• CATUR DASA - Awkward •

CATUR DASA - EMPAT BELAS
« Awkward »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

"Pa, sakit, Pa!"

"Papa nggak pernah ajarin kamu buat bohong, kenapa kamu malah bohong!"

"Aku nggak bohong, Pa! Aku jujur. Mas Reynard tadi yang-aduh, sakit, Pa!"

"Kamu kalau jujur dari awal, Papa nggak akan semarah ini. Tapi, kamu sekarang udah bohong, nyalahin orang lain!"

Bagas terlihat mulai mengambil ikat pinggang dari celananya yang tergantung di balik pintu. Melihat hal tersebut, Fernando semakin terbelalak dan ketakutan setengah mati. Terlebih lagi ketika Bagas tampak akan mengarahkan sabuk itu ke arahnya.

"Pa, jangan, Pa!"

"Pa, sudah, sudah. Jangan diterusin." Tak tega melihat anaknya terus dipukuli, bahkan sang suami terlihat akan menyabet sabuk ke arah Fernando, Rosa langsung menghentikan niat suaminya dengan nada berbisik. Namun, bukan berarti wanita itu membela kesalahan sang anak.

"Sudah, Pa. Kasihan Nando. Kalau marahin jangan sampai mukul keras terus kayak gitu." Setelah mendengarkan penuturan sang istri, Bagas menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan untuk menenangkan diri. Pria tersebut langsung menyadari bahwa dirinya agak keterlaluan dalam memberikan 'hukuman' untuk Fernando.

"Kamu tenangin Nando dulu, aku keluar sebentar," ujarnya pada sang istri dengan lirih sembari menatap Nando yang meringkuk di pinggir kasur dengan binar ketakutan. Selepas itu, Bagas benar-benar keluar dari kamar. Meninggalkan sepasang anak dan ibu di dalam sana.

"Nando, sini, Sayang." Tanpa basa-basi, Fernando langsung menghambur ke pelukan sang mama. Tangisannya pun semakin kuat, hingga isakan tersebut menggema ke seluruh ruangan kamar. Sakit, perih. Fisik dan batinnya sangat terluka. Dia dipukul, tetapi bukan karena ulahnya. Siapa yang tak merasa tersakiti jika seperti ini?

"M-ma ... hiks, sakit ...."

"Iya. Sini duduk dulu."

Fernando menurut dan duduk kembali di atas kasur. Rosa pun ikut duduk di samping sang anak sembari mengelus lembut pundak lelaki itu.

"Fernando, Papa sama Mama nggak pernah ajarin kamu bohong. Kamu tau kenapa Papa marah banget tadi? Karena kamu nggak jujur, bukan karena kamu nggak sengaja nabrak anak tadi-"

"Tapi, bukan aku, Ma. Aku benar-benar nggak bohong. Aku lihat sendiri, kalau Mas Reynard yang nabrak. Mas Reynard juga yang gonceng dia pulang. Waktu itu, aku lagi main perosotan, Ma. Mas Reynard yang masih lanjut sepedaan."

"Beneran kamu nggak bohong?" tanya Rosa memastikan.

"Aku nggak bohong!"

"Tapi, kenapa anak tadi, kok, bilang kamu yang nabrak dia? Buat apa dia bohong?"

"Aku nggak tau, Ma! Makanya tadi aku marahin dia kenapa, kok, malah bohong."

"Yakin bukan kamu yang bohong?"

"Kenapa nggak ada yang percaya, sih? Belain aja terus Mas Reynard. Nggak ada yang sayang sama aku! Aku pengen pulang ke Surabaya, nggak mau ke sini lagi." Fernando yang semakin kesal mulai melepas rengkuhan sang Mama di pundaknya, lalu menidurkan diri di atas kasur dengan posisi membelakangi Rosa. Lelaki itu benar-benar tak ingin membahas masalah tersebut lebih panjang lagi.

Melihat reaksi anaknya, Rosa pun menghela napas pelan. Ia mendekati sang anak yang tampak memejamkan mata, lalu membelai rambutnya dengan lembut sembari berbisik, "Mama sayang sama kamu, Nando. Papa juga sayang sama kamu."

