• DWIDASA - Tak Sesuai Harapan •

DWIDASA - DUA PULUH
« Tak Sesuai Harapan »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

Raga memang masih di tempat, tetapi ruh rasanya telah melanglang buana. Itulah yang dirasakan Ranita. Gadis tersebut mulai melamun, memikirkan percakapan dengan Fernando sejak tadi. Bahkan pemuda itu juga sesekali mengajak Ranita berjalan berkeliling Alun-Alun sambil berbincang. Sungguh, perasaan Ranita menghangat hanya karena mengenang hal tersebut. Berjam-jam telah mereka lalui bersama.

Namun, saat mengingat bahwa pemuda itu kini tak ada di sampingnya, hati Ranita terasa diremas begitu kuat. Fernando tadi izin ingin melaksanakan ibadah sholat. Ia juga menyuruh gadis tersebut untuk tak pergi ke mana-mana dan menunggu di tempat duduk Ranita saat ini. Tidak, Ranita sama sekali bukan merasa sedih karena merasa kesepian lagi sebab tak ada Fernando sekarang. Akan tetapi, mendengar pemuda itu izin akan beribadah itulah yang membuat sisi hatinya terasa hancur.

Mau tidak mau, Ranita harus menerima kenyataan bahwa ia dan Fernando berbeda. Mereka berdua tidak memiliki keyakinan yang sama. Itulah mengapa Fernando justru menyuruh Ranita untuk menunggu di sini.

Sekuat apa pun dia berusaha untuk memperjuangkan rasa sukanya pada Nando, hal tersebut akan mustahil untuk terealisasi karena perbedaan yang cukup jauh, sehingga mulai hari ini, Ranita membulatkan tekat untuk segera melupakan rasa yang salah ini agar tak semakin berkembang dan menimbulkan luka lain. Terlebih setelah mendengar ucapan Fernando tadi yang terus terngiang-ngiang dalam benaknya.

"Tuhan. Apa kamu lupa dengan siapa yang sudah menciptakan kamu?"

Ranita merasa tertampar hanya karena mendengar kalimat yang dituturkan oleh Nando. Dia benar-benar salah selama ini, menganggap dirinya yang paling merasa susah, selalu mengalami kejadian tak mengenakkan di setiap hari. Namun, melupakan fakta bahwa ada Tuhan yang akan selalu menjaganya.

"Manusia itu tempatnya kecewa, tapi Tuhan nggak mengecewakan. Meskipun kamu dikasih banyak cobaan, bukan berarti Tuhan nggak sayang kamu. Nggak ada cobaan yang nggak bisa dilalui manusia kalau manusianya sendiri nggak mau berusaha. Kamu nggak sendirian, Ranita. Kamu punya Tuhan!" Gadis itu langsung termenung sejenak. Perasaanya benar-benar campur aduk sekarang, antara menyesal juga masih khawatir.

"Maaf kalau aku sok tau, tapi aku ngira salah satu alasan kamu bunuh diri tadi itu Reynard, benar?"

Ranita tertegun saat Fernando tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan. Meski begitu, ia tak menyangkal pertanyaan pemuda tersebut. Memang benar kalau sang kakak kelas itulah penyebab ia lelah dalam hidup. Walau Nando juga termasuk alasan dirinya bunuh diri, tetapi itu semua berawal dari ancaman Reynard yang akan membeberkan rahasia kelam gadis tersebut. Rahasia yang selama ini telah tertutup rapi. Namun, sekarang dia sudah tak memedulikan ancaman itu lagi. Jadi dia bisa berpihak lagi pada Fernando.

"Aku sebenarnya sudah tau semua rahasia dari si Reynard. Walaupun dari dulu dia memang bejat banget, aku sama sekali nggak nyangka dia dalang dari kejadian bunuh diri beruntun yang terjadi di sekolah kita. Apalagi dia dengan entengnya mengakui semua itu ke aku. Bodohnya, kenapa semua ucapannya itu nggak kurekam." Selepas mengeluarkan segala keresahan, Nando mendengus sebal. Sedangkan Ranita masih setia menunggu pemuda itu melanjutkan ucapannya.

"Kamu juga diancam untuk ngedar-" Fernando langsung menjeda ucapannya saat menyadari suara pemuda tersebut terlampau keras. Lalu, ia mulai mendekati Ranita dan berbisik, "ngedarin narkoba, kan? Dia juga ngancam-ngancam kalau kamu nggak nurutin ucapannya, rahasiamu yang ada di dia bakal terbongkar, kan?"

