Lembhuswana-Garuda kepada Mada: 2020-07-04, 10.40 WIB, Batavia

Warna merah pada koridor yang dilihat oleh Nyemil berubah menjadi biru gelap. Di hadapannya, Sniper PMC Anik Emas berlutut dengan lubang di kepala dia. Semua ruangan sunyi.

"...Mi.a. Mil... Milla. .Amilla! Camilla! CAMILLA!"

Jawa 1 berteriak kepada Nyemil yang membeku di hadapan tubuh PMC. "Mengapa kamu melakukannya?!" bentak Jawa 1.

"Kita bisa memeras informasi dari dia!" lanjut Jawa 1. "Ini peperangan! Kita memerlukan informasi dari segala sumber yang kita dapatkan!"

Nyemil tidak menanggapi Jawa 1. Dia pun tidak menghadap wajah Jawa 1.

Kesunyian menyelimuti koridor tempat Tim Panca Garuda berdiri.

Kemudian, garis bibir Nyemil membelah. Dengan suara dingin dia berkata, "Dia layak untuk mati."

Suara dingin Nyemil ditemani oleh suara lain. Suara itu semu, tidak terdengar oleh rekannya yang penuh dengan adrenalin. Suara penyesalan.

Warna biru gelap yang dilihat oleh Nyemil adalah penyesalan. Dia menyesali telah membunuh Sniper PMC Anik Emas itu. Dia menyesali karena dia tahu dan setuju dengan Jawa 1 bahwa mereka bisa memeras informasi dari Sniper itu.

Dan kesempatan itu sudah berlalu.

Sebelum perdebatan Jawa 1 dan Nyemil memanas, tekanan ruangan dialihkan oleh Wijart. Helaan nafasnya menggetarkan udara koridor lantai dua, gedung selatan. Wajahnya menghijau melihat mayat di hadapannya. Dia terngiang wajah Sarjen Lembhuswana yang menatap kosong kepada permukaan jalan dengan kepalanya yang tinggal setengah. Inilah pengalaman pertama dia melihat seorang terbunuh tepat di depan matanya.

Wijart menghadap ke dinding bangunan sambil menarik perhatian Nyemil dan Jawa 1, "Sebelum kalian berkelahi, siapa yang akan memimpin kita? Kita baru saja kehilangan sarjen, tetapi kita tetap memerlukan penanggung jawab tim."

"Oz benar," balas Jawa 1 mengalihkan situasi. "Kita memerlukan seseorang untuk memimpin tim ini untuk sementara. Siapa yang ingin menjadi kandidat kira-kira?"

"Gua bisa!" sahut Mochi sambil melipat lengannya dengan bangga, menunjukan otot kulinya. "Kalian melihat kemampuan gua memanjat gedung kan? Kalian bisa percaya pemimpin yang kuat!"

...

"Saat ini kita membutuhkan seorang yang bisa mengambil keputusan dalam situasi genting," ucap Jawa 1 mengabaikan Mochi. "Ini peperangan. Harus ada satu orang yang mengambil keputusan dan mengarahkan kemampuan masing-masing anggota tim."

"Pak DeBubone," potong Oz dengan wajah yang datar. "Terima kasih atas sanggahannya yang singkat padat dan jelas."

Mochi hanya tersenyum bangga dan semakin memompa otot kulinya di hadapan tim.

"Tetapi, yang kita butuhkan saat ini adalah otak," lanjut Wijart menyindir halus Mochi. "Pras, mohon maafkan kami. Teruskan."

"Dengan itu," lanjut Jawa 1 meneruskan pembukaan forumnya. "Saya mengajukan Ozora dan Camilla sebagai kandidat," ucap Jawa 1 dengan nada datar penuh otoritas.

"Ozora merupakan kandidat yang baik walaupun dia tidak memiliki pengalaman pelatihan militer. Tetapi, aku bisa menjamin kepintaran dan kecerdikannya untuk memimpin kita selama misi ini." jelas Jawa 1 kepada keseluruhan Tim Panca Garuda. "Terlihat di lapangan ketika Oz berinisiatif mengamankan dokumen dari almarhum sarjen kita. Dia mendahulukan kepentingan misi ini."

"Camilla juga kandidat yang cocok, terutama karena pengalamannya sebagai anggota resimen mahasiswa. Dia memiliki fisik dan pertimbangan taktik yang bagus. Dia membuktikannya dengan menumbangkan musuh kita di tempat ini. Hanya saja...," Jawa 1 terhenti sejenak.

"Hanya saja kejadian ini," lanjut Jawa 1 sambil menunjuk kepada tubuh Sniper PMC Anik Emas yang terbaring di atas darahnya. "Kejadian ini menunjukan emosimu masih mengendalikan kamu Camilla."

"Terima kasih Pras," balas Wijart. "Benar, Nona Camilla memiliki kemampuan yang kita butuhkan dalam dunia perang. Saya sangat yakin dia dapat memimpin kita dalam peperangan ini dengan ilmu taktiknya yang dia pelajari sebagai MENWA. Yang juga dibuktikan dalam eksekusi misi ini."

"Tetapi kejadian ini," lanjut Wijart sambil menelan muntahnya yang akan keluar. "Kejadian ini membuat saya sedikit ragu. Hal terpenting dalam misi perang ini adalah informasi. Di sisi lain, saya yakin Nona Camilla bisa memimpin jika dia mengesampingkan emosinya dan mendahulukan perihal tersebut kedepannya."

"Jika saya yang memimpin," alih Wijart. "Saya akan mencoba memimpin tim ini agar menyelesaikan misi ini dengan damai. Saya berharap kita semua selamat selama peperangan ini. Saya tidak suka konfrontasi, apalagi perang. Dan saya harap peperangan ini bisa selesai dengan damai karena kita."

Jawa 1 menarik Wijart ke samping ketika dia mendengar kata-kata itu. "Lu yakin bisa melakukan misi ini dengan damai, dalam kondisi perang ini? Itu jalur yang sulit." 

"Gua harus bisa. Tidak ada salahnya mencoba Pras. Nanti kita lihat lah," balas Wijart naif.