Netra Fernando sontak terbelalak lebar. Napasnya pun mulai memburu. Pemuda itu terdiam sejenak dengan posisi masih berbaring sembari menatap jam yang ada di dinding. Jarum pendeknya mengarah ke angka sebelas dan jarum panjangnya kian menuju ke angka lima. Sepertinya dia sudah cukup lama tertidur.

"Hah ... ternyata cuma mimpi," gumamnya sembari mengusap wajah, lalu menggelengkan kepala dengan lemah.

Dia sungguh tak menyangka, kejadian buruk yang ia alami di masa lalu, harus terulang kembali di masa kini. Dengan versi yang berbeda dan jauh lebih mengerikan.

Bayangkan saja, dia harus berhadapan dengan seorang pengedar narkoba! Bagaimana dia bisa menyingkap kejahatan sang sepupu kalau Bagas, ayahnya sendiri saja tak percaya dengan Nando.

🎭🎭🎭

"Hei, Bro. Kemarin sakit apa, kok, nggak masuk?"

Fernando yang baru saja mendudukkan pantat ke atas permukaan kursi langsung menoleh ke arah Hendra. Saat ini, Nando tampak menggunakan masker. Bukan karena dia batuk atau pilek, tetapi karena ingin menutupi lebamnya meski sekarang telah samar. Syukurlah Bagas akhirnya ikut membantu mengobati lebam di wajah Fernando. Tentu saja tak lupa dengan memberikan banyak wejangan pada sang anak untuk tak melakukan perkelahian lagi.

Meski Fernando kesal, tetapi dia menahan rasa marahnya yang akan meledak karena sulit sekali mengungkapkan bahwa Reynard adalah dalang dari semua ini.

"Nggak enak badan." Begitulah jawaban pemuda tersebut. Saat ini, jam menunjukkan pukul 06.48, tetapi teman sebangkunya masih belum datang.

Jujur, Fernando sebenarnya agak heran karena Ranita kerap kali terlambat sekolah. Memangnya, apa yang membuat gadis itu sulit datang ke sekolah tepat waktu?

"Oalah ... pantesan, kok, pake masker." Dari balik penutup hidung dan mulutnya, pemuda itu tersenyum kecil. Setidaknya, Fernando tak bohong, kan? Dia memang sedang tak enak badan Jumat lalu, tetapi dirinya tak mengalami gejala batuk maupun pilek. Hanya merasa panas dingin dan pusing saja.

Entahlah, kebetulan sekali Fernando merasa tak enak badan saat hari Jumat. Sehingga dia mendapatkan libur dua hari lagi saat hari Sabtu dan Minggu. Jadi, Fernando bisa beristirahat selama tiga hari.

"Kamu kecapekan, ya, Ndo, abis ikut ekskul basket kemarin?" Tony tiba-tiba saja hadir di antara mereka berdua. Namun, Fernando menjawab dengan mengangkat pundak. Hingga akhirnya bel tanda berdoa pagi bersama segera dimulai.

Akan tetapi, pemuda tersebut masih belum menghilangkan rasa heran ketika melihat bangku sebelahnya kosong.

🎭🎭🎭

Gadis itu sejak tadi tak bisa menenangkan kaki yang terus bergetar di atas pijakan angkutan umum. Sesekali, ia memandangi ponselnya hanya untuk melihat jam. Sudah dapat dipastikan, Ranita akan telat lagi hari ini.

Ketika benda besi panjang beroda empat itu telah sampai di depan sekolah, dengan cepat Ranita keluar dan langsung memberikan sejumlah uang pada sopir. Selepas itu, langkahnya kian cepat saat gerbang sekolah mulai ditarik ke samping. Benda besi itu akan tertutup!

Tak peduli dengan peluh bercucuran dan kaki yang agak lemas, Ranita terus saja berlari. Namun, sayangnya dia lagi-lagi terlambat.

Untuk kesekian kalinya, Ranita harus berdiri di luar gerbang sekolah selama kegiatan berdoa berlangsung sampai selesai menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza. Ranita rasanya ingin pingsan saat itu juga. Menunggu di lapangan sekolah rasanya masih lebih baik daripada harus berdiri di depan gerbang sekolah seperti ini. Bahkan, dia harus menunggu nyaris sepuluh menit! Coba bayangkan itu.

Belum lagi nanti saat gerbang sekolah dibuka lagi, pasti Ranita dan beberapa temannya yang terlambat akan disuruh menyanyi Indonesia Raya tiga stanza dengan posisi berdiri di lapangan. Ya, memang hukuman yang sangat menjerakan untuk siswa-siswi yang terlambat datang ke sekolah.

