Chapter 2
"Sumpah! Boss di perusahaan ini benar-benar tampan. Rasanya aku tidak menyesal sama sekali meninggalkan perusahaan lamaku untuk pindah ke perusahaan ini," seru seorang wanita berambut coklat pada Sakura.
Wanita itu sedang berbicara dengan Sakura, namun ia berusaha mencari keberadaan Uchiha Sasuke melalui gerakan mata.
Sakura tersenyum tipis menanggapi ucapan wanita itu. Wanita itu sebetulnya adalah atasannya, namun sikap wanita itu sangat ramah padanya. Bahkan wanita itu malah langsung mengajak Sakura dan karyawan lainnya yang berada di divisi yang sama untuk duduk di satu meja dengan alasan untuk mengakrabkan diri, padahal sepertinya para manajer di divisi lain malah memilih untuk duduk bersama dan tak mempedulkan para bawahannya.
Malam ini merupakan acara makan bersama penyambutan karyawan baru yang diadakan di salah satu restoran barbeque. Sejak tadi berbagai jenis daging dan alkohol terus diantarkan ke setiap meja, dan banyak pekerja laki-laki yang minum alkohol dalam jumlah banyak sambil memanggang daging dan tertawa-tawa dengan suara yang keras.
Sakura tak mengira kalau perusahaan ini cukup baik hingga mengadakan makan malam yang terlihat pesta. Sang boss bahkan sampai memesan seluruh meja di restoran karena jumlah pegawai yang banyak. Padahal di perusahaan tempat Sakura bekerja sebelumnya sama sekali tidaka ada hal semacam ini.
"Aku benar-benar tak mengerti kenapa lelaki seperti itu masih belum menikah juga. Mana mungkin tidak ada wanita yang mau dengannya."
"Mungkin itu karena dia tidak siap, Tenten-kachou (manajer)," ucap Sakura dengan formal pada sang atasan.
Tenten, si wanita berambut coklat itu, menepuk-nepuk punggung Sakura. Wajahnya agak merah dan aroma sake yang kuat menguar dari mulutnya. Biasanya wanita cenderung menyukai alkohol seperti wine, namun wanita ini malah menyukai sake seperti para karyawan laki-laki.
"Aduh, aduh. Tidak usah pakai embel-embel '-kachou' kalau bicara padaku. Tidak usah formal begitu."
Sakura merasa agak tidak enak, namun ia segera menganggukan kepala. Seorang wanita lainnya yang duduk di samping Sakura melirik kearah seorang lelaki yang berjalan di kejauhan dan berbisik, "Hati-hati pada Yamato-sama. Dia sering memaksa orang-orang untuk minum dengannya."
Sakura mengernyitkan dahi, "Yamato-sama? Siapa dia?"
"Itu... sepertinya dia akan kesini."
Sakura segera menoleh dan mendapati seorang lelaki berusia empat puluhan yang berjalan menuju meja Sakura. Lelaki berusia empat puluhan itu segera duduk di salah satu kursi kosong tanpa mengatakan apapun.
"Ternyata gosip di kantor kita memang benar, banyak perempuan cantik di divisi ini. Dan malam ini aku akan minum dengan dikelilingi wanita cantik."
Sakura merasa risih dengan lelaki itu, begitupun dengan beberapa karyawan perempuan di meja Sakura. Beberapa karyawan laki-laki yang berada di meja tak ada yang berani melakukan apapun pada sang general manager.
"Mengapa kau menatapku begitu, hah? Berniat meremehkanku? Sadarlah, aku adalah atasanmu dan kau hanya anak baru!" bentak lelaki itu tiba-tiba, membuat Sakura terkejut.
Sakura tak mengerti bagaimana bisa orang seperti ini dipekerjakan di perusahaannya. Tampaknya lelaki itu sudah mulai mabuk dengan alkohol, dan Sakura merasa agak ngeri. Bahkan Tenten juga terlihat sangat tidak suka dengan sang atasan.
"Tidak. Saya tidak menatap anda, Yamato-buchou (general manager)."
"Sudahlah. Temani aku minum saja. Cepat tuangkan minuman untukku dan untukmu juga!"