Gadis itu tersentak saat mendengar ucapan Fernando. Tanpa terasa, tubuhnya spontan bergetar hebat. Jika Fernando mengetahui hal tersebut, berarti pemuda itu mendengar semua percakapannya dengan Reynard, kan? Itu berarti ... dia tau kalau Ranita sebenarnya sudah tidak menjadi gadis lagi?

"K-kamu ... denger semuanya, Ndo?" Fernando menghela napas pelan, lalu mengangguk. Tubuh Ranita rasanya lemas saat itu juga. Tanpa terasa, air matanya mengalir kembali. Tidak, dia tidak merasa takut lagi jika rahasia kelamnya terbongkar, tetapi dia takut jika hubungan pertemanannya dengan Nando yang membaik ini harus kandas kembali, gara-gara pemuda tersebut mengetahui bahwa ia bukanlah gadis baik yang bisa menjaga mahkota berharganya.

"Ran, kok, nangis?" Pemuda itu tertegun saat melihat Ranita sesenggukan lagi dan air matanya kian mengalir deras.

"B-berarti ... kamu sudah tau semua keburukanku? Ke-kekuranganku?"

"Ranita ...." Fernando terdiam sejenak, lalu melanjutkan ucapannya, "Jadi, bener yang diucapin Reynard waktu itu? Kamu ...."

Ranita tak menggeleng, tak pula mengangguk. Ia hanya terdiam dengan pundak yang bergetar hebat.

"Kalau kamu jadi korban, kenapa kamu diam aja? Kenapa nggak lapor?" Ranita spontan mengangkat kepala. Kini, dapat terlihat dengan jelas netranya yang kian memerah. Gadis itu sungguh tak menyangka bahwa Fernando sama sekali tak memberikan pandangan jijik atau hina ke arahnya, justru sebaliknya. Teman sebangkunya itu merasa iba dengan nasib Ranita. Meski begitu, Ranita tetap saja memiliki rasa untuk menyerah karena beban hidup yang terlampau tinggi.

"Memangnya siapa yang mau percaya sama aku? Dunia ini kejam, Ndo! Makanya aku nggak tahan-"

"Aku bisa bantu kalau kamu mau. Sejujurnya aku nyaris nggak percaya dan tau ini bakal susah diungkapin, karena pelakunya ayahmu sendiri, benar?" Ranita tertegun sesaat. Gadis itu hanya memandang pemuda di hadapannya dengan binar yang lemah, memberikan pancaran bahwa ia sangat lelah dan benar-benar ingin meminta pertolongan.

"Dan si berengsek itu juga melakukan pelecehan ke kamu?" Lagi-lagi Ranita hanya membungkam mulutnya. Fernando pun memaklumi keadaan gadis tersebut. Memang sulit bagi korban pelecehan seksual untuk mengakui perlakuan buruk yang telah dialami. Bisa saja karena trauma mendalam, atau rasa malu yang telah tertanam tinggi. Apalagi Nando adalah lelaki dan Ranita perempuan. Sudah pasti gadis itu sangat sulit untuk menjelaskan semua padanya.

"Aku bakal bantu kamu, asal kamu pun juga mau bantu aku. Sebelum mengurus ayahmu, kita harus membuat Reynard mendapatkan balasan setimpal secara hukum. Kamu mau bantu aku, kan, buat nyari bukti dan jejak kejahatan Reynard? Apalagi kamu korbannya, jadi kalau ada barang bukti dan kesaksian kamu, pasti si berengsek itu bisa dapat hukuman yang setimpal!"

Ranita terdiam sejenak. Ia sejujurnya sudah lama muak dengan kelakuan Reynard. Jika diminta jujur, gadis itu pernah memiliki niat bunuh diri sebelumnya. Akan tetapi, Ranita justru mulai ketakutan sendiri, membayangkan bagaimana betapa sakitnya jika ia melakukan hal yang cukup nekat. Baru tadi lah niat tersebut bisa benar-benar kuat.

Ranita benar-benar tak ingin terjebak dalam kolam mengerikan yang telah dibuat Reynard khusus untuknya. Yang selalu menarik ke dalam dan tak membiarkan ia lepas ke daratan begitu saja. Namun, jika ada tangan terulur yang bersedia menariknya, membantu agar Ranita segera keluar dari kolam tersebut, mengapa ia harus menolak?