"Baiklah. Tetapi ingat, sebagai pemimpin lu harus bisa ngambil keputusan yang sulit. Kuatin hati lu."

"Tenang. Ini juga untuk ibuku. Gua harus kuat. Lu juga."

"Lu ga usah khawatirin gua. Tenang," balas Jawa 1.

Nyemil menyambung forum ketika Jawa 1 dan Wijart kembali memandang dia. "Aku mengakui tindakan itu berlebihan dan berjanji untuk tidak mengulanginya."

"Untuk pemimpin yang dipilih harus bisa mengambil keputusan dengan tegas," ucap Nyemil dengan menatap dingin ke arah Wijart berdiri. Dia kemudian kembali menghadap keseluruhan tim "Karena ini tentang kehidupan kita semua. Siapapun yang dipilih, itu adalah pilihan bersama, tidak ada yang boleh menentang."

"Ingat, kita berada di dalam medan perang dan peperangan adalah kekacauan. Pertimbangan taktik selalu diutamakan agar tindakan berisiko tinggi seperti yang dilakukan oleh Ozora tidak perlu terjadi. Tapi, itu hanya koreksi saja."

"Aku percaya aku atau Oz adalah kandidat yang sesuai. Tapi, aku percayakan pilihannya pada kalian. Dan siapapun yang dipilih, aku akan mengikuti."

"Untuk tindakan saya yang ekstrim," balas Wijart kepada komentar Nyemil. "Saya melakukan itu karena fokus untuk mengamankan dokumen yang menjadi kepentingan misi kita. Mohon maaf jika itu membahayakan tim, namun ini misi militer pertama saya. Kedepannya akan saya perbaiki strategi saya. Terima kasih atas evaluasinya Nona Camilla."

"Ingat," potong Jawa 1. "Pemimpin yang kita pilih ini hanya pemimpin sementara. Kita semua masih pangkat rekrut. Ketika misi ini selesai, APNI akan memberikan kita sarjen yang baru untuk memimpin kita. Jadi, jangan ada rasa dengki dan harus saling menghormati."

"Sekarang, apakah ada tanggapan?" lanjut Jawa 1 menanyakan kepada sisa tim.

Jawa 2 yang sebelumnya terdiam membuka mulutnya. "Karena luapan emosi Camilla, saya memilih Oz sebagai pemimpin tim ini."

Jawa 1 mengangkat tangan kanannya dan menyatakan, "Aku memilih Oz."

Dengan itu, keseluruhan Tim Panca Garuda sepakat untuk dipimpin oleh Wijart.

Raut wajah Mochi yang sebelumnya bangga akan ototnya berubah menjadi tegang. "Kita semua sudah sepakat kan?" sahut Mochi dengan nada khawatir. "Kita harus keluar dari tempat ini sekarang. Gua merasakan perang besar mulai turun ke sini dari utara."

"Mochi benar," Wijart kembali membalas. "Kita harus segera meninggalkan tempat ini. Semuanya ke Kereta Shiva!"

Keseluruhan tim bergerak mengikuti Wijart yang berlari di depan mereka.

Mereka menuruni tangga darurat gedung selatan. Kemudian, mereka meneruskan berlari di koridor lantai satu gedung selatan.

Namun, adrenalin yang dirasakan oleh Tim Panca Garuda memberikan mereka kacamata kuda. Mereka tidak menyadari, salah satu anggota tim mereka menyelinap keluar dari barisan tim. Jawa 1 menghilang dari Tim Panca Garuda.

Tidak ada yang menyadari kepergian Jawa 1 hingga mereka menyeberangi parkiran Markt Unie. Wijart mulai menoleh kepada anggota tim yang di belakangnya, "Kalian melihat Pras ke mana?"

"Apa?" tanya Mochi membalas. 

"Aku tidak tahu juga?!" sambung Nyemil dari belakang. "Tapi kita tidak bisa khawatir sekarang! Aku sudah bisa mendengar deru perang semakin mendekat!"

"Tetapi...," Wijart berusaha menyanggah.

Nyemil menghentikan sanggahannya dengan meneruskan, "Kita punya radio dan alat komunikasi lain! Kita bisa menghubungi Pras nanti. Sekarang, kita berdoa saja dia baik-baik saja."

Wijart hanya bisa berdiam dan berlari menghadap Kereta Shiva. Dia memandang ke depan dengan penuh kekhawatiran.

Kekhawatiran Wijart teralih sementara ketika Jawa 2 menyahut "Siapa yang  akan membawa mobil?"

"Aku bisa," balas Mochi bangga mengangkat tangannya.

Wijart, Jawa 2, dan Nyemil menatap ragu dan takut ketika mendengar pernyataan itu.

"Kenapa?" balas Mochi kepada tatapan Tim Panca Garuda. "Aku beneran bisa."

"Ng...," Wijart ingin mengutarakan ketidaknyamanannya kepada Mochi. Sayangnya, dia tidak sempat.

BLARRR!!! RATATATA!!! DRRRRR!!!

Peperangan besar semakin mendekat ke area Markt Unie. Puing-puing ledakan gedung mulai merintik di timur Kereta Shiva.

"Cepat masuk ke dalam Kereta Shiva!" teriak Jawa 2 panik.

Dan seluruh Tim Panca Garuda masuk ke dalam Kereta Shiva. Mereka berlindung di balik tameng baja yang telah di las kepada tubuh kendaraan itu.

Jawa 2 dan Mochi berlari ke dalam ruang kemudi. Sedangkan Wijart dan Nyemil berlindung di dalam bak penumpang.

"Sekarang kita ke mana?" tanya Mochi dari jendela belakang ruang kemudi Shiva.

Seluruh Tim Panca Garuda menatap dan menunggu arahan dari Wijart yang terduduk di atas kursi. 

Wijart hanya dapat menatap lugu kepada rekan-rekannya yang menatapnya serius. "Ah..., oh ya saya ketua tim yang disetujui."