Sakura menatap rekan-rekan semejanya dengan bingung dan ia segera membuka botol sake dan menuangkan isinya ke gelas miliknya dan lelaki dihadapannya. Gelas sake di restoran ini adalah gelas besar seukuran hampir setengah liter dan Sakura merasa ragu harus minum dalam jumlah banyak. Ia tak pernah mabuk sebelumnya dan bersumpah untuk tak pernah mabuk untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Tunggu apa lagi? Ayo minum."
Sakura mengangkat gelasnya dengan ragu dan berniat membenturkan gelasnya dengan gelas sang atasan. Namun sebuah suara membuat gerakannya terhenti.
"Yamato-san, bagaimana kalau minum dengan saya saja?"
Sakura segera menoleh ketika mendengar suara yang berasal dari arah belakangnya. Ia mendapati Sasuke sudah berdiri di belakangnya dan mata lelaki itu fokus menatap Yamato.
Sasuke menyadari kalau Sakura sedang menatapnya, begitupun dengan beberapa wanita di meja ini. Sebetulnya ia hanya melewati meja ini secara kebetulan setelah pergi ke toilet, namun ia mendengar suara Yamato yang menganggu dan menyadari kalau lelaki itu lagi-lagi memaksa karyawan untuk minum bersamanya. Dan tubuhnya seolah bergerak sendiri untuk menghampiri meja itu karena khawatir dengan para wanita di meja itu.
"Saya cukup kuat minum. Namun sebaiknya kau minum dalam jumlah yang wajar karena besok kita akan tetap masuk kerja."
Wajah Yamato tampak jengkel. Lelaki itu berniat minum bersama perempuan cantik untuk malam ini, bukan bersama lelaki yang –menurut orang-orang- berwajah tampan. Ia masih normal dan jelas lebih memilih wanita cantik ketimbang lelaki tampan.
Sasuke merasa ragu sebenarnya. Selama ini ia tak pernah minum lebih dari dua gelas wine dan berusaha keras agar tidak mabuk. Meski psikiater yang rutin dikunjunginya menyarankannya untuk minum secara bertanggung jawab tanpa memberitahu berapa banyak batas maksimal untuknya, namun ia memiliiki kesadaran untuk tidak minum berlebihan hingga mabuk. Ia bukanlah lelaki yang stabil dan ia tak tahu apa yang bisa dilakukannya jika ia mabuk.
Namun ia merasa khawatir pada Sakura. Lagipula akan berbahaya bagi seorang wanita mabuk untuk pulang sendirian, apalagi wanita itu baru bekerja satu hari dan belum tentu memiliki teman wanita yang bersedia mengantarnya pulang. Sementara meminta seorang lelaki untuk mengantar wanita itu pulang jelas-jelas berbahaya.
Tatapan Sakura tertuju pada Sasuke dan tanpa sengaja ia menatap pergelangan tangan lelaki itu yang terangkat sedikit. Matanya terbelalak ketika ia melihat sesuatu yang tampaknya seperti bekas sayatan. Ia tak ingin langsung percaya dengan pemikirannya dan meyakinkan diri kalau itu hanyalah bekas luka yang kebetulan mirip sayatan. Lagipula mana mungkin seorang lelaki yang tampan, kaya dan pintar sepertinya berniat bunuh diri?
Namun bisa saja apa yang dipikirkan Sakura memang benar, dan lelaki itu jelas tidak seharusnya minum alkohol dalam jumlah banyak. Sakura segera berkata, "Bagaimana kalau anda mabuk? Saya sudah terbiasa minum alkohol dalam jumlah banyak, jadi seharusnya saya akan baik-baik saja."
"Bukan urusanmu."
Sakura terkejut. Ia merasa benar-benar malu dihadapan rekan-rekan semejanya. Ia terkesan seperti wanita genit yang mencoba menggoda bossnya di hari pertama bekerja. Padahal ia sama sekali tidak bermaksud begitu.
Terdengar suara yang ditarik dan Yamato bangkit berdiri dengan terpaksa. Dan Sasuke segera meninggalkan meja itu bersama Yamato yang terpaksa mengikutinya menuju salah satu meja untuk minum bersama.
Sakura merasa sangat malu dihadapan rekan-rekan se-divisinya. Bahkan atasannya pun tahu apa yang baru saja terjadi dan ia merasa ingin menghilang saja kalau bisa.