Alhasil, ia pun mengangguk.

"Sudah puas jalan-jalannya?" Lamunan Ranita spontan buyar saat suara berat menggelitik telinga kanannya, diiringi dengan sebuah lengan besar yang bertumpu pada pundak gadis tersebut. Bulu kuduk Ranita kontan bergidik ngeri. Ia sangat mengetahui siapa yang baru saja mengajaknya berbicara. Seharusnya Ranita menyadari bahwa lelaki ini sangat berbahaya, bahkan selalu mengikuti dirinya.

Perlahan, kepala gadis tersebut berotasi ke arah kanan, menoleh ke arah sumber suara berat tadi. Ranita sungguh terkejut saat menyadari bahwa wajah mereka berdua kini terkikis oleh jarak.

"Sekarang, gantian sama aku. Kalau kamu nolak ...."

🎭🎭🎭

Masjid An-Nur yang terletak dekat dengan Alun-Alun merupakan salah satu masjid kebanggaan kota Malang. Arsitektur tempat ibadah ini tampak sangat indah dan megah. Yang lebih menakjubkan lagi, tempat untuk berwudu berada di bawah bangunan, seperti bagian bawah tanah. Suasana di situ sangat sejuk dan cukup menyegarkan. Seandainya rumah Fernando ada di dekat sini, pasti pemuda itu akan senang beribadah di masjid tersebut. Namun, bagaimanapun juga, di mana pun dirinya berada, tetap saja ia harus melaksanakan salah satu kewajibannya sebagai muslim.

Solat asar telah usai sejak tadi. Setelah berdzikir dan berdoa, Fernando bergegas keluar masjid dan setengah berlari menuju tempat Ranita menunggu pemuda tersebut. Akan tetapi, siluet teman sebangkunya itu sama sekali tak tampak dari kedua netra Fernando. Tentu saja ia kebingungan.

Alhasil, Nando pun mengeluarkan ponsel dan mulai menelpon gadis tersebut melalui aplikasi Line.

"Sial, kenapa nggak diangkat, sih?" Pemuda itu menggerutu kesal saat teleponnya tak diangkat, sekaligus merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada Ranita.

Pada panggilan yang ketiga, gadis itu pun mulai mengangkat panggilan darinya.

"Ranita, kamu di mana? Kan, aku sudah minta kamu nungguin di sini. Kamu di mana?"

Ranita yang ada di seberang telepon justru terdiam yang membuat Fernando menjadi gemas. Pemuda itu hanya mengharapkan sebuah jawaban, bukan keheningan seperti ini.

"Ran-"

"Eh ... maaf, Ndo. Aku pulang duluan."

"Hah? Kenapa? Pulangnya naik apa?"

Fernando tak menyadari, bahwa pertanyaan beruntun yang ia berikan barusan membuat hati Ranita terasa menghangat. Namun, sayangnya rasa itu harus terhempas begitu jauh saat menyadari posisinya saat ini.

"Eum, ayahku ternyata dari tadi ngeliat kita jalan-jalan di Alun-Alun. Dia nyuruh aku pulang, sekarang aku udah pulang, kok."

Fernando mengernyitkan dahi saat mendengar suara yang ada di seberangnya terdengar lirih. Walaupun tak terlalu tau banyak, Fernando cukup mengetahui bagaimana hubungan antara gadis tersebut dan ayahnya, mengingat bahwa Ranita adalah korban pelecehan dari pria yang seharusnya menjadi pelindung gadis itu.

"Kamu baik-baik aja sekarang? Nggak kenapa-kenapa, kan?"

"Nggak apa-apa, kok, Ndo. Sudah, aku tutup dulu, ya?"

Belum sempat Nando menjawab, telepon langsung diputuskan secara sepihak. Pemuda tersebut menghela napas lelah. Mana mungkin Ranita baik-baik saja jika ia sangat terburu-buru memutus telepon mereka?

Di sisi lain, gadis yang baru saja memutuskan sambungan telponnya kini duduk tegang di atas jok mobil. Tangan Ranita bergetar saat meletakkan ponsel yang sempat ia operasikan tadi ke dalam tas. Ketegangannya semakin menjadi kala sebuah tangan besar mengelus lembut surainya yang sudah tak terikat lagi.

"Good girl!"