"Almarhum Sarjen memberikan kita dua objektif untuk menguntungkan kita," sambung Wijart. "Objektif pertama adalah untuk mendapatkan dukungan tenaga dari Universitas Nusantara dan dukungan tenaga dari PTK2T (Persekutuan Tenaga Kerja Kuningan Timur) (1)."

"Saya cukup mengenali ketua BEM Universitas Nusantara, Bahari Ciputra. Saya tahu kita dapat mendapatkan dukungan dan kerja sama yang lebih mudah," jelas Wijart kepada Tim Panca Garuda.

"Di sisi lain, kita akan mendapat tenaga kerja yang lebih ahli jika mendahulukan PTK2T. Juga, lokasi mereka lebih dekat dari Markt Unie," ucap Wijart. 

"Menurut anda bagaimana Nona Camilla?" tanya Wijart kepada Nyemil.

"Aku tidak punya kuasa di sini. Apapun yang kamu pilih, aku akan mengikuti apa yang ketua katakan."

Wijart menatap keras kepada peta di tangannya. Darah memompa neuron di dalam kepalanya, mempertimbangkan area yang lebih strategis. 

"Jadi ke mana?!" ucap Mochi yang semakin panik karena indera persepsinya yang terstimulasi berlebih. Lemak pada tubuhnya digetarkan oleh perubahan udara peperangan, gendang telinganya berderu oleh suara senjata, dan matanya memanas karena rasa khawatir.

"Kita ke Universitas Nusantara!" perintah Wijart kepada Mochi sebagai supir Tim Panca Garuda. "Kita mendahulukan objektif yang paling mungkin dinyatakan terlebih dahulu."

Mochi mengiyakan perintah tersebut dan menginjak pedal Kereta Shiva. Mesin diesel meraung di tengah badai debu peperangan yang mulai mendekat. Mereka akhirnya meninggalkan Markt Unie.

Walaupun jarak mereka sangat tipis dengan mendekatnya peperangan antara kekuatan masyarakat dengan kekuatan PMC, mereka berhasil meninggalkan area tanpa terluka. Shiva tidak menghiraukan beberapa bebatuan dan kuningan yang melukai kulitnya.

Jalur yang mereka lalui relatif lebih tenang dari perjalanan mereka sebelumnya dari Universitas Trisakti. Namun, pemandangan mereka tetaplah suram dihias oleh rumah-rumah warga yang runtuh. Terkadang mereka melihat seorang anak mencari makan dari tong sampah besi.

Wijart, orang yang cukup empatik, berupaya untuk menelan hatinya melihat situasi di luar Kereta Shiva. Dia mengalihkan perhatiannya dari celah bak penumpang yang membocorkan dunia luar, berharap hal itu tidak mempengaruhinya. Padahal dia tahu kesedihan di luar akan selalu mengganggunya.

Kekhawatiran Wijart terhadap Jawa 1 pun menambah beban hatinya. Dia menyempatkan untuk mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Jawa 1.

[Pras, lu di mana?]

***

Tim Panca Garuda tiba di Universitas Nusantara pada pukul 12.10 WIB. Mochi menghentikan Kereta Shiva di pojok tenggara kompleks universitas, memberikan Tim Panca Garuda perlindungan taktikal yang cukup bagus.

Keseluruhan Tim Panca Garuda bergegas menuju pagar Universitas Nusantara. Di depan mereka, terdapat dua bis yang tumbang karena telah menabrak pagar universitas. Mereka menggunakan tubuh bis itu untuk berlindung dan menyusun strategi lapangan.

Nyemil menyampaikan dengan sandi bahwa dia akan memindai lingkungan dari celah reruntuhan bis dan gerbang Universitas Nusantara. Sandinya diterima oleh keseluruhan Wijart dan keseluruhan tim.

"Aku  melihat ada dua anggota PMC Anik Emas di lapangan parkir," sampainya kepada Tim Panca Garuda. "Di kiri ada gedung kecil tingkat dua. Tapi, aku cuma bisa lihat siluet alat kantor saja. Yang terakhir adalah gedung kampus di kanan –" 

"Aku menyelinap ke gedung admin deh untuk memerik -," potong Jawa 2 terhadap laporan Nyemil kepada tim.

Nyemil membalas potongan laporan Jawa 2. Dia menatap dingin dan tajam kepada Jawa 2. "Jangan asal ambil inisiatif secara sembarang. Lihat dulu keputusan ketua tim."

Saat Nyemil selesai menyampaikan pesannya, Tim Panca Garuda menatap kepada Wijart dengan penuh perhatian. Mereka menunggu keputusan Wijart.

Wijart membalas pandangan mereka dengan penuh kebingungan. Beberapa detik berlalu hingga dia kembali ingat, "Saya pemimpin sementara Tim Panca Garuda," di dalam kepalanya.

"Oh iya, saya pemimpin tim saat ini," ucapnya kepada tim. "Ada dua gedung ya? Gedung Kampus dan Gedung Admin. Gedung Admin ada di depan mata sih, tetapi saya khawatir akan jumlah musuh yang mungkin menunggu kita di dalam."

Nyemil membalas gumaman Wijart dengan menyahutkan, "Kamu jangan khawatir dulu atau berasumsi musuhnya banyak. Cari tahu dulu. Investigasi bangunannya dulu.

"Setelah investigasi, baru kamu ambil keputusan sebagai pemimpin."

Wijart mengerenyitkan dahinya dengan keras. Dia memproses dan menimbang variabel yang bisa dilihat matanya saat ini agar timnya dapat meneruskan tugas dengan risiko terendah.

Akhirnya Wijart memutuskan, "Kita dahulukan gedung admin. Saya masih khawatir akan apa yang mungkin menunggu kita, tetapi, seperti kata Camilla, akan lebih baik kita pindai terlebih dahulu. Mengumpulkan informasi."

"Baiklah," terima Nyemil. "Yang lain?"

"Gua ikut bos saja," jawab Mochi dengan lugu.

Jawa 2 hanya mengangguk mengiyakan.

