersebut langsung tersenyum cerah saat mendengar jawaban yang terlontar. Ia pun sedikit menarik buku tulis Fernando dan mulai menjelaskan secara perlahan pada teman sebangkunya mengenai bagaimana cara menjawab soal-soal yang telah diberikan oleh Bu Arina-dan sekarang entah pergi ke mana guru tersebut.

Yang satu fokus menjelaskan, yang satu fokus mendengarkan. Sampai tak menyadari bahwa mereka telah menjadi pusat perhatian hampir seluruh siswa di kelas. Bagaimana tidak? Ranita yang sangat pendiam dan terlihat tak ingin berbicara pada siapapun saat awal SMA, mendadak saja terlihat asyik berbincang pada si anak baru, meski yang mereka bahas adalah soal matematika. Bukan membahas gosip terbaru.

"Oalah ... astaga, kenapa aku baru paham?" Ranita langsung terkikik geli mendengar gerutuan Fernando setelah dirinya menjelaskan cara mengerjakan soal nomor dua.

"Oke, kamu kerjakan dulu aja, ya. Aku mau ngelanjutin ngerjakan soal. Kalau soal selanjutnya masih bingung, tanya aja, nggak apa-apa." Fernando pun mengangguk dan mulai menjawab soal tersebut seusai arahan Ranita.

Namun, sedetik kemudian, tiba-tiba dirinya mulai merasa aneh yang membuat pemuda itu langsung mengangkat kepala. Dan benar saja, tampak beberapa pasang mata yang terlihat memancarkan binar penasaran pada mereka berdua. Akan tetapi, saat Fernando memergoki teman-temannya yang tampak kepo, mereka langsung memalingkan pandangan.

Pada saat itu juga, Fernando tertegun ketika mengingat ucapan Hendra tempo lalu.

" ... Dia, kan, keliatannya suka sama kamu. Nah, palingan kalau sering kamu ajak ngobrol, pasti dia lama-lama mulai mencair, deh ...."

🎭🎭🎭

"Wah, Bro. Bener, kan, ucapanku. Ranita pasti luluh kalau kamu yang ajak ngobrol. Aku yakin seratus persen, nih, kalau Ranita suka sama kamu."

Fernando yang sedang berjalan di area lorong sekolah menuju lapangan langsung menghela napas dengan kesal. Sejak tadi bahkan sampai pulang sekolah saat ini, Tony dan Hendra tak henti-hentinya menggoda pemuda tersebut.

Angin pada sore ini sebenarnya terasa sejuk, hingga membuat beberapa ranting pohon yang ada di sekitar tampak melambai-lambai. Poni Fernando pun terlihat berterbangan, seperti menyambut angin yang menyapa. Meski begitu, lain dengan suasana hati Fernando yang agak panas karena godaan teman-temannya.

"Sudahlah, kita ini mau latihan. Ngapain bahas itu terus, sih?"

Bukannya berhenti, Tony dan Hendra justru senyam-senyum sendiri melihat tanggapan Fernando.

"Aduh, Nando. Udahlah. Kamu tadi itu kelihatan sweet banget sama Ranita. Bahkan Ranita kelihatan ceria banget waktu ngobrol sama kamu, nggak kayak sebelum-sebelumnya yang kelihatan murung terus."

Reynard yang telah siap di tempat berkumpul tak sengaja mendengar percakapan Fernando dan teman-temannya saat akan berjalan ke arahnya. Mendadak saja dia terdiam seribu bahasa kala mengetahui siapa objek yang mereka bicarakan. Namun, lain halnya dengan Fernando. Ketika telah sampai di area dekat ring, pemuda itu justru melengos saat melihat Reynard. Melihat hal tersebut, sepupu Fernando itu tersenyum kecut.

Saat semua anggota ekskul basket telah berkumpul, mereka langsung mulai latihan seperti biasa.

Langit yang berwarna kebiruan terang, kini berangsur menjadi jingga dan kian menggelap. Saat itu pula, latihan basket telah usai. Para anggota basket yang kini wajahnya dipenuhi oleh peluh langsung membubarkan diri. Fernando tak menyangka latihan hari ini akan selesai hingga magrib.

"Ndo, yuk, pulang." Fernando pun mengangguk, lalu mulai mengambil tas ransel yang ia letakkan di pinggir lapangan. Baru saja dirinya menyampirkan tas tersebut, mendadak pemuda itu menggigit bibir pelan.