🎭🎭🎭

Kegelisahan Fernando ternyata tak berhenti sampai di keadaan Ranita. Saat ini ia cemas karena Bagas, sang Papa masih belum menampakkan batang hidungnya. Jam di dinding telah menunjukkan pukul sembilan kurang tiga belas menit, dan langit kian berangsur menggelap. Berkali-kali Fernando menelepon dan memberikan pesan pada Bagas, tetapi tak ada satu pun yang terjawab.

Biasanya jika Bagas sedang lembur, ia pasti akan menyempatkan diri untuk menghubungi anaknya. Namun, sekarang tidak ada satu kabar pun dari pria tersebut. Itulah mengapa Nando khawatir setengah mati.

"Ah, paling Papa terlalu sibuk, makanya nggak sempet ngabarin aku."

Akhirnya, pemuda itu memutuskan untuk beranjak menuju kamar. Ia ingin beristirahat, tak peduli bahwa dirinya masih belum makan malam. Nafsu makan Fernando entah menguap ke mana. Pintu rumah sudah ia kunci. Bagas pasti membawa kunci cadangan, jadi pria tersebut tak perlu khawatir jika sang anak mengunci pintu.

Sesampainya di kamar, Fernando segera merebahkan punggung di atas kasur. Netranya meneliti setiap isi ruang kamar ini. Sejujurnya, pemuda tersebut masih belum mengantuk, ia hanya merasa badannya lelah. Namun, tatapan Fernando yang tengah menelusuri kamarnya berhenti saat memandang sebuah pigura. Ia spontan bangkit dari posisi berbaring.

Ketika pigura kecil berukiran kayu tersebut ada di genggaman, pikiran Nando langsung melayang ke sebuah kejadian yang sangat tidak ingin ia ingat.

Wanita berbaju merah jambu itu tengah melambaikan tangan kiri pada sang anak di seberang jalan, yang kini telah remaja menuju dewasa. Meski begitu, sang wanita selalu menganggap anaknya sebagai seorang bocah. Sedangkan tangan kanannya tengah menggenggam ponsel yang kini tertempel di daun telinga.

"Fernando! Kamu ini abis nongkrong ternyata. Mama ke sana, ya. Kita pulang bareng!"

Sebuah suara dari balik telpon kontan saja membuat pipi Fernando bersemu merah. Pasalnya, suara sang Mama sangat keras hingga Dika, sahabatnya, dapat mendengar suara tersebut.

"Aduh, Nando. Anak Mama!" Nando langsung memberikan tatapan maut pada pemuda bergigi kelinci di sampingnya itu. Namun, Dika justru nyengir, merasa tak bersalah dengan ucapannya barusan.

Selepas itu, Fernando mengalihkan lagi pandangan ke arah Rosa, sang Mama yang berada di seberang jalan. Sepertinya wanita itu usai melakukan hobinya, shopping, lalu tak sengaja melihat Fernando yang berbincang dengan sang sahabat di seberang jalan, lebih tepatnya di depan sebuah kafe. Oleh karena itu, Rosa langsung menelpon sang anak.

Namun, sayangnya Rosa terlalu fokus memandang Fernando hingga tak menyadari marabahaya yang akan menimpa.

"Mama!"

Fernando terlonjak ketika mendengar suara ringtone ponsel yang mendayu-dayu ke telinganya. Spontan saja lamunan masa lalu pemuda itu sirna seketika. Tanpa basa-basi, ia langsung mengangkat panggilan dari benda pipih tersebut.

Rupanya sang Papa yang menelpon.

"Assalamualaikum, Pa-"

"Kamu Fernando? Anaknya Bagas?"

🎭🎭🎭

To be continued ....

Oke, skip hahah. Tunggu up selanjutnya, ya. Selamat berspekulasi ^^

Oh, ya. Aku dah nemu visual buat si Reynard, Gengs!

Yap, Cha Eun Woo 🤩 Tapi ini cuma visualisasi doang, yaak. Eun Woo nggak sebejat Reynard kok wkwkwk. Entah kenapa vibesnya cocok aja buat Reynard. Bukan berarti tampangnya sadis, nggak ya 😆 karena sorotnya tajam dan keliatan wajah² jenius plus ganteng gitu ....

Ini hanya bayanganku ajaa. Misal ga cocok sama visualisasi yang aku pilih, bisa pilih visualisasi sebebas kalian!

Kukasih bonus liat Nando sekalian, deh. Buat cuci mata ... 😆

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top