"Kau beruntung, tahu. Sasuke-sama baru saja menyelamatkanmu tadi," ucap Tenten tepat setelah Sasuke pergi bersama Yamato.
"Hah? Tapi kata-katanya tadi agak ''tajam'."
"Terkadang dia memang begitu, abaikan saja. Yang penting maksudnya baik," ucap wanita berambut merah di samping Sakura yang tadi sempat membisikinya.
"Kau beruntung. Jaman aku baru bekerja disini , aku terpaksa meladeninya mnum hingga keesokan harinya aku mabuk berat dan terpaksa masuk kerja," timpal seorang lelaki.
Sakura menghela nafas lega. Setidaknya ia tak dianggap sebagai wanita murahan yang mencoba menggoda boss nya.
.
.
"Yamato-buchou kalah!" seru beberapa karyawan sambil bertepuk tangan. Tatapan mereka tertuju pada Yamato yang kini tak sanggup berdiri, sementara wajah Sasuke memerah dan kepalanya pusing.
Sasuke sudah meminum lebih dari tiga botol sake dan ia sudah mulai mabuk. Dan sebetulnya ia tak ingin meminum alkohol dalam jumlah banyak, namun Yamato menantangnya dan ia terpaksa menerima karena tak ingin lelaki itu menatang karyawan baru untuk minum bersama.
Sasuke sudah tak bisa mengemudi lagi dan ia tak mungkin menghubungi Naruto, sahabat sekaligus bawahannya, untuk menjemputnya di restoran sekarang. Sejak kemarin Naruto bahkan tidak masuk kerja karena demam. Maka ia tak memiliki pilihan selain pulang dengan taksi.
Sasuke memaksakan diri untuk segera berdiri dengan bertumpu pada meja. Ia segera melangkah dan menepuk bahu Yamato yang sudah tak bisa bergerak karena mabuk. Kemudian ia segera menghampiri salah seorang manajer pria di salah satu meja tempat dimana para karyawan dengan level manajer keatas berkumpul.
"Bisakah seseorang mengantarkan Yamato untuk pulang?"
Salah seorang lelaki segera menganggukan kepala dan bangkit berdiri serta menghampiri Yamato bersama lelaki lainnya. Mereka segera membopong Yamato menuju pintu keluar.
Sakura segera menoleh kearah Sasuke dan ia menyadari kalau langkah lelaki itu terlihat goyah. Rasanya ia ingin segera berjalan menghampiri lelaki itu, namun ia mati-matian menahan diri untuk tetap duduk di kursinya. Ia merasa malu jika dianggap sebagai perempuan murahan yang berusaha menggoda bosnya. Terlebih lagi belum ada seorangpun di mejanya yang pulang.
"Sasuke-sama tidak apa-apa? Ini pertama kalinya aku melihat dia minum alkohol sampai seperti ini," ucap Tenten dengan khawatir.
Sakura tak menjawab. Ia merasa tidak enak mendekati lelaki itu dan mendengar ucapan yang tajam dari lelaki itu.
Sakura segera mengeluarkan ponselnya dan melirik jam. Jam telah menunjukkan pukul sebelas kurang sepuluh menit dan kereta terakhir adalah pukul sebelas. Mayoritas karyawan mulai meninggalkan meja mereka dan satu pesatu meninggalkan restoran.
"Aku pulang dulu, ya," ucap wanita yang duduk di samping Sakura sambil melambaikan tangan.
"Sama, aku juga harus mengejar kereta terakhir," sahut wanita lainnya.
Sakura semakin khawatir pada Sasuke. Lelaki itu kini duduk di salah satu meja sambil menenggak segelas air putih untuk meredakan mabuknya. Dan ketika orang-orang di mejanya sudah meninggalkan restoran, Sakura memberanikan diri untuk menghampiri lelaki itu.
"Terima kasih telah membantu saya menghindari Yamato-buchou. Apakah anda bisa pulang sendiri?"
Sasuke menoleh ketika mendengar suara seorang wanita. Kesadarannya mulai terkikis dan matanya agak sulit dibuka. Mendadak ia merasa benar-benar mengantuk.
