• ASTHA DWIDASA - Berusaha Mengungkapkan •

ASTHA DWIDASA - DUA PULUH DELAPAN
« Berusaha Mengungkapkan »

~~~

Selamat Membaca!!!

🎭🎭🎭

"Kamu ngapain ngajak aku ke sini, Ndo?" Ranita sontak memberikan pandangan heran kepada pemuda yang berjalan di sampingnya. Fernando pun menarik sedikit kedua ujung labium.

"Nggak apa. Kamu keberatan?"

"Ah ... nggak, sih. Tapi ... bingung aja, hehe." Lagi-lagi Fernando memberikan senyuman yang membuat Ranita menjadi salah tingkah. Akhirnya, mereka pun melangkah masuk ke perpustakaan.

Ya, inilah alasan mengapa Ranita merasa heran pada teman sebangkunya ini.

Di sisi lain, Fernando hanya merasa kesepian saja. Ia butuh seseorang setidaknya untuk menemaninya. Dan ia memilih perpustakaan karena tempat ini sangat sepi dan jarang ada yang mau ke sini. Sejujurnya, Ranita sendiri agak kikuk diajak Fernando ke perpustakaan bersama. Namun, mau tak mau ia terpaksa menurut.

"Kamu mau nyari-nyari buku dulu? Kalau iya, kamu nyari aja nggak apa-apa. Aku tunggu di sini."

Dan Ranita semakin heran dengan sikap teman sebangkunya ini.

"Aku ke sini, kan, niatnya bukan mau nyari atau pinjem buku, tapi kamu yang ngajak. Memang kenapa, sih, Ndo?"

Fernando pun menghela napas panjang, lalu mendudukkan dirinya di atas karpet perpustakaan.

"Nggak apa, sih. Maaf kalau kamu keberatan. Aku cuma mau ... ya, mau duduk-duduk aja di sini. Kalau kamu merasa keberatan, nggak apa kamu balik ke lapangan. Maaf ngerepot-" Ucapan pemuda bernetra tajam itu sontak berhenti ketika Ranita secara tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Kamu butuh temen ngobrol, Ndo?" Lagi dan lagi, Fernando bergeming mendengar pertanyaan dari Ranita barusan.

"Kalau kamu pernah nyuruh aku buat cerita ke kamu semisal aku butuh temen cerita, kenapa aku juga nggak bisa ngelakuin sebaliknya?"

Fernando menghela napas panjang, lalu menelungkupkan kepala ke dalam lipatan lengan yang berada di atas meja. Ranita hanya dapat tersenyum miris ketika melihat hal tersebut. Ia menyadari jika Fernando tak dapat melupakan begitu saja beban yang menimpanya. Bahkan nyaris melupakan, bahwa ia sendiri pun memiliki beban berat yang ia pendam sendiri begitu lama.

Entah karena naluri atau apa, Ranita pun ikut menidurkan kepala di atas lengan. Namun, posisi kepalanya tak menelungkup ke bawah, tetapi menghadap pemuda di sampingnya. Hingga akhirnya degup jantung gadis itu seakan berhenti ketika Fernando menolehkan kepala ke arah samping kanan, lebih tepatnya ke arah Ranita. Perut Ranita seolah mengeluarkan banyak kupu-kupu kala netra tajam itu melengkung, mengikuti senyuman di labium merah jambu milik Fernando.

Warna labium yang sangat membuat Ranita iri sebagai seorang wanita.

"Kamu tau? Bagiku, hal yang paling menyulitkan bukanlah mencari pelaku kejahatan, tapi bagaimana mengungkapkan kejahatan si pelaku." Fernando pun memejamkan mata sejenak.

"Dulu sebelum aku pindah ke sini, di sekolah lamaku sempat ada kasus pembunuhan berantai. Aku sendiri ikut pusing dan sempet mikir, 'Kenapa pelakunya nggak bisa langsung ketemu, sih? Minimal aku tau siapa orangnya jadi aku bisa bantu buat laporin.' Tapi sekarang ... rasanya aku ingin mencabut pemikiran itu."

"Kenapa?" tanya Ranita dengan bingung. Fernando hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang terlontar dari gadis itu.

"Bukannya aku sudah tau kalau Reynard dalang dari bunuh diri berantai ini? Cuma rasanya sulit banget ngelaporin kelakuannya. Dia cerdas, tapi licik. Aku sudah nggak punya bukti, dia malah playing victim sampai aku dituduh macam-macam." Jeda sejenak, setelah itu ia melanjutkan ucapannya. "Ini nggak bisa dibiarin. Aku bakal nyari bukti kejahatan dia."