"Sekarang," lanjut Wijart. "Kalian ada yang muat dari celah ini kah?" tanyanya kepada Tim Panca Garuda sambil menunjuk kepada celah antara bis dan pagar Universitas Nusantara.

Nyemil mencoba untuk menyelip dari celah yang ditunjuk oleh Wijart. Sebagian tubuhnya dapat masuk, tetapi dia terhadang. Dia menatap ke bawah, kepada 'aset' pribadi yang menghadang inisiatifnya.

Dia melaporkan halangan ini kepada Wijart menggunakan wajahnya. Dia memberikan raut wajah yang kesal dan pasrah akan 'halangan' yang dia hadapi.

Wijart hanya bisa membalas, "Hanya Pras saja yang muat dari celah ini. Dia ke mana sih?! –"

Sebelum Wijart bisa melanjutkan kalimatnya, Mochi memberikan saran kepada tim "Kita bisa saling topang. Gua kuat ngelempar kalian untuk nyebrang pagar."

Keseluruhan tim menatap Mochi. Dari wajah Wijart, Nyemil, bahkan Jawa 2 sedikit terkejut Mochi mampu memberikan saran yang cukup masuk akal. Cukup masuk akal untuk standar Mochi.

Wijart menyadarkan dirinya dari keterlenaan dan mengafirmasi saran Mochi. "DeBubone, Jack, kalian berdiri di sana!" perintah Wijart sambil menunjuk kepada pilar beton yang menahan teralis pagar pada kanan mereka.

"Nyemil?" tanya Wijart memastikan Nyemil siap.

Nyemil hanya membalas dengan anggukan. Wajahnya pun dipersiapkan agar memperlakukan situasi ini dengan serius.

Mereka berdua melompat pagar dengan topangan Mochi dan Jawa 2. Kemudian mereka mendarat sempurna di atas permukaan parkiran mobil Universitas Nusantara dengan kedua kaki mereka.

Mochi dan Jawa 2 menyusul dengan memanjat teralis secara sunyi. Mereka tidak ingin mengundang perhatian dari kedua PMC yang mengawasi parkiran dari antara gedung kampus dan gedung admin.

Wijart melambai kepada Mochi dan Jawa 2 yang menyusul agar berlindung pada sisi selatan Gedung Admin Universitas Nusantara. Posisi gedung tersebut cukup strategis untuk menyembunyikan mereka dari perhatian kedua PMC yang mengawasi di tengah lapangan parkir.

Nyemil mengintip melalui jendela selatan lantai 1 gedung admin. Dia hanya mendapati menara-menara yang terdiri dari dokumen-dokumen kampus yang terbengkalai. Beberapa kursi tidak tertata, sepertinya karena terhempas oleh pekerja yang mengevakuasi diri.

Di atas bingkai jendela, Nyemil mendapati sebuah penghapus terbaring diatasnya. Kunci bingkai jendela itu tidak ditempat.

"Jendelanya tidak terkunci. Aku akan masuk untuk mengumpulkan informasi," sampai Nyemil kepada Wijart.

"Baiklah, saya akan ikut dengan nona," balas Wijart kepada Nyemil.

"Untuk kalian berdua," lanjut Wijart menatap kepada Mochi dan Jawa 2 yang berdiri di belakangnya. "Saya mohon awasi lapangan ini. Pastikan tidak ada PMC yang mendekat. Paham?!"

Mochi dan Jawa 2 membalas dengan anggukan serius kepada Wijart. 

Nyemil mendahului Wijart dengan mengangkat jendela. Kemudian, dia meletakkan kakinya dengan lembut di atas permukaan keramik. Kertas-kertas dokumen bergoyang, namun tanpa suara.

Nyemil meneruskan langkah sunyinya hingga mencapai dinding di utara pandangannya. Dia menempelkan punggungnya pada dinding, mengintip dan memindai koridor gedung admin dari bingkai pintu kantor yang telah penuh retak.

Wijart menyusul di belakang Nyemil. Dia memanjat jendela yang telah di buka oleh Nyemil dan berhati-hati mendaratkan kakinya pada permukaan lantai.

Namun, koordinasi Wijart yang payah mematahkan kesunyian pergerakannya. Dia tidak menyadari keberadaan menara kertas di bawah kakinya dan tanpa sengaja menendangnya.

Flap! Flap! Flap!

Menara kertas yang ditendang tanpa sengaja oleh Wijart bersuara dan bergema di lorong gedung admin. Nyemil menanggapi gema suara dan kesalahan Wijart dengan mata melotot penuh penghakiman.

"SIAPA ITU!" teriak salah satu penghuni gedung admin.

Nyemil mengayunkan lengannya, mengarahkan Wijart untuk berpindah tempat. Dia berdiri jelas di hadapan bingkai pintu yang menganga kepada koridor.

Wijart mengikuti arahan Nyemil dan berlindung di balik meja kantor di kanannya. Kedua lututnya dilekukan, menurunkan badannya agar sejajar dengan tinggi meja.

Nyemil menatap kepada Wijart dan meminta dia diam menggunakan sandi jari. "Ini cuma gua!" teriak Nyemil berusaha mengalihkan perhatian mereka. "Lagi patroli!"

Suara Nyemil terdengar penuh keyakinan dan otoritas saat menyampaikan tipuannya. Dengan itu, penghuni gedung admin percaya dengannya, "Oh, siaplah! Situasi aman ya?!"

"Aman!"

Nyemil masih kesal, dia menatap emosi kepada Wijart. Tatapannya lebih tajam daripada pisau skalpel untuk operasi.

Wijart hanya bisa membalas dengan senyuman risi dan penuh penyesalan atas kelalaiannya.

Nyemil akhirnya melepaskan emosinya dan meneruskan misi. Dia kembali meminta Wijart untuk tetap menjaga ketenangan karena ia ingin mengumpulkan informasi menggunakan seluruh inderanya.

Telinga kiri Nyemil ditempelkan kepada dinding gedung admin. Dia mencari jumlah personil yang berada di dalam gedung admin melalui getaran pada permukaan dinding dan udara.

