Prolog

Ini sudah malam ketiga pada bulan april tahun 2003. Ketika bola lampu berkekuatan delapan watt itu mendadak pecah. Suaranya nyaring. Menimbulkan kegaduhan yang menyela suara lenguh di dalam setiap kamar di rumah bordil itu.

Pecahannya tercerai-berai ke segala arah. Beberapa penghuni kamar memilih keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Seorang lelaki bertelanjang dada terlihat menyalakan senter HP-nya. Namun ada juga yang tidak peduli dan memilih tetap menghabiskan malam itu dengan nafsu syahwat mereka.

"Ada apa ini? Kenapa dari kemarin begini terus!" Lelaki dengan senter HP itu mengarahkan cahaya ke segala arah. Di sampingnya, seorang perempuan dengan pakaian berantakan juga tak kalah heran.

"Hidupkan lampunya!" suara lelaki lain terdengar dari pintu kamar lain.

"Kurang ajar, ini kenapa musiknya kencang sekali!" pekik yang lain, ketika tiba-tiba suara musik terdengar.

Ujung sepatu Mami Dhea—pemilik rumah yang mereka tempati—berbunyi. Perempuan itu mengarahkan lampu minyak ke arah depan. Dia terlihat gusar sambil menarik paksa lengan L.

"Ternyata selama ini dia pelakunya!" Mami Dhea melotot. Matanya yang runcing terlihat makin tajam karena polesan eye liner. Bibirnya yang merah menyala, dan jangan lupakan wangi parfumnya yang menyengat itu.

L ingin muntah. Dia benci aroma parfum. Dan segala aroma yang ada di rumah bordil itu.

"Linda! Di mana kamu? Linda!" Mami Dhea memekik-mekik. "Heh, cabo! Ke sini kamu!"

Perempuan cantik bernama Linda itu keluar kamar, dengan pakaian yang masih belum rapi dikenakan.

"Kenapa, Mi?" Linda menurunkan roknya. Tapi pandangannya langsung bertumpu pada anak kecil di depannya. "L?"

L tak bisa berkata apa-apa. Anak itu hanya menundukkan kepala.

"Heh! Linda! Kalau kamu nggak becus ngurus anak, harusnya dulu jangan bunting!" Mami Dhea memaki.

"Ini kenapa, Mi? Ada apa?" Linda mengernyit.

"Pake nanya lagi. Kamu nggak sadar? Anak kamu selama ini yang mecahin lampu! Dia juga yang hidupin tape keras-keras!" Mami Dhea menunjuk lampu yang sudah buyar dan tape di ruang tengah bergantian. "Sekarang, kamu mau hukum anak ini atau aku yang hajar dia?! Hah?!"

"A–ampun Mi. Iya Mi. Biar saya yang kasih pelajaran ke L." Linda menunduk-nunduk, minta maaf.

Perempuan itu lalu menyeret L masuk ke kamarnya. Dan meminta Ronald—pelanggan setianya beberapa minggu ini— untuk menyudahi pertemuan hari ini. Sambil mengumpat, lelaki itu keluar kamar.

"Brengsek! Heh, Mami, dia punya anak rupanya?" tanyanya setelah Linda menutup pintu. Terdengar suara jerit tangis L dari dalam.

Mami Dhea tersenyum menggoda. "Kenapa? Mas Ronald nggak suka? Bisa pake yang lain kok. Asal jangan bosen-bosen ke sini. Oke?"

"Aduh, Mami. Aku sudah kepalang seneng sama si Linda."

Mami mengangkat alis. Dia menyentuh dagu Ronald dengan lembut. "Jadi?"

"Tapi saya kecewa dia sudah ada anak."

Mami Dhea tertawa. Wanita itu menghisap rokoknya, lalu menjatuhkan puntungnya sembarangan. "Hei ... Tuan, di sini nggak ada yang perawan. Tuan kira ini tempat baru dibuka? Bahkan istri anda bukan lagi perawan."

Ronald berdecih. "Saya rasa saya jatuh cinta sama Linda. Kalau Mami bolehin, saya nak bawa dan nikahin dia."

Kembali Mama Dhea tertawa meremehkan.

"Omong kosong"

"Kenapa omong kosong?"

“Di tempat ini, cinta sejati tidak ada Tuan. Hanya ada beberapa orang bodoh saja yang masih nekat menunggu.”

Selesai bicara seperti itu, Mami Dhea pergi begitu saja. Ronald mengawasinya. Lelaki itu memasang kancing kemejanya. Lalu meludah sebelum akhirnya pergi.

Dalam temaram rumah Bordil itu, sayup-sayup tangis anak kecil terdengar. Dan, siapa pun tahu, seseorang tengah memecut anaknya.

***


An
Hai! Iyes ini novel baru. Walau yang lain belum kelar. Pengen aja bikin ini. This is Mature content actually. Bukan adegan ngebo di dalamnya, tapi pemikirannya. Sementara ini, diupdate kapan sempat.

IG @ikaysuryadi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top