#5

.
.
.

Hal pertama yang dilakukannya ketika ia sudah memutuskan ingin mati adalah membunuh semua orang yang selama ini telah bekerja bersamanya dan orang-orang yang mengetahui resep buburnya. Ia tidak boleh mati sebelum menumpas orang ini. Karena mereka bisa menjadi parasit yang sangat menganggu orang lain, karena mungkin saja mereka akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya.

Langkah yang terlebih awal ia ambil adalah membunuh lelaki berkepala botak yang selama ini menjadi penjaga pengurungan sejak ayah masih ada dan Parjo yang selama ini paling dekat dengannya. Ia tak mau muluk-muluk. Hanya memotong kepala mereka dan mati begitu saja. Disaat sedang melakukan itu. Sempat terpikir oleh dirinya kenapa semua runtuh dan hancur dengan begitu mudah padahal semua itu sudah dibangun bertahun-tahun. Sejak pertama kali ayah tinggal di sini, sampai waktu ayah mengadopsinya sebagai anak. Hingga pada akhirnya ayah mati dan meninggalkannya dengan ibu.

Keyajaan itu tetap ada bagi mereka.

Dulu sekali, ketika pertama kali mengetahui bahwa ayah memakan daging manusia. Ia sudah hampir menyesali keputusannya untuk pergi dari panti. Karena menurutnya orang tua angkat dia adalah sekempok orang gila. Padahal, ia sudah berharap kehidupan sempurna dengan keluarga, yang penuh kasih sayang dan menyenangkan. Namun, seiring waktu ia menyadari bahwa mereka sangat baik. Setelah ayah mengenalkan daging manusia padanya ia pun menjadi suka.

Daging manusia tidaklah buruk.

Saat ini, ia kembali menyesali semuanya. Menyesali semua yang telah ia lakukan dan lalui dengan selama ini. Ingin ia memutar hidup dan kembali pada waktu yang pertama. Sekarang ia menyadari bahwa ada segumpul rasa bersalah yang membuatnya seperti pendosa hina. Ia telah membunuh Ilya. Seorang wanita yang telah dianggapnya keluarga sendiri. Membunuh hanya karena rasa marah karena mencoba mencampuri urusannya. Padahal, saat ia keluar dari panti dan meninggalkan Ilya, hatinya sempat berjanji bahwa ia akan menemui Ilya lagi ketika dirinya sudah bisa berdiri sendiri dan ia ingin mengajk Ilya tinggal bersama dengan dia. Parahnya, janji itu terlupa begitu saja. Ia begitu sibuk dengan semua keinginan untuk membuat restoran semakin besar dan besar. Begitu sibuk dengan urusan darimana mendapatkan pasokan daging yang aman. Dia sibuk dengam semua itu, dan lupa pada kesibukan yang seharusnya ia punya.

Wajar sekali ketika Ilya datang ke tempat ini, ia merasa ada yang pulang. Ada yang dekat dengannya. Sebuah perasaan saling mengenal. Namun, kenapa ia tidak peka? Apa yang membuatnya mati rasa? Kemana hati dan perasaannya? Mungkin benar kata Ilya, sudah tidak ada. Bahkan, Ilya menuliskannya di buku catatan tentang itu.

"Aku tidak lagi mengenal dia. Tidak mengenal manusia yang rasanya sudah pernah kuanggap keluargaku. Aku tidak kenal manusia yang menyebut dirinya seorang koki handal yang pintar meracik bumbu. Ia bukanlah kakak yang kukenal dulu. Hati dan memorinya telah hilang. Oh, mungkin dia amnesia."

ARGH!

Ia benci dirinya. Benci kenapa hidupnya harus berakhir demikian. Ia telah berjuang sekuat tenaga agar hidupnya menjadi lebih baik. Setidaknya, di hari tua ia akan bahagia. Tapi, ternyata tidak.

Maka, karena tak ingin terlalu lama lagi. Ia mendatangi satu persatu pekerja di tempatnya dan memotong kepala mereka juga. Ia tak peduli dengan keluarga mereka, sebab kalau menghalangi akan terkena juga barang sekali tebas. Setelah semua selesai, ia membunuh dirinya sendiri dengan cara menembak peluru ke dalam mulutnya.