Dari hasil pindaiannya, dia mendapati keberadaan tiga orang. Dua orang di dalam gedung terdengar jelas merupakan anggota PMC. Dia mendengar keduanya membahas kesulitan yang mereka hadapi saat ini untuk memenuhi perintah atasan mereka.

"Orang ini tangguh juga. Wajahnya sudah lebam dan dia tetap tidak memberikan petanya," ucap salah satu PMC.

"Bingung gua. Kalo kita lanjut, dia bisa mati dan kita ga bakal dapat peta yang diminta bos," balas rekan PMC itu dengan nada sedikit kesal. "Ribet banget sudah."

Suara ketiga yang didengar oleh Nyemil hanyalah suara seseorang yang kesulitan bernafas. Dia menyimpulkan suara ini adalah milik orang yang dimaksud oleh para PMC untuk diinterogasi.

Wijart dari balik meja memberikan sandi kepada Nyemil, menanyakan ada berapa orang di dalam ruangan ini.

Dari kacamata MENWA Nyemil, Wijart hanya melambai-lambaikan lengannya bagai pantomim. Tetapi, dia mengerti maksud dan tujuan dari lambaian tangan Wijart.

Dia membalas pertanyaan Wijart, menyesuaikan dengan kurangnya pemahaman Wijart terhadap sandi sandi militer. Pertama, Nyemil menyandikan angka dua dan diikuti oleh pistol jari untuk memberitahukan keberadaan dua musuh di ruangan. Kemudian, dia meneruskan menyandikan angka satu yang diikuti dengan kepalan tangan untuk menandakan seseorang yang diikat.

Wijart memahami pesan yang disampaikan oleh Nyemil, walau dia memerlukan sedikit waktu untuk memahaminya.

Dia membalas pesan Nyemil dengan memberikan tanda "OK."

Keduanya berkoordinasi untuk meneruskan dan memindai ruangan secara langsung. Nyemil meminta Wijart untuk diam dan menunjuk ke luar ruangan, menandakan ia akan keluar.

Wijart membalas mengiyakan dan menandakan bahwa dia akan ikut juga.

Nyemil melangkah secara sunyi dan menempelkan punggungnya kepada dinding di utara koridor. Di barat posisinya, dia dapat melihat sebuah pintu yang terbuka. 

Dia mendorong celah itu untuk mengintip ke dalam. Ruangan itu gelap. Namun, bocornya cahaya matahari dapat memberikan impresi keberadaan orang-orang di dalam. Dua orang berdiri menghadap satu orang yang terduduk di atas kursi. Di punggung kedua orang yang berdiri, cahaya memantulkan jejak laras panjang.

Di timur gedung admin, Wijart mendapati dua ruangan kecil ruang kecil diposisikan di selatan gedung. Dua ruang kecil itu adalah kamar mandi. Sebuah tangga menuju lantai dua gedung admin terlihat di arah kiri pandangan Wijart.

Nyemil dan Wijart bertemu di pertengahan koridor dan area toilet. "Aku menemukan ada tiga orang di ruangan utara gedung ini," lapor Nyemil kepada Wijart dengan berbisik.

"Aku mau mencoba sesuatu," lanjutnya. "Tolong percayakan padaku."

"Baiklah," balas Wijart kepada Nyemil berbisik. "Laksanakan."

"Kamu sembunyi di toilet sana, biar kita tidak ketahuan oleh mereka."

Nyemil mempersiapkan mentalnya dan ia berteriak dengan penuh otoritas. "Ada laporan! Beberapa milisi lokal terlihat di gerbang depan!"

Suara Nyemil begitu meyakinkan dan menggelegar penuh otoritas, kedua PMC yang berada di dalam ruangan tergerak percaya. "Siap, dimengerti!" teriak mereka mengkonfirmasi.

Kedua PMC bergegas berlari keluar ruang kantor. Fokus dan gegas kedua PMC memberikan mereka kacamata kuda. Mereka tidak menyadari keberadaan Nyemil yang persis di belakang mereka, menempel pada dinding koridor. Juga keberadaan Wijart yang memunculkan kepalanya dari bingkai pintu kamar mandi.

Nyemil menghadap Wijart dan memberikan sandi bahwa lingkungan sudah aman.

Wijart membalas dengan mengangkat jempolnya sambil mempersiapkan laras panjangnya untuk berjaga-jaga. Kemudian, dia menunjuk kepada radio yang berada di pinggangnya, mengabarkan keputusan dia untuk meradio kedua rekan yang menunggu di selatan gedung kepada Nyemil.

 "DeBubone, Jack Sel, setelah kalian melihat dua anggota PMC Anik Emas berlari ke gerbang, mohon segera memasuki gedung admin!"

"Mengerti!" sampai Mochi dan Jawa 2.

Mochi dan Jawa 2 melihat kedua PMC yang dilaporkan oleh Wijart berlalu di hadapan mereka. Mereka bergegas memasuki ruang kantor yang baru saja ditinggalkan oleh kedua PMC.

Di dalam, mereka menemukan Nyemil berdiri di sebelah bingkai pintu. Laras panjangnya dipersiapkan untuk mengamankan ruangan. Wijart berdiri di hadapan seseorang yang duduk terikat di atas kursi lipat besi.

Wajah orang itu tidak dapat dikenali karena penuh dengan lebam. Darah mengalir dari wajahnya hingga ke perbatasan antara dada dan perut pada kemeja krem yang ia gunakan. Pelupuk mata, pipi kanan, dan bibir bawah kirinya bengkak dan lebam, hasil dari 'interogasi' oleh para PMC. Nafas yang ia tarik begitu berat seakan dia tenggelam oleh darahnya sendiri.

Dari balik nafas yang ditariknya ia berkata "Hagh.., haah..., hagh..., haah..., aku sudah..., menung..., gu.., kal.., hagh..., haah..., kalian. Haaagh...., Tim Panca..., Garud..., haah..."

Wijart mengenal suara yang keluar dari mulut orang itu. "Tunggu dulu. Suara itu, Bahari?!"

