*2*

Setelah sekian lama di Singapura, akhirnya kini Letha bisa kembali ke Indonesia dan melanjutkan kuliahnya di kampus pilihan ia sendiri. Bahagia pasti Letha rasakan, mengingat ia sudah lama tidak pulang ke Indonesia.

Dua tahun di Singapura, membuatnya merindukan kampung halamannya. Bukan sengaja ia bersekolah disana, namun Letha harus mengikuti mamanya yang kebetulan bekerja disana. Dan setelah penantian lamanya, kini ia bisa kembali ke tanah kelahirannya. Itupun karena mamanya dipindah tugaskan ke Indonesia.

Sepanjang koridor pikiran Letha masih tertuju pada Raffa dan cewek yang tadi tiba-tiba menghampirinya. Entah kenapa, ia merasa penasaran dengan cewek itu. Apa dia pacarnya Raffa atau...

Letha menepis pikiran itu. Untuk apa ia memikirkan hal yang bukan urusannya. Lagipula Letha baru pertama bertemu dengan Raffa. Tentu tak perlu memikirkan ada hubungan apa antara Raffa dengan cewek itu.

Jam masuk kuliah masih ada sekitar lima belas menit lagi. Letha masih berjalan sambil melihat ke sekeliling kampus barunya.

Setelah menunggu sambil melihat-lihat kampusnya, kini Letha mulai memasuki ruangan kelasnya. Disana sudah terlihat sedikit banyak mahasiswa yang duduk menunggu dosen. Namun matanya menyipit ketika melihat orang yang dirasa tak asing olehnya.

Orang itu tampak asik bercanda dengan cewek di sebelahnya. Letha hanya menghela nafasnya. Lalu berjalan santai walaupun lirikan dan sedikit sorakan mahasiswa di kelas itu sedikit mengganggunya.

"Lo anak baru ya?"

"Cantik euy!"

"Boleh kenalan nggak?"

"Nama lo siapa?"

"Berisik woy!"

Semua kata-kata yang keluar dari beberapa mahasiswa membuat Raffa mengalihkan pandangannya. Dia mengulum senyumnya saat Letha menghampiri bangku kosong yang berada tepat di samping kirinya.

Letha menjatuhkan bokongnya dan menopang dagu tanpa berminat membalas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan padanya.

"Kita ketemu lagi," bisik Raffa di belakang telinga Letha.

"Gue rasa lo itu hantu yang selalu ada dimana-mana."

"Mana ada hantu ganteng kayak gue."

"Gue lebih suka hantu nya yang ganteng dibanding lo," balas Letha sedikit menoleh ke arah samping.

Lagi-lagi Raffa tersenyum mendengar kalimat Letha.

"Gue hantu cowoknya, lo hantu ceweknya ya biar jodoh," celetuk Raffa.

Letha memutar bola matanya malas, "kalau gue ngehujat lo dosa nggak sih?"

"Mending jadian aja daripada hujat gue," jawab Raffa sekenanya.

"Lo ngajak ribut ya Za?"

"Ngajak jadian," pungkas Raffa tanpa dosa. Letha hanya tersenyum smirk tanpa menoleh ke arah Raffa.

"Gue rasa otak lo kurang asupan nutrisi," cibir Letha.

"Kurang belaian Ra. Mau belai gue nggak?" tanya Raffa ambigu.

Letha memutar bola matanya malas. "Gini nih kalo kecrekan bencong dikasih nyawa."

Raffa tertawa puas melihat ekspresi wajah cewek di sampingnya. Seketika tawa Raffa terhenti ketika dosen sudah memasuki ruangan kelas. Proses belajar pun dimulai walau sesekali Raffa melirik ke arah Letha yang tengah fokus mendengar penjelasan dosen.

🐾🐾🐾

Hari pertama mengikuti perkuliahan membuat Letha sedikit lelah. Mungkin karena ia harus mengurus surat pindah kampus itu lalu langsung mengikuti perkuliahan.