Angin malam berhembus dingin. Menusuk setiap orang. Angin dingin itu juga membekukan. Tidak membawa kedamaian dan hanya menaburkan kesakitan. Malam semakin malam, setiap insan telah tenggelam dalam tidur yang singkat dan sebagian tenggelam dalam tidur panjang tanpa batasan.

Semua berayun-ayun dengan mimpi masing-masing.

**

3 tahun berlalu.

Restoran tradisional bubur tinutuan ditutup.

Restoran itu masih berdiri megah di tempat semula. Masih terpancar sisa-sisa kejayaannya masa dulu walau restoran tersebut tak digunakan lagi. Sebab, sudah menjadi tempat paling tragis untuk dikenang dalam sejarah. Sekarang, setiap orang yang datang ke sana hanyalah untuk melihat-lihat bagaimana sebuah tempat makan bubur tinutuan menjadi tempat pemotongan manusia. Bagaimana bubur tinutuan yang terkenal kelezatannya harus dikotori oleh niat jahat para pemilik restoran itu. Bagaimana dunia begitu kejam hanya untuk persaingan. Nyawa orang tak lagi berharga ketika nyawa tersebut menjanjikan kekayaan. Semua orang-orang yang datang selalu terheran-heran dan miris, kenapa restoran yang sangat terkenal ini menjadi tempat yang menyimpan pilu.

"Sekarang, aku sangat mempertimbangkan ketika memakan sesuatu. Sungguh sangat membuat waspada." Seseorang berbisik kepada kawannya.

"Iya, aku pun begitu. Namun, aku tetap menyukai bubur tinutuan. Sungguh enak sekali."

"Betul, kita tidak boleh membiarkan makanan khas yang kita punya dikotori nilainya oleh manusia-manusia tak berkemanusiaan itu."

Seseorang itu mengangguk setuju. Matanya terus menerawang melihat seisi restoran. Bulu matanya terasa meremang, apalagi ketika ia melihat sebuah tiang gantungan terletak di dekat tempat pemotongan. Tiga tahun yang lalu, ketika pemilik restoran ini bunuh diri setelah membunuh pekerja yang ada bersamanya. Ibu si pemilik restoran mati bunuh diri di tiang gantungan itu.

"Aku masih ingat ketika kejadian ini terbongkar dan semua orang terkejut dengan apa yang terjadi. Berita mengumumkan kejadian penuh duka tersebut dengan berbagai judul menarik."

"Tentu saja berita akan membuat judul yang menarik supaya orang mau baca. Aduh, kau ini." Seseorang itu mengguman.

"Heh! Kau pikir itu aku tidak tahu? Maksudku, judul beritanya memang lebih menarik dari yang menarik."

"Tadi kau tidak bilang begitu."

"Maksudku begitu."

"Aku tidak tahu maksudmu."

"Kau harus tanya."

"Ak ..."

"Semua sudah usai."

"Apa?"

"Kekejaman itu."

**

Cerita tentang daging manusia yang dicampur dengan bubur tinutuan sudah menjadi cerita yang tak pernah dilupakan. Selalu dikenang dan diceritakan pada siapa saja. Sering menjadi dongeng pengantar tidur atau bahan pertunjukan di opera.

Banyak orang yang peduli dan sangat banyak yang bersimpati. Apalagi ketika mereka menyadari bahwa mereka pernah datang ke sana untuk mencicipi. Ya Tuhan, sangat ingin dimuntahkan semua makanan itu. Tapi, tak akan pernah bisa lagi. Banyak yang menyesal dan meminta maaf atas semua yang terjadi walau mereka tidak salah. Walau mereka hanya korban manipulasi. Tapi dengan segenap perasaan itu, ada beberapa orang yang membuka restoran tinutuan baru dengan nama 'tinutuan baru, memperbaiki yang lama.'

Diam-diam, beberapa orang memanfaatkan kejadian ini untuk membuka bisnis dan usaha. Yang entah pikiran itu mereka dapat darimana. Semua bersaing, memperebutkan hati pengunjung. Berlomba mencari-cari resep apakah yang paling cocok untuk ditambah? Jangan-jangan ....

**

END kehidupan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top