"Haagh..., halo..., Oz..., hooh-ra, su..., dah..., haagh..., lam-haah tid-haakh ke..., temu."

Nyemil merasa risih mendengar perbincangan ini. Dia langsung bergerak dan mengambil peralatan medis yang dia bawa di ransel pinggangnya.

Wijart menyadari inisiatif Nyemil, dia berkata "Oh iya, tolong bantu dia," kepada Nyemil.

Nyemil mengabaikan pesan Wijart dan meneruskan inspeksinya terhadap Bahari. Lengannya dirabakan pada permukaan dada Bahari. Dia mendapati pergerakan udara di antara paru-paru dan rongga dada Bahari.

Perangkat medis yang diberikan oleh APNI tidak memiliki perangkat paku atau sejenisnya untuk kondisi seperti ini. Dengan itu, Nyemil menggunakan belatinya untuk menusuk rongga dada itu.

Jleb!

"HHAAAAGGHHH!!!! HAH, HAH, hah, haaaahhh.....," udara dan cairan memar di antara rongga dada dan paru-paru mengalir keluar dari permukaan kulit dada Bahari.

"Terima kasih," lanjut Bahari.

"Sama-sama," balas Wijart.

"Bukan kamu!" balas Bahari. "Dia," ucapnya menunjuk kepada Nyemil menggunakan kepalanya.

Nyemil hanya diam dan meneruskan proses medis membersihkan lukanya. "Ini akan sakit. Tahan!" ucap dia kepada Bahari. Dia mengeluarkan stepler medis untuk menutup luka.

Dia meneruskan tindakan medisnya ke wajah Bahari. Dia mengambil pisau bedah yang disediakan oleh APNI dan menggunakannya untuk membuka luka pada kelopak mata Bahari. Dia meneruskan dengan memberikan betadine dan perban kepada pelupuk mata itu. 

Nyemil memotong tali yang mengikat Bahari setelah tindakan medis yang diberikan usai. Dia mundur dari tempat Bahari terduduk seiring Bahari membuka matanya secara perlahan.

Ketika Bahari berdiri, semua Tim Panca Garuda dapat melihat perawakannya lebih jelas. Mata dia gelap karena kurang tidur dan menatap dengan dingin kepada dunia. Dari wajahnya yang tirus hingga bahasa tubuhnya yang kurus, tidak ada setitik emosi terlihat oleh Tim Panca Garuda. Rasa takut, rasa amarah tidak tergambar darinya.

"Aku berterima kasih kepada kalian. Selain Ozora, perkenalkan, aku Bahari Ciputra. Aku ketua BEM Universitas Nusantara," ucapnya dengan nada yang dingin dan datar. Suara yang dia keluarkan sedikit menyeramkan karena tidak ada satu emosi pun terdengar.

"Mohon maaf kalian bertemu dengan aku dengan kondisi seperti ini," lanjut Bahari kepada Tim Panca Garuda. "Para PMC itu menginterogasi aku karena mereka menginginkan peta yang aku miliki. Tapi, aku mempertahankan peta itu untuk kalian."

"Maksud anda dengan peta?" tanya Wijart.

"Aku memiliki beragam sumber informasi dan aku mengetahui kalian memiliki dokumen yang harus diantarkan kepada Anindya Mada. Benar bukan?"

"Anda tahu dari mana Bahari?!" tanya Wijart meneruskan. Suara dia sempat meningkat karena rasa bingung dan takut yang mengalir di sarafnya.

Nyemil mulai menyiapkan laras panjangnya siaga setelah mendengarkan perkataan Bahari.

"Sekali lagi, aku memiliki koneksi di beragam tempat. Juga, aku menyampaikan pesan ini kepada kalian karena aku membutuhkan sesuatu dari kalian.

"Aku memiliki peta bawah tanah seluruh Batavia di dalam kepalaku. Aku akan memberikan peta ini kepada kalian agar misi kalian bisa mencapai rumah Anindya Mada tanpa ada konflik. Hanya saja...,"

"Anda ingin sesuatu dari kami," ucap Wijart memahami pesan Bahari.

"Aku hanya akan memberikannya setelah kalian membantu anak-anakku.

"Saat ini," lanjut Bahari sambil menunjuk kepada gedung kampus di arah barat. "Anak-anakku terdesak oleh para PMC di lantai dua gedung kampus. Aku bukan seorang petarung, tetapi kalian iya. Bantu mereka dan aku akan memberikan petanya dan lebih –"

"Gimana dengan denahnya?" ucap Nyemil kepada Bahari.

"Aku akan ke topik itu. Gedung Kampus Universitas Nusantara terdiri dari dua tingkat. Keduanya memiliki denah yang hampir sama, satu koridor yang memanjang dari utara hingga selatan. Koridor itu terbentuk oleh ruangan-ruangan kelas dan kantor. Di tengah-tengah gedung, ada lift untuk orang-orang difabel.

"Aku sangat menyarankan kalian masuk dari jendela lantai satu gedung kampus yang berada di utara gedung. Kalian akan memiliki keuntungan taktis lebih tinggi dibandingkan PMC yang berada di dalam gedung.

"Jadi, bagaimana? Apakah kalian akan membantuku demi peta ini?"

Wijart mengetahui dan telah menimbang tawaran ini di dalam kepalanya bersamaan dengan penjelasan Bahari. Tawaran ini begitu menguntungkan demi misi, dia tidak bisa membantah. "Baiklah, akan kami lakukan.

"Tim! kita akan masuk dari jendela utara. Semua ikut?!"

"Aku ada rencana lain Oz. Aku mau masuk dari depan untuk mengalihkan perhatian mereka. Kita bisa nambah peluang kemenangan seperti itu."

"Baiklah, laksanakan. DeBubone, Jack, bagaimana? Kalian ada saran atau ide taktik tambahan?"

"Gua ikut lu," jawab Mochi.

Jawa 2 hanya mengangguk.

"Baiklah, dimengerti. Tim Panca Garuda, mari gerak!" perintah Wijart kepada keseluruhan tim.