Cewek itu berjalan pelan di parkiran kampus yang terbilang luas. Setelah perkuliahan usai, ia berniat langsung pulang ke rumah. Sambil mengusap sedikit peluh di dahinya ia berjalan sambil melihat mahasiswa yang berlalu lalang.

Tanpa ia sadari sebuah motor sport melaju pelan dari belakang. Pemilik motor itu langsung melajukan motornya menghampiri Letha. Siapa lagi kalau bukan Raffa.

Tinnnn...

Suara klakson motor membuat Letha terperanjat kaget. Ia mengusap dadanya sambil menggerutu tak jelas.

Matanya memicing melihat sebuah motor berhenti tepat di hadapannya.

"Looo," teriak Letha melihat cowok di depannya yang sedang nyengir tak jelas.

"Lo itu kenapa sih ada dimana-mana? Mirip jelangkung tau ngga?" Omel Letha sambil menetralkan degup jantungnya.

"Datang tak dijemput pulang tak diantar dong," balas Raffa masih di atas motornya.

"Emang." Letha menjawab dan terus saja mengumpat.

"Lo tuh kurang kerjaan ya? Ngapain coba nglakson dari belakang? Mau bikin gue mati mendadak?"

"Jangan mati duluan dong Ra, gue kan belum kawinin lo. Nanti aja matinya kalau rambut kita udah sama-sama putih." Raffa tersenyum penuh arti.

"Pas pembagian otak, lo nggak hadir ya? Kuliah belum lulus udah mikirin kawin," seloroh Letha.

"Kan sebagai imam sholeh, gue harus punya planning. Biar hidup lo aman tentram dan damai di samping gue."

"Anak cebong minta ditabok." Letha mendengus kesal.

"Dipeluk aja gimana Ra?"

"Apa sih? Udah deh mending lo pergi, jangan ganggu gue. Kurang kerjaan banget sih," usir Letha.

"Jangan sekata-kata sama suami Ra. Gue itu punya kerjaan. Malah schedule gue banyak jadi gue nggak pernah kurang kerjaan. Anak sholeh gini nggak boleh nyusahin orang tua." Raffa menjawab dan menaikan kedua alisnya.

"Lo ngomong apaan sih? Gue nggak ngerti."

"Jangan bilang otak lo lemot ya Ra," tukas Raffa.

Letha melongo menatap Raffa dengan muka masam. Cowok di depannya, selain menyebalkan dia juga bisa membuat tensinya naik.

"Biji salak kalau ngomong suka mancing keributan ya?" Letha menatap Raffa sinis.

"Hahahhaa. Lo mau kemana?" Raffa bertanya tanpa membalas kalimat Letha.

"Dugem."

"Dugem kok siang-siang."

"Biar anti-mainstream." Letha mendengus sebal.

"Ketangkep satpol PP ntar yang susah kan gue. Dikiranya gue nggak bisa jaga istri sholehah gue. Padahal kan cowok ganteng, baik, rajin, sholeh masyaallah alhamdulillah ini selalu jagain istrinya."

"Lo emang hujatable banget ya Za. Begonya udah sampe DNA. Mesti di daur ulang."

"Gue bukan sampah yang harus di daur ulang Ra. Lagian kenapa sih lo doyan banget hujat gue?" Tanya Raffa.

"Gimana gue nggak ngehujat lo, baru ketemu lo udah panggil suami-istri sama gue. Belum lagi sifat lo, tadinya dingin kayak es, tiba-tiba jadi anget kayak wedang jahe," celoteh Letha hingga membuat Raffa terkikik.

"Tapi lo suka kan?"

"Za, kalau mau ngehalu jangan di siang bolong kayak gini."

"Ngehaluin lo nggak apa-apa kali. Nggak dosa juga."

"Lo nggak malu apa, baru kenal sama gue, lo udah ngebacot sana sini." Letha mendengus kasar.