Selepas menyanyikan lagu Indonesia Raya dan menyapu lapangan-sebagai salah satu bentuk hukuman karena terlambat, Ranita pun masuk ke kelas dengan langkah lesu serta surat tanda keterlambatan masuk sekolah di genggamannya. Dia yakin, setelah ini pasti dirinya akan jadi bulan-bulanan beberapa temannya. Memang bukan secara fisik, tetapi melalui hinaan. Meski berusaha cuek, tetap saja Ranita tak tahan mendengarkan itu semua.

Ketika langkah kakinya berada di ambang pintu kelas, ia langsung berhenti. Bukan karena ada guru yang sedang mengajar, sebab banyak siswa di dalam kelas yang masih berkeliaran. Akan tetapi, Ranita melihat bangkunya sedang dipakai oleh Hendra. Memang sejak Fernando bersekolah di sini, bangku Ranita kerap kali digunakan oleh beberapa temannya agar bisa mengobrol dengan Fernando. Meski lelaki itu terlihat agak cuek, sebenarnya dia humble dan friendly, sehingga tak salah bila banyak yang suka pada pemuda tersebut. Apalagi Fernando memiliki pesona lain, yakni wajah yang tampan.

Dengan perlahan, Ranita berjalan menuju bangku tersebut dan berdiri di samping Hendra setelah meletakkan kertas tanda keterlambatannya di atas meja guru. Walaupun saat perjalanan menuju bangku ia mendapati beberapa siswi memandang sinis dan mulai berbisik-yang Ranita yakini, pasti sedang membahas tentang dirinya yang lagi-lagi terlambat, tetapi gadis itu berusaha tak memedulikannya.

"Kalian tau nggak, Rek? Aku dengar kabar kalau Adrian ternyata sempat ngedarin narkoba sebelum dia bunuh diri."

"Hah? Serius?"

Ranita yang berada di sana sontak tertegun mendengar percakapan antara Tony, Hendra, dan Fernando. Mereka bertiga sepertinya terlalu asyik berbicara sampai tidak menyadari keberadaan sang pemilik bangku yang diduduki Hendra.

"Dengar-dengar, sih, gitu."

"Apa mungkin Adrian bunuh diri itu ada hubungannya sama dia yang ngedarin narkoba, ya?" tanya Tony yang membuat Fernando tertegun.

Nggak salah lagi, Reynard pasti dalang di balik semua kejadian mengerikan ini. Dasar, Berengsek.

Namun, beberapa detik setelah ia mengumpat, Fernando baru menyadari keberadaan sang teman sebangku yang sepertinya juga ikut tertegun mendengar percakapan dua lelaki ini.

"Ranita?"

Mendengar ucapan Fernando, baik Tony maupun Hendra langsung menoleh, dan mereka sama-sama baru menyadari gadis tersebut.

"Eh, Ranita. Sini duduk. Maaf, tadi aku nggak tau kamu udah masuk kelas." Ranita pun mengangguk saja, lalu duduk di kursinya saat Hendra telah beranjak.

"Kita balik dulu, ya, Ndo." Sama seperti Ranita, Fernando hanya mengangguk sebagai balasan. Lalu, ia menatap gadis di sebelahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Merasa dirinya ditatap, Ranita langsung menoleh ke Fernando. Suasana kian hening, hanya mata yang seolah menjadi alat komunikasi mereka berdua. Seakan memberi sinyal pada lawan bicara masing-masing. Namun, sayang sinyal itu tak tertangkap dengan baik. Akhirnya, mereka pun saling bertatapan dalam diam selama beberapa detik dengan perasaan yang kian bingung.

"Oh, ya. Botol minumku ketinggal—aduh, so sweet-nya. Maaf lagi, deh, udah ganggu kalian."

Baik Fernando maupun Ranita tersentak saat mendengar ucapan Tony. Dua insan yang duduk sebangku itu spontan saling memalingkan muka karena merasa malu. Terlebih lagi Ranita yang merasakan debaran jantungnya mulai menggila.

Aduh, maksudnya apa coba Nando tiba-tiba natap aku kayak gitu?

🎭🎭🎭

To be continued ....

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

©putriaac ~ Alma Alya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top