Chapter 1


Sasuke mengeluarkan sebua pil dari botol plastik dan segera memasukkannya ke dalam mulutnya serta menenggak segelas air yang telah ia persiapkan.

Pagi ini mood nya benar-benar kacau setelah menyaksikan berita di televisi yang membangkitkan traumanya. Jantungnya bahkan berdebar-debar dan nafasnya terasa sesak. Kenangan buruk di masa lalu terus menerus berputar di otaknya bagaikan sebuah film yang begitu nyata.

Dan kini hidupnya bergantung pada pil anti depresan yang dikonsumsinya setiap hari. Pil-pil itulah yang membantunya untuk tetap berfungsi layaknya manusia normal lainnya.

Iris onyx nya menatap guratan bekas luka tusuk di bagian perut dan dadanya serta bekas sayatan di bagian pergelangan tangannya. Inilah yang didapatnya ketika ia memutuskan untuk tidak mengkonsumsi pil-pil itu. Ia merasa dirinya begitu kotor dan menjijikan serta begitu tak berharga. Ia benar-benar depresi dan berpikir tak seorangpun di muka bumi ini menginginkannya sehingga ia memutuskan untuk melakukan percobaan bunuh diri. Dan ia berakhir dengan menghabiskan beberapa minggu di ruang perawatan intensif di rumah sakit.

Tak seorangpun mengetahui pengalaman di masa lalunya selain orang tua dan kakak laki-lakinya, dan kedua orang tuanya melarangnya untuk bercerita pada siapapun untuk menjaga image. Akan sangat memalukan jika putra bungsu dari pemiliki grup perusahaan yang bergerak di berbagai bidang ternyata merupakan korban pemerkosaan yang dilakukan beberapa kali oleh sesama laki-laki.

Dan Sasuke memutuskan untuk menuruti permintaan orang tuanya untuk tak pernah bercerita pada siapapun. Setidaknya orang tuanya masih cukup peduli padanya dengan membesarkan dan mengirimnya ke psikiater meski tampaknya mereka kecewa karena memiliki anak yang mengalami gangguan mental.

.

.

"Kenapa banyak sekali orang sakit jiwa di jaman sekarang sih?!" keluh Sakura tepat setelah membaca berita online di ponselnya.

Ino menatap sahabat berambut merah mudanya yang duduk dihadapannya. Wanita itu terlihat benar-benar jengkel setelah membaca sesuatu di ponselnya.

"Apa yang kau baca, forehead?"

"Seorang anak laki-laki menjadi korban sodomi. Gila sekali, kan? Masa menyodomi anak-anak?"

Ino mengangkat gelasnya dan meneguk teh sebelum mengeratkan pegangan pada cangkir gelasnya hingga buku-buku jarinya memutih.

"Memang sangat gila. Kalau aku menjadi orang tuanya, akan kupotong alat kelamin si pelaku dan kuberikan pada hewan liar untuk dijadikan makanan," ucap Ino dengan berapi-api. Sebagai wanita, ia merasa kesal dengan berita seperti itu dan membayangkan jika anaknya yang menjadi korban.

Ucapan Ino terdengar mengerikan dan wanita itu terlihat penuh dengan emosi. Inilah salah satu kesamaan yang membuat kedua wanita itu menjadi sahabat, mereka berdua sama-sama tertarik dengan berita terkini dan bisa membahasnya dengan berapi-api seperti ini.

Kedua wanita itu adalah sahabat sejak sekolah dasar yang melanjutkan pendidikan di sekolah dan universitas yang sama serta bekerja di gedung perkantoran yang sama, hanya saja berbeda perusahaan.

Dan kini kedua wanita itu memutuskan untuk bertemu dan menghabiskan jam makan siang bersama serta membahas berita terkini.

"Kudengar katanya sodomi bisa mempengaruhi orientasi seks korbannya, lho. Saat sudah besar nanti si anak bisa menjadi homoseksual," ujar Sakura.

Ino meringis, "Kuharap sih, tidak. Kasihan sekali orang tuanya. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula."

Sakura menghela nafas dalam-dalam dan berkata dengan suara yang agak keras tanpa ia sadari, "Yah.. mungkin saja ini karma dari Tuhan. Selama ini kaum pria selalu melakukan pelecehan seksual. Sekarang biar mereka rasakan bagaimana rasanya menjadi korban."

