*3*

Sudah hampir dua minggu Letha kuliah di kampus barunya. Dan sudah selama itu pula, Letha tak ada komunikasi dengan Raffa. Bukan tak berkomunikasi sebenarnya, tapi memang ia sengaja menghindar. Walaupun mereka satu kelas, tapi setiap kali Raffa menghampirinya, atau mengoceh di dekatnya, Letha hanya diam tanpa membalas kalimat-kalimat konyol dari Raffa.

Mungkin itu yang harus Letha lakukan, menjauhi Raffa. Karena ia merasa Raffa sudah ada yang punya. Letha takut kedekatannya dengan Raffa menjadi kesalahfahaman. Padahal, di kampus hanya Raffa yang selalu membuat ia nyaman, dan hanya Raffa cowok yang bisa dekat dengannya. Karena selama ini, Letha tidak pernah punya teman cowok.

"Ra, nunggu kelas selanjutnya mau kemana? Balik?" pertanyaan Amira, teman barunya membuat lamunan tentang pertemuan pertamanya dengan Raffa, buyar.

"Nggak lah. Males bolak balik. Paling gue ke taman aja, ngadem sambil baca novel," jawab Letha sambil berjalan bersama Amira meninggalkan kelas.

Tanpa disadari Letha, Raffa menatap punggungnya. Ia merasa heran dengan sikap Letha yang terkesan berubah.

Amira mengangguk, "Ya udah kalau gitu gue ke kantin dulu deh. Laper." Amira mengelus perutnya sambil tersenyum menampilkan giginya yang rapi.

"Oke, ntar gue nyusul," balas Letha.

"Emangnya lo nggak laper Ra?" Tanya Amira.

Letha tersenyum sambil memperlihatkan sesuatu di tangannya, "tenang, gue bawa roti kok. Jadi bisa sambil makan di taman."

"Oke, kalau gitu gue duluan ya Ra, bye."

Arletha mengangguk seraya melambaikan tangannya pada Amira. Akhirnya mereka berpisah dengan arah yang berbeda.

🍀🍀🍀

Memang sangat nyaman ketika duduk di bawah pohon rindang dengan angin sepoi ditemani novel favoritnya. Inilah kegiataan yang akhir-akhir ini Letha lakukan saat menunggu kelas atau mata kuliah berikutnya.

Taman yang begitu asri dan sedikit lebih senyap membuat suasana makin nyaman. Saat di Singapura, sebenarnya kegiatan itu memang sering Letha lakukan. Demi menghilangkan kebosanan ketika menunggu jam kuliah berikutnya. Apalagi jika harus memikirkan tentang perjodohan yang dilakukan oleh mamanya. Membuat Letha stress tidak berujung.

Ya, menurut keterangan mamanya, ia sudah dijodohkan dengan anak dari sahabatnya. Tentu saja hal itu membuat Letha kaget dan menolak mentah-mentah perjodohan yang dilakukan mamanya. Ketemu saja belum sudah main jodoh-jodohan.

Oleh sebab itulah, demi menghilangkan kebosanan dan pikiran yang terus saja memenuhi otaknya, Letha memilih menyendiri di bawah pohon rindang. Hal itu bisa membuatnya nyaman dan tenang.

Sepasang mata menatap Letha dari kejauhan. Ada yang hilang dalam dirinya ketika cewek itu selalu menjauhinya. Siapa lagi kalau bukan Raffa.

Tidak langsung menghampiri Letha, Raffa justru melihat cewek itu dari kejauhan. Dengan asyiknya, Letha duduk sambil membaca novel membuat Raffa seperti tersihir dengan wajah cantik dan imutnya. Cukup lama Raffa menatap Letha, akhirnya Raffa memilih menghampiri cewek yang membuatnya nyaman belakangan ini.

"Boleh gue duduk sini?" suara seorang cowok membuat Letha yang tengah membaca, mendongak ke arah asal suara.

Raffa berdiri di depannya sambil menaik turunkan alisnya dan tersenyum.

"Duduk aja. Ini kan tempat umum," Letha kembali fokus pada novelnya, berusaha menganggap keberadaan Raffa tidak ada.

"Baca buku apa?" tanya Raffa.

"Buku mantra," jawab Letha singkat.

Raffa mengernyit, bukannya Letha sedang membaca novel?

"Buat?"

"Buat nyihir lo jadi kodok." Letha menatap Raffa tajam.

"Jadi pangeran kodok dong gue?" Raffa terkikik.

"Nggak. Lo kodok doang nggak pakai pangeran soalnya lo jelek, ngeselin, ganggu pula," sungut Letha dengan wajah kesal.

Konsentrasi membacanya hilang sudah. Padahal ia sudah mencoba mengalihkan pikirannya dari Raffa, tetapi justru orangnya malah ada tepat di sampingnya.

