• DWI TRIDASA - Not Okay •
DWI TRIDASA - TIGA PULUH DUA
« Not Okay »
~~~
Selamat Membaca!!!
🎭🎭🎭
Reynard pun mengeluarkan sesuatu yang tersimpan di dalam saku belakang celana setelah menyelesaikan ucapannya. Saat melihat benda yang akan dikeluarkan pemuda itu, sontak saja netra Riyan dan Hendra terbeliak lebar.
"Jangan, Mas!"
"Cukup, Rey!"
Namun, sayangnya semua terlambat. Benda berlipat yang baru saja Reynard keluarkan kini ia buka dan sisi tajamnya mulai menancap ke perut Fernando. Sontak saja netra pemuda tersebut terbelalak lebar ketika merasakan nyeri dan sakit yang luar biasa dari daerah perut. Dalam sekejap, cairan segar berwarna merah kian mengalir deras hingga membasahi kaus dan jaket Fernando.
Seolah tak peduli dengan cipratan darah yang ikut mengenai pakaiannya juga, Reynard melepaskan hujaman pisau lipat yang terarah ke perut Fernando, lalu menusukkannya kembali ke tubuh pemuda di hadapannya secara brutal.
"Rey, berhenti! Kamu udah gila, ya?" Ketika Reynard akan menghujamkan kembali pisaunya untuk yang keenam kali, gerakan pemuda tersebut terhenti karena tertahan oleh Riyan.
"Lepasin, berengsek! Dia harus nerima akibatnya."
"Sadar, Rey. Kamu baru aja bunuh dia!"
Netra Reynard terbeliak lebar ketika mendengar ucapan dari sang sahabat barusan. Mendadak saja tangan kanannya bergetar hebat hingga pisau lipat yang ada di genggamannya jatuh begitu saja ke atas tanah. Netra tajam itu melirik Fernando yang mulai terduduk dengan wajah pucat sembari menahan rasa sakit. Dengan perlahan, Reynard berjalan mundur sembari menggelengkan kepala.
"A-apa yang barusan aku lakuin? Aku ...." Dengan perlahan, Reynard mengangkat tangannya yang bergetar. Dapat terlihat dengan jelas cairan merah yang kian membasahi alat gerak tersebut.
"Rey, aku tau kamu marah, tapi jangan pake perasaan di situasi kayak gini. Mana logikamu?"
"Berengsek, diem!" bentak Reynard dengan suara bergetar. Sedangkan di sisi lain, netra Hendra masih terbeliak lebar dengan air mata yang mulai mengambang di pelupuk. Tulang pada kakinya terasa lemas tak berdaya, seolah tak mampu untuk menopang tubuh.
"Nando ...." Hati Hendra sungguh merasa teriris ketika melihat sang sahabat yang tampak terkulai lemah dengan raut pucat dan menahan sakit. Namun, entah mengapa kakinya seolah tertancap di atas tanah. Nuraninya ingin sekali berlari ke arah Fernando dan ingin menyelamatkan sang sahabat, tetapi alat geraknya sama sekali tak sinkron dengan keinginan hati.
"Argh, gimana ini?" Reynard masih saja berdiri serta mematung melihat kondisi Fernando yang semakin tidak baik-baik saja saat ini.
Secara tiba-tiba, Riyan menarik tangan Reynard untuk berlari menjauhi Fernando. "Kita pergi aja sebelum ketahuan, ayo!"
Tanpa memedulikan kondisi sang adik sepupu yang tampak menyedihkan, Reynard memilih untuk menuruti ucapan sahabatnya. Saat ini pikirannya benar-benar kacau. Di sisi lain, Hendra justru mematung terdiam menyaksikan Fernando terus menerus merintih kesakitan. Bahkan saat pemuda itu berusaha untuk berdiri saja rasanya sangat sulit.
Ketika netra Fernando tak sengaja bertabrakan dengan Hendra, pandangannya pun kian sendu. Seolah melalui tatapan itu, ia berharap sang sahabat akan membantunya.
"Hendra ...."
Namun, sayang. Hendra justru menundukkan kepala dalam-dalam dan mengucapkan sesuatu sebelum beranjak meninggalkan Fernando dengan langkah tergesa.
"Maaf, Ndo."
Sorot pemuda itu kian sendu ketika punggung Hendra semakin menghilang. Kini, ia hanya bisa pasrah dan menunggu Wildan tiba. Fernando tak bisa menghubungi pria itu lagi karena ponselnya yang rusak setelah dilempar Reynard. Secara perlahan, tubuh yang duduk itu pun akhirnya berbaring. Fernando terus mengerutkan badannya demi menghilangkan rasa nyeri yang terus menjalar dari daerah perut hingga ke seluruh tubuh. Akan tetapi, semua usahanya terasa sia-sia.