Ranita yang mendengar pernyataan penuh emosi dari pemuda di sampingnya hanya terdiam dan merenung dalam hati.

🎭🎭🎭

"Habis dari mana aja, kok, baru pulang?"

Dengan terpaksa, Fernando menghentikan langkahnya yang menuju kamar. Sebenarnya hal tersebut adalah tindakan tidak sopan sebab pemuda itu belum memberikan salam pada sang Papa sepulang sekolah. Akan tetapi, mood Fernando agaknya masih hancur hingga ia melupakan etika baik tersebut.

"Diskusi tugas bentar sama temen, Pa," bohongnya, lalu berjalan menuju kamar. Bagas yang melihat hal tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepala. Pria itu pun juga beranjak menuju kamar.

Sesampainya Fernando ke kamar, seperti biasa, ia pun segera berganti baju dan mandi. Setelah kegiatan sehari-harinya itu telah usai, ia berniat untuk ke dapur untuk mengambil minum. Mungkin karena kurang fokus, Fernando tak sengaja menyenggol sebuah gelas kaca yang hampir setengah volumenya terisi air. Gelas itu tepat berada di pinggir meja. Melihat benda yang telah terpecah belah tersebut, Fernando langsung mendesis dalam hati.

"Haish, Papa kebiasaan. Minum nggak dihabiskan, ditaruh pinggir meja pula." Dengan cepat, pemuda itu segera mengambil pecahan yang besar, lalu membuangnya ke tempat sampah. Ia pun sekalian keluar dapur dan mencari pel untuk menyerap air yang tumpah serta membersihkan sebagian pecahan kaca yang kecil.

Di sisi lain, Bagas langsung keluar kamar dengan kruk yang masih setia di kedua lengannya ketika mendengar suara pecahan kaca. Setelah itu, pandangannya kian memicing saat melihat Fernando yang tengah memungut pecahan kaca besar.

"Hish, ceroboh!" Ketika bayangan sang anak menghilang karena ingin mengambil pel, Bagas pun mendekati tempat Fernando menjatuhkan gelas tadi. Ia pun langsung berteriak keras.

"Ndo, pecahan kaca yang kecil nggak usah disapu, ya. Pake pel aja."

Dari kejauhan, Fernando pun menyahut, "Iya, Pa!"

Namun, saat Bagas berbalik, secara tak sengaja karet di bagian bawah kruk pria itu menginjak bagian lantai yang basah. Alhasil keseimbangannya pun goyah dan ia langsung terjatuh begitu saja. Fernando yang mendengar suara terjatuh sontak terkejut dan merasa seluruh darah seolah tersirap ke atas. Ia pun berlari dengan pel di tangannya.

Netra pemuda itu terbeliak lebar ketika mendapati pria di hadapannya meringis menahan sakit dalam posisi duduk.

"P-Pa ...." Baru saja Fernando akan meraih lengan Bagas untuk membantu sang Papa berdiri, tangannya langsung ditepis begitu saja. Mendapat perlakuan seperti itu, Fernando hanya bergeming dan membiarkan Bagas berdiri sendiri dengan bantuan meja di sampingnya. Selepas itu, pria tersebut memberikan pandangan intens ke arah sang anak.

"Cepet bersihkan!" Fernando langsung mengangguk cepat dan membersihkan lantai. Meski dalam hatinya masih terasa was-was.

🎭🎭🎭

Jam di dinding menunjukkan pukul 19.38 WIB. Dalam hati, Fernando menguatkan diri dan berusaha mengumpulkan lagi niat yang telah terbangun tinggi. Dipandanginya ponsel yang ada di genggaman.

Posisi silent dan kamera tanpa flash. Serta dalam mode pesawat.

Setelah semua dirasa aman, Fernando pun beranjak dari kasur, lalu mengambil topi model cap berwarna hitam dan masker kain yang berwarna hitam pula. Selepas itu, ia mengenakan dua benda tersebut dan menghela napas pelan.

"Maaf aku nggak izin Papa dulu. Aku janji, pulang nanti Papa bakal percaya sama semua ucapanku, percaya kalau Reynard itu jahat!"