Raffa makin bingung, memangnya dia salah apa sampai Letha terlihat begitu kesal padanya? Bahkan hampir dua minggu ini seolah menghindarinya. Tidak tahukah kalau di satu sisi hatinya merasakan rindu pada cewek berbadan mungil itu? Walau melihat setiap hari tapi terasa kurang kalau belum mendengar ocehan-ocehan Letha ketika kesal mendengar kalimat Raffa yang random. Makanya, Raffa, diam-diam mencari Letha dan mengikutinya.

"Lo kenapa sih? Sewot gitu sama gue. Emang gue ada salah apa sama lo?" tanya Raffa seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ya salah lah. Harusnya lo itu nggak disini, mending sama pacar lo. Gue nggak mau ya dibilang rebut pacar orang gara-gara deket sama lo."

"Nyindir nih ceritanya?" ketus Raffa dengan lirikan matanya.

Letha mendadak bingung saat Raffa mengatakan itu. "Maksudnya? Siapa juga yang nyindir lo? Gue cuma bilang aja. Mending lo samperin pacar lo, jangan disini. Ntar pacar lo salah faham lagi sama gue."

Raffa memainkan bola matanya, "Ra, gue tau kok gue itu jomblo. Jangan diperjelas pakai bilang pacar ke gue. Gue tersinggung nih," Raffa membalik kata-kata yang pernah Letha ucapkan waktu itu padanya.

"Tersinggung kenapa coba?" kini Letha yang bingung.

"Emang kenapa sih?" Tanya Raffa balik.

"Ya gue nggak mau pacar lo salah faham sama gue Za," tutur Letha.

Raffa semakin tidak mengerti dengan perkataan cewek di sampingnya, "Lo ngomong apaan sih Ra? Pacar siapa yang lo maksud?"

"Pacar lo yang waktu itu nyamperin lo di kantin sama parkiran kampus itu. Jangan sampe dia salah faham gara-gara lo deket sama gue."

Raffa terdiam, kemudian ia tertawa terbahak dan melihat cewek di sampingnya yang sedang menatapnya bingung.

"Kok lo ketawa sih?"

"Ketawa itu kan sedekah," jawab Raffa.

Letha berdecak dan terdiam sebentar, "Za ih, gue serius tau."

"Gue dua rius," balas Raffa masih dengan tawanya.

"Tau ah."

Raffa mengatur nafasnya dan berhenti tertawa, "itu bukan pacar gue. Gue itu jomblo kali."

Letha nenaikan alisnya sebelah,"hah? Masa lo jomblo?"

"Gue kejora. Kelompok jomblo ceria. Walaupun gue jomblo tapi gue tetep pasang tampang ceria walau hati gue sepi tapi gue selalu happy."

Kali ini Letha yang tertawa mendengar penuturan Raffa, "gue ikut prihatin ya Za. Gue ramein deh hati lo biar nggak sepi."

"Udah nggak sepi lagi kok, kan ada lo yang bakalan nemenin gue."

"Idih siapa juga yang mau nemenin lo? Pede nya buang jauh-jauh deh Za."

"Lo kan sekelas sama gue, ya pasti tiap hari bakalan terus nemenin gue. Lagian gue terawang lo itu bakalan jadi masa depan gue deh. Soalnya kita selalu nyambung gitu kalau ngobrol. Udah kayak kabel, nyambung terus," oceh Raffa.

"Apa sih nggak jelas banget lo. Anak bau kencur sok banget ngomong masa depan. Benerin dulu tuh cara pipis lo baru ngomongin masa depan."

Raffa tersenyum sambil menatap Letha. Cewek yang ditatapnya mendadak salah tingkah menyesali apa yang baru saja keluar dari mulutnya.

"Lo mau tau cara pipis gue nggak?"

"Apaan sih? Cabul lo!" Letha memalingkan wajahnya menutup rasa malunya.

"Enak aja gue cabul. Gue pedofil." Raffa tertawa.

"Lo bisa nggak sih kalo jawab tuh yang bener? Ngajak ribut mulu perasaan," sungut Letha kesal.

"Lo sensi amat sih kayak orang pms."

"Udah ah. Mending lo pergi deh, samperin cewek lo itu daripada gangguin gue mulu. Ambyar nih konsentrasi gue gara-gara lo," sungut Letha.

"Ngapain nyamperin dia? Mending liatin lo disini, adem dan menyejukan jiwa." Raffa memandang Letha yang sedang memeluk lututnya.

"Alah receh amat lo biji salak," jawab Letha seraya menoyor kepala Raffa.

"Tau aja lo kalo gue punya biji salak."

Letha mendengus mendengar kalimat Raffa barusan, "dajjal lo."