Dengan itu, tim terpisah menjadi dua unit. Unit pertama terdiri dari Wijart, Mochi, dan Jawa 2. Mereka berlari menyeberangi lapangan parkir untuk mencapai barisan jendela kampus yang berada di utara.

Unit kedua hanya Nyemil seorang. Ia berlari memasuki koridor kampus dengan penuh keyakinan. Begitu yakinya, dia dapat mengelabui PMC Anik Emas bahwa dia adalah sesama anggota.

Tim Panca Garuda, terutama Wijart, mengetahui bahwa Nyemil berencana untuk mengecoh barisan musuh untuk memberikan keuntungan taktis di lapangan. Namun, dikarenakan Wijart tidak meminta detail dari rencana Nyemil, mereka tidak mengetahui bentuk tindakan itu.

***

Nyemil yang berbaur dengan anggota PMC melaporkan, "Aku menemukan keberadaan musuh! Mereka menunggu di utara koridor!"

Dua dari empat PMC yang berada di dalam ruangan mendengar laporan itu. "Apa?!" sebut salah satu dari mereka. 

"Ayo, segera!" ucap Nyemil. "Aku akan menyusul!"

"Okelah," balasnya kepada Nyemil. 

"You come too!" perintahnya kepada rekan PMC-nya yang jelas merupakan orang luar. Di leher rekannya tertato '100% Bostonian.'

"Bagaimana dengan yang lain?" tambah Nyemil.

"Biarkan, mereka sudah ada perintah sendiri untuk membantai parasit yang mengaku sebagai 'milisi kampus.'"

Mereka berlari bersama Nyemil menuju koridor utara. PMC lokal Anik Emas melindungi diri pada kelas yang berada di ujung timur koridor. Nyemil memposisikan diri di belakangnya.

100% Bostonian merapat ke kelas di barat.

100% Bostonian berlindung di ruang kelas di ujung barat. Dia berdiri sejajar dengan rekan PMC-nya.

***

Ketika unit pertama tiba di jendela utara, mereka terkejut. Dua orang PMC dan Nyemil berdiri bersiap menyerang mereka. Mochi dan Jawa 2 segera berlindung di balik beton.

Untuk Wijart, dia merasakan hal yang lebih buruk daripada kejutan. Panik menjalar dari tengkuk hingga ke tulang ekornya. Kakinya dingin dan perutnya berat seakan ia akan mengalami hernia. Dia membeku di hadapan peluru-peluru yang ditembakkan para PMC.

Untuk pertama kalinya dia menghadapi sesuatu yang tidak selaras dengan rencananya. Semua abstrak, kenyataan berputar dihadapan mata Wijart.

Dia membeku hingga tidak menyadari jejak panas dari kuningan yang keluar dari laras panjang PMC telah membelai pipinya.

"Per..., per..., PERINTAH OII!!!" teriak Mochi kepada Wijart yang membeku.

"Hah?" Wijart kembali ditarik kepada kenyataan ketika mendengar teriakan dari Mochi. "Semua, beri tembakan balasan!" perintah Wijart kepada Mochi dan Jawa 2. Suaranya sedikit goyah karena baru saja kembali kepada kenyataan.

Wijart memandang situasi yang dihadapinya saat ini sebagai kegagalan karena rencananya tidak sesuai dengan bayangannya. Namun, dia tidak menyadari bahwa Nyemil memberikan mereka keuntungan taktis bagi Tim Panca Garuda.

Nyemil berdiri di selatan ruangan dengan dua PMC di hadapannya. Wijart, Mochi, dan Jawa 2 berdiri di utara ruangan dengan perlindungan dari beton gedung kampus yang tebal. Mereka menjepit para PMC dari dua sisi.

Kedua pihak saling berbaku tembak, memperebutkan garis peperangan. Cahaya percikan laras panjang memukau mata masing-masing pihak. Waktu berhenti, angin menjadi sunyi, hanya mereka di antara parade bara logam, kuningan dan aroma mesiu.

Pukauan kuningan tersebut tidak merebut mata Nyemil. Mata dia terkunci pada 100% Bostonian. Laras panjangnya berhasrat untuk menghabisi PMC yang berlindung di ruang kelas barat.

Tenang.

Abaikan dunia dan kekacauan peperangan.

RATATAATATATAA!!!!

"MUUTHHAAAFU!!! YOU SHOT ME!!!!" teriak 100% Bostonian.

Nyemil menghabiskan setengah magazin senjatanya ke dalam kulit dan daging 100% Bostonian. Kerasnya suara senjata itu menyadarkan PMC yang berdiri di ruang kelas timur bahwa Nyemil bukanlah anggota mereka.

Seiringan tembakan tersebut, Wijart menembakan ke arah PMC yang sama. Kepada PMC yang melindungi Nyemil dari serangan dari utara, juga menyadari tipuan Nyemil.

Peluru Wijart yang berlari tanpa arah, tersasar dari PMC yang menjadi target, menyapu pipi Nyemil. Terowongan yang terbentuk dari udara panas membelai rambut dan pipi Nyemil dengan kehangatannya.

Nyemil yang begitu perseptif mengetahui peluru itu datang dari laras panjang Wijart. Sifat vindiktif dia menghasilkan tatapan seribu pedang yang ditusukan ke tubuh Wijart.

Wijart yang telah dicekik oleh Paman Panik semakin membeku ditempat karena tatapan Nyemil yang begitu tajam dan dingin. Dia hanya bisa membalas Nyemil dengan tatapan penuh penyesalan.

Jawa 2 yang berdiri di sebelah dan membantu Wijart menekan para PMC melihat tindakan Nyemil menumbangkan 100% Bostonian dari kejauhan. Dia mengambil kesempatan itu untuk menumbangkan PMC tersebut dari kejauhan.

Dia mengambil salah satu panahnya dan mempersiapkannya pada tali busur. Mulutnya menggumamkan doa memanggil kuasa duniawi. Kuasa tersebut mengalir dari tanah kepada kakinya, dari kaki kepada tubuh, dan dari tubuh kepada panahnya.

Ssat!