Setelah merasa puas bermonolog dengan posisi menghadap cermin, Fernando pun dengan perlahan membuka jendela kamar dan keluar dari sana. Ketika kedua kaki jenjangnya menapak tanah, dengan segera pemuda itu memakai sepatu yang sempat ia ambil tadi dari dalam lemari. Selepas itu, dengan langkah cepat Fernando segera keluar dari rumah dengan memanjat pagar pendek rumahnya.

Saat ini, Bagas sedang sibuk dengan pekerjaan di laptopnya, sehingga ia tak menyadari jika sang anak pergi keluar rumah tanpa seizinnya.

Di sisi lain, Fernando terus berjalan menuju tempat yang sempat ia kunjungi sepulang sekolah tadi. Yap, salah satu alasan mengapa Fernando telat pulang sekolah adalah karena ia ingin menghapal jalan menuju tempat yang ia tuju. Yang tak lain dan tak bukan adalah tempat bertemunya Reynard dengan target barunya yang baru Fernando ketahui bernama Radit.

Suasana Kota Malang tampak cerah meski langit telah menunjukkan kegelapan. Berkat teknologi yang pernah ditemukan oleh Thomas Alva Edison, kini penerangan kian bervariasi dan membuat hampir seluruh sudut kota tampak terang. Namun, sayangnya tidak semua tempat mendapatkan keterangan yang sepadan seperti di pusat kota.

Salah satunya adalah jalan yang dilalui Fernando saat ini. Sebenarnya penerangan masih ada, hanya saja cahayanya tampak redup. Meski begitu, masih banyak orang berlalu lalang di sini. Karena terlalu fokus menghapal jalan, tanpa sengaja ia menabrak seseorang hingga membuat langkahnya terhenti.

"Eh, maaf."

"Loh, kamu, kan ...?" Netra Fernando terbeliak lebar ketika mengenali sosok yang baru saja ia tabrak tadi. Tanpa basa-basi, pemuda itu langsung berjalan cepat meninggalkan lelaki yang sama terkejutnya dengan Fernando.

Entah mengapa, semakin lama Fernando kian merasa bahwa lelaki tadi sepertinya mengikuti dirinya. Saat menoleh sedikit ke belakang, netra pemuda itu semakin terbeliak karena dugaannya barusan memang benar. Lelaki yang tidak sengaja ia tabrak itu juga berjalan cepat mengikutinya dan memberikan tatapan tajam.

Sontak degup jantung Fernando berpacu kencang, bahkan keringat dingin mulai mengalir deras di pelipisnya. Ia hanya bisa berdoa dalam hati semoga bisa segera menghilangkan jejak agar tak diikuti oleh lelaki di belakangnya. Bisa-bisa semua rencananya untuk mengungkapkan kejahatan Reynard akan gagal total malam ini.

Sampai akhirnya, netra Fernando mendapati sebuah kerumunan di depan. Dengan segera ia memacu langkahnya untuk masuk ke kerumunan tersebut. Sedangkan lelaki di belakangnya mulai mendesis pelan dan ikut masuk ke kerumunan. Namun, sayang, dalam hitungan detik ia langsung kehilangan jejak Fernando.

Di sisi lain, Fernando dengan napas terengah-engah sembunyi tepat di samping sebuah tempat sampah yang berada gang. Tempat sampah itu tepat berada di pojok gang sempit dan pendek. Kebetulan tempat tersebut lebih gelap dibanding jalan yang ia lalui tadi, bahkan sangat sepi karena gangnya memang sangat pendek dan tidak ada rumah di sana. Fernando sudah tak peduli dengan aroma busuk yang tercipta dari beberapa sampah, asalkan ia bisa bersembunyi sejenak.

Akan tetapi, harapannya seolah pupus ketika terdengar suara langkah yang mendekat dengan pelan. Debar jantung Fernando mulai semakin menggila.

"Hei, kamu di sana, kan?"

Pemuda itu hanya dapat memejamkan mata rapat dan terus merapalkan doa.

🎭🎭🎭

To be continued ....

Oke, skip sampe di sini. Kira-kira Fernando bakal ketauan nggak, nih? Tunggu up selanjutnya, ya, Yeorobun 💕

Btw ...

MAAF BANGET AKU TELAT UPDATE. HUHUUUU 😭😭😭

Terima kasih teruntuk kalian yang sudah membaca kisah Fernando.

Jangan lupa tinggalkan jejak positif serta share jika kalian suka kisah ini, ya.

Borahae all 💜💋

©putriaac ~ Alma Alya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top