"Orang ganteng dibilang dajjal. Mata lo minus berapa sih Ra? Herman gue," tanya Raffa sambil bersandar pada batang pohon.

"Nggak, mata gue katarak."

"Perlu diobras dong Ra, ikut prihatin ya Ra." Raffa memasang wajah kasihan.

"Gue rasa, mending otak lo yang gue obras, atau gue permak aja biar IQ lo bisa melebihi Einstein. Gimana?" Letha mendengus kesal.

Raffa tertawa keras, "ide brilian Ra. Kok lo pinter banget sih, cocok buat jadi pendamping gue."

"Pendamping lo yang otaknya mirip biji ketumbar," seloroh Letha.

"Istri jangan bilang gituh sama suami, nanti durhaka loh," pungkas Raffa.

"Buaya laut kalau ngomong suka bikin tangan pengen nampolin orang," balas Letha seraya mengepalkan tangannya.

"Eh apaan itu tangan di kepal-kepalin gituh? Mau bikin es kepal milo ya?" tanya Raffa.

"Terserah deh. Mending lo pergi deh Za, susulin pacar lo sana daripada gangguin gue mulu,"jawab Letha sebal.

"Pacar mulu dari tadi. Udah gue bilang, gue itu jomblo fisabilillah."

"Tapi cewek itu ngikutin lo terus kemana-mana. Kalau bukan pacar terus apa dong?" Tanya Letha penasaran.

Raffa tersenyum dan melirik Letha, "lo cemburu ya?"

Dukkk...

Buku tebal yang dipegang Letha akhirnya melayang ke kepala Raffa membuatnya meringis kesakitan seraya mengelus kepalanya.

"Lo apa-apaan sih Ra? Sakit tau," Keluh Raffa.

Letha memutar bola matanya, "ya habisnya lo kalo ngomong suka ngawur sih. Mana ada gue cemburu. Mau lo pacaran atau gak, itu bukan urusan gue."

"Masa sih? Tapi kenapa lo penasaran sama cewek itu?" Raffa menaik turunkan kedua alisnya sambil tersenyum jahil.

"Ya... ya itu... gue kan udah bilang, gue gak mau dia salah faham aja," balas Letha kikuk.

Raffa mengangguk, "Cewek itu namanya Falisha, sahabat gue dari kecil. Dia emang sering ngikutin gue kemana-mana. Emang sih cowok ganteng turunan sultan mah susah dijauhin. Banyak fans nya," jelasnya sambil mengusap rambutnya sok kecakepan.

Letha mengumpat mendengar kalimat Raffa. "Selain sok kecakepan, lo itu songongnya nau'dzubillah ya Za. Dosa apa orang tua lo punya anak macem beginian?"

"Lo banyak-banyak istigfar deh Ra. Atau banyakin wudhu gitu biar mata batin lo kebuka, biar lo bisa liat aura ketampanan gue yang selalu terpancar."

"Yang ada gue malah liat temen-temen lo yang nggak kasat mata kalau buka mata batin gue," ujar Letha.

"Maksud lo, temen-temen gue makhluk gaib gitu?" tanya Raffa tak terima.

"Lo kan biangnya makhluk gaib Za."

"Mana ada makhluk gaib bisa napak ke tanah. Nih liat kaki gue napak." Raffa menginjak-nginjakan kakinya ke tanah.

"Waah iya ya lo bukan hantu, ganteng pula." Letha menatap Raffa takjub.

"Baru nyadar kalo gue ganteng?" Raffa menaik turunkan alisnya.

"Iya ganteng mirip Al."

"Algazali ya," jawab Raffa percaya diri.

"Alas kaki." Letha tertawa renyah melihat wajah Raffa yang terlihat menganga dengan mulut terbuka.

"Tawa lo bikin gue makin sayang deh," ucap Raffa.

"Remahan rengginang kalo ngomong perlu difilter biar bener," balas Letha.

"Itu udah difilter makanya yang keluar kata sayang, tadinya mau bilang cinta tapi takut ditolak."

"Nggak usah ngerangkap jadi buaya darat juga Za."

"Lo gak tau ya kalo buaya tuh tipe hewan setia? Kayak gue, selalu setia sama lo."

"Berisik lo kecrekan bencong," umpat Letha.

Letha menghela nafasnya pelan. Cowok di sampingnya ini tidak akan berhenti mengoceh. Setiap kalimat yang diucapkannya pasti selalu dibalas oleh Raffa. Namun di sisi lain hatinya selalu menghangat dan merasa nyaman jika sudah mengobrol dengan Raffa.

🍀🍀🍀

E

kspresi Letha saat Raffa nyerocos diselingi godaan yang gak abis-abis 😂😂
Gatel pengen nabok 🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top