"Siapa yang membantumu?"
Sakura meringis, ia benar-benar malu hingga wajahnya memerah. Ucapan rekan-rekan semejanya telah membuatnya salah paham hingga berpikir kalau lelaki itu berniat membantunya menghindari tawaran minum dari Yamato.
"Anda bisa pulang sendiri, kan? Atau anda ingin meminta seseorang mengantar anda pulang?"
"Hn."
Sasuke benar-benar tidak kuat lagi. Ia merasa sangat mengantuk dan kepalanya segera terkulai membentur meja. Lelaki itu mendadak memejamkan matanya dan tertidur, membuat Sakura benar-benar khawatir.
"Sasuke-sama, anda baik-baik saja?"
Tak ada jawaban dan Sakura segera mengguncang tubuh lelaki itu. Namun lelaki itu tetap tak bergeming. Kini ia bahkan mendengar suara dengkuran halus dari bibir lelaki itu. Tampaknya lelaki itu mabuk hingga tertidur.
Sakura menatap sekeliling. Banyak karyawan yang sudah pulang bersama rekan-rekannya yang sudah mabuk. Kini yang tersisa hanyalah karyawan yang tidak Sakura kenal, itupun mereka tampak mengurusi teman mereka yang mabuk dan tak lagi mempedulikan Sasuke.
Sakura berharap agar tak seorangpun melihatnya. Ia segera melirik kearah kasir dan dalam hati ia berharap agar Sasuke sudah membayar seluruh tagihan untuk malam ini sehingga ia bisa pulang tanpa kekhawatiran bersama lelaki itu.
"Maafkan aku," gumam Sakura sebelum meraih kantung celana Sasuke dan meraih ponsel lelaki itu. Ia berharap dapat menghubungi seseorang untuk menjemput lelaki itu, namun ponsel itu dilengkapi dengan sensor sidik jari dan iris sehingga ia tidak bisa membukanya.
Satu-satunya pilihan ialah membuka dompet lelaki itu dan melihat alamat di kartu identitasnya. Namun ia merasa sangat risih membuka dompet orang lain, apalagi orang yang hanya ia tahu namanya.
Sakura kembali menggumamkan permintaan maaf karena merasa tidak enak dan menyentuh kantung Sasuke. Ia merasa seperti wanita yang sedang meraba-raba tubuh seorang pria dan ia sangat malu.
Sakura mendapati dompet dan kunci mobil di kantung celana Sasuke. Ia segera mengambil dompet lelaki itu dan memberanikan diri untuk membukanya. Ia terkejut mendapati beberapa black card dan kartu tabungan prioritas dari beberapa bank di dompet lelaki itu. Namun ia segera mencari kartu tanda pengenal lelaki itu dan membaca alamat lelaki itu, dan ia malah mendapati sebuah lipatan kertas berwarna putih dan ia merasa sangat penasaran.
Ia segera membukanya dan mendapati resep obat bertuliskan nama rumah sakit serta stempel yang bertuliskan nama dan nomor izin praktek seorang psikiater jika dilihat dari gelarnya. Sakura terdiam dan melirik Sasuke dengan ekor matanya, ia semakin curiga kalau dugaannya mengenai bekas sayatan di pergelangan tangan itu memag benar. Namun ini jelas-jelas bukan urusannya dan ia cepat-cepat mengembalikan kertas itu ke tempatnya serta mengeluarkan kartu identitas Sasuke dan membaca alamat yang tertera disana.
Sakura segera mengembalikan dompet dan kunci mobil ke saku celana Sasuke. Dan ia segera menatap sekeliling dan berharap tak seorangpun melihatnya sebelum ia menarik nafas dan mengangkat tubuh lelaki itu. Ia tak memiliki pilihan lain karena lelaki itu sudah tak bisa berjalan, dan ia terlalu takut meminta bantuan pada para atasan yang masih belum pulang. Kali ini Sakura merasa beruntung karena ilmu bela diri yang dipelajarinya sejak kecil hingga lulus kuliah cukup berguna untuknya, sehingga ia mampu menggendong Sasuke.
Sakura segera berjalan dengan cepat menuju pintu keluar restoran. Malam ini ia harus mengantar Sasuke pulang.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top