Panah itu melesat dari tangan Jawa 2 dan terbang melalui bingkai jendela. Doa dunia yang memeluk panah itu memandunya hingga bilah itu membelah kulit dada dan menembus hingga ke punggung 100% Bostonian.

Walaupun terlihat adanya kemajuan dari pertikaian ini, Mochi merasakan pertempuran ini sedikit buntu sehingga ia menyatakan inisiatifnya untuk menjepit PMC dari timur gedung.

Wijart yang pertimbangannya mulai goyah mengiyakan inisiatif tersebut.

Mochi berlari kepada sisi timur gedung dan berusaha untuk menyerang PMC yang masih berdiri menggunakan tenaga mentahnya.

Namun, keberuntungan tidak mendampingi Mochi. Dia tersandung oleh kakinya sendiri ketika berlari. Dia berhasil memasuki kelas timur, PMC yang menjadi targetnya berada di depan mata, di bawah bingkai pintu, tetapi pintu kelas itu tertutup oleh angin yang bertiup.

Wajah Mochi yang melaju dengan kecepatan 30m/s bertemu dengan pintu kayu yang padat.

Di balik pintu, PMC yang masih berdiri telah dirangkul oleh amarah. Wajahnya merah padam. Nadinya menjalar dari pangkal lehernya hingga ke kening.

Matanya menggambarkan niatnya untuk membunuh Nyemil. Dia mengarahkan dan menikamkan bayonet pada laras panjangnya kepada Nyemil.

Tikaman tersebut dilihat oleh Nyemil dan ia membalasnya dengan menendang laras panjang sang PMC. Kemudian, Nyemil meneruskan serangan balasan dengan menghantamkan dia kepada dinding kelas, mencederakan bahu sang PMC.

Walaupun dia menyadari dirinya cedera, PMC itu masih mempertahankan niatnya. Dia melepaskan bayonet pada laras panjangnya dan mengayunkannya bagai belati kepada  bahu Nyemil.

Namun, Nyemil memiliki reaksi yang lebih cepat dari sang PMC. Nyemil berlari menyeberangi koridor kampus ke arah tangga. Bilah pisau sang PMC hanya menyentuh pundak Nyemil tanpa meninggalkan jejak sayatan.

Niat yang diurungkan oleh sang PMC memberikannya kacamata kuda. Dia terlalu fokus untuk menyayat nadi Nyemil, dia tidak menyadari Wijart yang telah memanjat bingkai jendela mempersiapkan pedang rapier (1).

Sebelum PMC tersebut dapat berbalik melindungi dirinya, bilah rapier Wijart telah menggali terowongan pada perut PMC. Darah meresap perlahan kepada seragam PMC. Di ujung bilah rapier, beberapa serpihan daging dan darah menembus keluar.

Pemandangan penuh darah dan logam di hadapan Wijart adalah pengalaman pertamanya melukai orang secara langsung. Teror merangkak dari kepala hingga ke punggungnya. Sekilas, wajah Sarjen Lembhuswana yang terbaring di atas darahnya sendiri pada permukaan aspal, kepala dari PMC di Gedung Markt Unie yang dilubangi oleh Nyemil muncul sebagai cuplikan di dalam kepala Wijart.

Mata Wijart menatap dingin kepada bilah pedang yang tersangkut pada tubuh PMC di hadapannya.

Lalu...

Bleeegghh!!!!

Mental Wijart tidak kuat mempertahankan ketenangan dirinya. Kegagalan Wijart mempertahankan kekuatan mentalnya ketika menusukan bilahnya ke dalam perut PMC menyebabkan perutnya bergejolak. Gejolak itu begitu keras, mengeluarkan isi perut Wijart.

Wijart muntah seketika.

Di sisi lain, Jawa 2 mengalami pengalaman yang sama dengan Wijart. Dia bergegas menuju kelas di barat gedung dengan melompati dua buah jendela.

Ketika ia memasuki kelas tersebut, ia mendapati pemandangan yang penuh dengan darah dan daging. Di hadapannya adalah 100% Bostonian yang terbaring di atas darahnya sendiri, merintih akan lukanya. Dia melihat pinggang dan paha yang terbuka lebar dengan otot yang bergelantung keluar. Di atas, sebuah panah telah menembus PMC yang sudah tidak berdaya.

Sebelum ia bisa mendekat untuk melumpuhkan sang PMC, Jawa 2 menyaksikan 100% Bostonian berusaha menangani lukanya menggunakan bayonet dan perban.

Dia menyaksikan kegagalan 100% Bostonian. Dia melihat sang PMC berteriak karena telah memotong arterinya sendiri. Darah mengucur bagai air mancur taman.

Karena Jawa 2 tidak tahan akan apa yang dia lihat, dia menghantam rahang 100% Bostonian agar dia tumbang tertidur.

Dia pun muntah setelah melihat betapa menyedihkannya PMC tersebut.

Pertempuran kecil ini usai ketika PMC yang ditusuk oleh Wijart berlutut dan mengangkat bendera putih.

Dia menyatakan penyerahannya.

Wijart menggotong PMC yang tumbang tersebut ke dalam ruang kelas di barat gedung. Mochi menyusul dari balik pintu kelas timur untuk membantu Wijart.

Di dalam ruang kelas, Wijart, Mochi dan PMC yang mereka topang mendapati Jawa 2 menyandarkan dirinya pada dinding kelas barat. 100% Bostonian terbaring lemas di hadapan Jawa 2 dengan darah perlahan mengucur dari luka pahanya.

Wijart dan Mochi menyandarkan PMC itu pada di sisi selatan dinding kelas barat. Bilah rapier-nya dia tinggalkan pada perutnya agar pendarahan PMC itu tidak berlanjut.

Ketiga anggota Tim Panca Garuda yang telah berkumpul bersama mendapatkan laporan dari Nyemil. "Aku membutuhkan satu orang di sini, ada yang bisa?" ucapnya dari radio.

***

Catatan :
1. Rapier merupakan pedang yang memiliki bilah tipis. Didesain untuk mengutamakan serangan berbentuk tusukan daripada sayatan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top