Wajah penuh dengan luka dan lebam itu mulai basah ketika cairan bening mengalir dari kedua netranya. Ya, setelah sekian lama, toxic masculinity yang menghinggapinya pun menghilang. Fernando menangis. Menangis karena menahan sakit, menangis membayangkan bagaimana reaksi sang Papa saat mengetahui keadaannya sekarang.
Namun, di tengah tangisan dalam diam itu, tiba-tiba sebuah bayangan melintas begitu saja dalam pikirannya. Hingga membuat Fernando memejamkan mata secara perlahan sembari bergumam, "Ma, apa ini saatnya aku ketemu Mama lagi?"
🎭🎭🎭
Ranita terus menangis di atas kasurnya. Wajah gadis itu tampak menelungkup ke dalam bantal, tak peduli cairan dari netra akan membasahinya. Ia sungguh tak dapat menahan rasa sakit ketika sang Ayah tiri melecehkannya tadi. Meski hanya sebentar-karena secara tiba-tiba pria paruh baya tersebut langsung keluar dari kamar dan meninggalkan Ranita-tetap saja gadis itu merasa sedih.
Terlebih lagi, kamarnya sekarang dikunci dari luar oleh sang Ayah. Ranita tak bisa melakukan apapun kecuali menangis dan menangis. Meratapi nasib buruk yang selalu menimpanya.
Setelah beberapa menit dalam posisi tengkurap di atas kasur, Ranita pun perlahan membalikkan badan dan mulai duduk di pinggir kasur. Selepas itu, ia memandang cukup lama tas yang tergeletak di atas lantai. Akhirnya Ranita berinisiatif untuk mengambil dan membuka tasnya. Ketika sebuah benda pipih telah berada di genggaman, Ranita menatap lama gawai tersebut.
"Fernando ... aku butuh teman untuk bercerita."
Ranita pun mulai mengoperasikan benda di genggamannya dan memandangi sambungan telepon WhatsApp yang tak kunjung berdering. Gadis itu menghela napas pelan ketika panggilan tersebut tak kunjung terangkat.
Entah mengapa, perasaannya semakin tak enak.
🎭🎭🎭
"Ayo cepat kita cari tempat ini!" Wildan pun bersorak, mengajak rekan-rekannya untuk mencari Fernando dan Reynard, pemuda yang pernah diceritakan Fernando kala ia diinterogasi di kantor polisi saat itu, sembari menunjuk ponsel yang berada di genggamannya. Sebenarnya sejak awal Wildan yakin bahwa tidak mungkin rasanya anak dari teman lamanya itu adalah pelaku yang menyebabkan Arista terjatuh. Namun, ia tak bisa melakukan apapun jika tak memiliki bukti.
Oleh karena itu, Fernando pun berjanji untuk segera mencari bukti kejahatan Reynard supaya dapat membersihkan namanya.
Wildan dan rekan-rekannya mulai menyusuri gang demi gang. Mencari posisi yang tepat, sesuai dengan yang di-share oleh Fernando tadi. Gang kecil ini sangat membingungkan Wildan untuk mencari tempat tersebut. Padahal mereka sudah berada di posisi yang telah dikirim Fernando.
"Kita pencar aja, ya. Biar efektif. Kalau ada yang ketemu sama dua anak ini, segera saling hubungi!" ujar Wildan sembari menunjukkan foto Fernando dan Reynard. Setelah video yang dikirimkan oleh Fernando telah ia terima, secepat mungkin Wildan melacak identitas Reynard. Itulah mengapa Wildan memiliki gambar Reynard, terlebih lagi pemuda itu telah berusia di atas tujuh belas tahun, pastinya ia memiliki kartu tanda penduduk jika sudah mengurus.
"Ayo gerak sekarang. Jangan buang-buang waktu!"
Setelah membagi beberapa orang untuk berpencar, akhirnya mereka pun bergerak mencari Fernando dan Reynard. Dalam hati, Wildan terus merapalkan doa. Berharap semoga semua akan baik-baik saja dan kasus ini segera selesai.
🎭🎭🎭
To be continued ....
Tinggal 1 bab lagiii, abis itu epilog! Kira-kira endingnya bakal gimana, nih? Happy or sad? 🤔😂
Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.
Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.
Borahae all 💜💋
©putriaac ~ Alma Alya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top