"Ehm ... kalian duluan aja pulangnya. Aku ... ke kamar mandi dulu, hehe," ujar Nando dengan meringis sambil menahan sesuatu. Tony dan Hendra yang melihat hal tersebut langsung tertawa.

"Ya udah buruan sana. Kita duluan, ya." Fernando mengangguk, setelah itu pemuda tersebut langsung berlari menuju kamar mandi. Kini, tinggallah Reynard dan beberapa temannya yang masih duduk di bawah ring basket.

🎭🎭🎭

Setelah melaksanakan ibadah di masjid sekolah, Fernando akhirnya langsung beranjak keluar sekolah. Kebetulan ada yang beribadah di sana saat Fernando usai dari kamar mandi tadi, alhasil pemuda tersebut memilih untuk ikut sekalian saja. Namun, sebelum pemuda tersebut pulang, tentu ia menuju ke tempat parkir dulu untuk mengambil sepedanya.

Akan tetapi, langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang cukup menarik di matanya. Reynard. Sang sepupu itu tampak sedang memaksa seorang siswa untuk ikut dengannya. Kebetulan sekali, suasana sekolah mulai sepi dan satpam sekolah entah sedang di mana. Karena penasaran, pemuda bermata tajam tersebut pun memilih untuk mengikutinya dibanding mengambil sepeda dan langsung pulang.

Suasana Kota Malang malam ini cukup indah sebenarnya. Meski langit tampak gelap, tetapi bulan yang diiringi beberapa bintang lah penyebab cakrawala tak terlalu petang. Walaupun, cahaya dari bulan dan bintang itu hanya pantulan dari sang pusat tata surya.

Jalanan di luar sekolahnya cukup ramai. Banyak pengendara motor dan mobil yang berlalu lalang. Seharusnya, orang yang ditarik Reynard itu bisa meminta tolong dengan berteriak dari trotoar. Namun, sayang hal tersebut justru tak dilakukan. Bahkan Fernando berkali-kali melihat Reynard seperti membisikkan sesuatu dan membuat orang tersebut tampak enggan memberontak.

Demi keamanan, Fernando agak menjaga jarak jalan dengan mereka. Bahkan menutupi setengah wajahnya dengan topi sekolah serta masker-walaupun ini memang sering dibawa Nando saat berangkat dan pulang sekolah agar tak terpapar asap kendaraan bermotor. Pemuda tersebut terus mengikuti ke mana saja arah tapak kaki dua insan yang ada di depannya sembari menghafalkan jalanan sekitar.

Sangat tidak lucu, bukan, jika dia tak hafal jalan kembali ke sekolah?

Namun, langkahnya mulai terhenti saat melihat Reynard dan orang yang ditariknya itu berbelok ke sebuah gang. Setelah dipastikan siluet mereka tak tampak, Fernando melangkah dengan cepat ke arah sana. Ketika dirinya akan mencapai bibir gang, langkahnya kian perlahan. Dia melongok ke arah kiri, sebuah jalan raya yang tidak terlalu besar sebenarnya. Namun, jika pemuda tersebut berteriak meminta pertolongan, pasti ada yang membantu. Jadi, dia pun memberanikan diri untuk berjalan memasuki gang itu.

Ternyata selisih jarak Nando dan dua orang itu cukup jauh. Setelah melihat bayangan Reynard dan orang tersebut mulai menghilang ke sebuah gang lagi, dengan agak cepat ia berjalan mengikuti.

Namun, saat mencapai belokan, Fernando tak langsung masuk ke gang tersebut. Akan tetapi, bersembunyi di balik tembok karena mendengar suara dua orang yang sedang bercakap. Kalau dirinya nekat masuk ke gang itu, sudah pasti dia akan ketahuan.

"M-maaf, Mas. A-aku ... aku ...."

"Kenapa nggak kamu tawarin ke temen-temen, hah? Aku nggak mau tau, pokoknya besok aku sudah dapat setoran hasil penjualan sabu itu dan kita bisa langsung bagi hasil. Kamu punya masalah ekonomi keluarga, kan? Penjualan sabu itu bisa bantu kamu! Sadar, hei!"

🎭🎭🎭

To be continued ....

Part ini sepertinya yang terpanjang ^^

Semoga kalian tidak gumoh membacanya 😂

Sudah semakin naik konfliknya, yak. Pantengin terus update cerita ini. Yuhuu~

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

©putriaac ~ Alma Alya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top