Raffa mengabaikan umpatan Letha. Entahlah kenapa ia jadi senang kalau sudah menjahili Letha. Padahal mereka baru berkenalan hari ini.

"Lo mau pulang bareng nggak?" tawar Raffa.

"Lo ngajak gue?" Letha menunjuk ke arah dirinya sendiri.

"Nggak, gue ngajak kodok di sawah," gerutu Raffa.

Letha mengulum senyum. Walaupun Raffa menyebalkan tapi Letha suka dengan sifat Raffa yang terbilang humoris dan juga baik.

"Heh, malah bengong. Mau nggak?"

"Nggak deh. Gue bisa pulang sendiri," tolak Letha.

"Lo nggak kasian apa, masa cowok ganteng pakai motor sport gini nggak bawa cewek. Apa kata mbah mijon? Bisa-bisa gue dikatain jomblo fisabilillah."

"Sales panci kalau ngomong panjang mulu. Dari tadi ngebacot aja."

"Makanya naik sini. Gue jamin gue bakal bawa lo pulang dengan aman selamat sehat sentosa dan sejahtera. Lo kan barang antik."

"Lo kebanyakan makan micin ya Za?"

"Kebanyakan dosa. Udah sini cepet naik," titah Raffa sekali lagi.

"Iya-iya gue na---"

"Faza!!" teriak seseorang dari belakang mereka.

Otomatis Raffa dan Letha menoleh ke arah pemilik suara itu. Seorang cewek berambut pirang berlari menghampiri mereka dengan nafas tersengal.

"Aku cariin kamu dari tadi loh. Kenapa sih nggak nungguin aku? Kamu lupa ya sama aku? Jahat banget sih!" Falisha menggerutu tak jelas.

Letha hanya tersenyum melihat Falisha. Sumpah, rasanya Letha ingin muntah mendengar nada manja yang seolah dibuat-buat.

"Kamu kok disini sama--" cewek itu melirik ke arah Letha.

"Dia Naura, temen satu kelas kita. Mahasiswa baru juga di kampus ini," kata Raffa menjawab rasa penasaran cewek itu.

"Oh. Aku cariin kamu dari tadi tau nggak. Ayo pulang," ajak cewek itu.

"Sha, tapi gue--"

"Iya tau, kamu mau mampir ke caffe dulu," potong cewek itu yang tak lain adalah Falisha.

"Bukan gitu tapi gue--"

"Bawel ih. Ayo tancap gas, aku pengin kopi racikannya Aira nih." Lagi-lagi Falisha memotong ucapan Raffa. Mau tak mau Raffa mengalah daripada harus mendengar ocehan-ocehan Falisha.

"Ra, gue duluan ya. Sorry ya, gue nggak jadi anterin lo. Tapi lain kali lo boleh kok ngerasain motor sultan gue," kata Raffa songong.

Letha hanya tersenyum sekilas. Tanpa menunggu balasan Letha, motor sport Raffa langsung membelah jalanan. Letha menghela nafasnya.

"Buang-buang waktu gue aja. Kalau tau kayak gini gue pulang duluan aja tadi. Nggak mikir apa gue udah cape-cape berdiri disini, balesin komentar-komentar dia yang unfaedah, eh ujung-ujungnya gue malah ditinggal." Letha mengusap dadanya sambil menghembuskan nafas berkali-kali.

"Untung ya hati gue buatan Tuhan, coba kalau buatan manusia, udah hancur berkeping-keping nggak ngebentuk lagi."

Letha mulai berjalan pelan sambil mencari taxi yang melewati gerbang kampusnya. Letha memang tidak diperbolehkan membawa kendaraan sendiri, pasalnya ia masih belum tahu arah jalan Jakarta setelah lama di Singapura.

☘️☘️☘️

Si ganteng Raffa dan si cantik Letha menyapaaa !!!!  😍😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top