Sakura tak sadar jika seorang lelaki berambut hitam yang duduk di belakangnya sejak tadi mendengarkan percakapan mereka. Dan lelaki itu merasa tidak tahan lagi ketika mendengar ucapan Sakura. Ia merasa benar-benar tersinggung.

Ino terkejut ketika melihat lelaki di belakang Sakura bangkit berdiri dan berjalan ke mejanya. Ia segera berkata, "Sakura-"

Sakura mengernyitkan dahi, tak menyadari jika seorang lelaki kini berdiri di depan mejanya dan menatapnya dengan tajam.

"Ada apa, pig?"

Ino terdiam dan menatap kearah lelaki itu. Sakura segera mengikuti arah pandang Ino dan mendapati seorang lelaki sedang berdiri diam sambil menatapnya dengan tajam.

"Ada apa?" ucap Sakura sambil mengernyitkan dahi, merasa tak nyaman dengan orang asing yang berdiri di depan mejanya sambil menatapnya dengan tajam.

Sasuke terdiam sejenak, ia sendiri tak tahu mengapa ia mendadak menghampiri wanita itu. Tak biasanya ia bersikap seperti ini, dan ia berharap ini bukan karena obat yang dikonsumsinya. Mendadak ia merasa tersinggung ketika mendengar ucapan wanita yang berada tepat di belakangnya dan ia menghampiri wanita itu tanpa berpikir panjang.

"Kurasa tak ada seorangpun yang mau menjadi korban pelecehan seksual. Kalau kau pernah menjadi korban, kau pasti mengerti bagaimana rasanya," ucap Sasuke dengan suara datar, seolah tanpa emosi meskipun hatinya sudah menjerit.

Sakura hanya bisa terdiam, sementara Ino merasa terkejut. Kini ia bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas dan mengenalinya. Lelaki itu adalah Uchiha Sasuke, direktur dari beberapa anak perusahaan Uchiha Group yang wajahnya terkadang muncul di televisi.

Ino merasa ketakutan ketika menyadari lelaki itu adalah orang yang berpengaruh dan mungkin saja bisa melakukan sesuatu untuk mencelakai Sakura. Ia cepat-cepat menundukkan kepala dalam-dalam, "Maafkan temanku ini. Kata-katanya memang agak keterlaluan."

"Hn."

Sasuke segera melangkah meninggalkan meja itu dan berjalan menuju kasir, tak lagi kembali ke mejanya. Ia tak mempedulikan Ino yang terus menundukkan kepala.

Sakura mengernyitkan dahi melihat reaksi Ino yang benar-benar aneh. Namun ia tak peduli dan segera berdecak kesal, "Dasar laki-laki aneh."

.

.

Sasuke menepuk pipinya sendiri. Sejak tadi sudut bibirnya terangkat secara refleks dan membentuk seulas senyum meski sebetunya ia tak memiliki alasan untuk tersenyum. Obat yang tadi pagi dikonsumsinya membuatnya bereaksi seperti ini dan sedikit mempengaruhi emosinya, hingga terkadang membuatnya merasa bingung akan kepribadiannya sendiri.

Kemarin Sasuke merasa dirinya benar-benar aneh. Seharusnya ia tak akan merasakan emosi negatif berkat obat anti depresan yang dikonsumsinya. Namun ternyata ia masih merasa tersinggung mendengar ucapan wanita itu, dan ia bahkan tanpa sadar melabrak wanita yang tidak ia kenal.

Biasanya ia tak akan pernah melakukan hal semacam ini. Namun kemarin ia malah melakukan hal itu tanpa sadar dan ia berharap agar tindakannya tak akan merusak image pribadi maupun image perusahaan.

Terdengar suara ketukan di pintu dan Sasuke segera mengalihkan pandangan dari jendela kaca yang menampilkan pemandangan kota. Ia segera menatap kearah pintu dan mendapati pintu telah terbuka.

Seorang wanita berambut hitam bergelombang yang berusia empat puluh awal masuk bersama dengan seorang wanita berambut merah muda dan seorang laki-laki berambut coklat yang tampak canggung.

Sasuke merasa heran dengan warna rambut tak lazim milik wanita itu. Biasanya pekerja kantoran memiliki warna rambut yang alami seperti hitam atau kecoklatan, dan warna rambut wanita itu terlihat unik.

"Selamat pagi, Sasuke-sama. Saya berniat memperkenalkan dua karyawan yang baru bergabung di perusahaan."

Sasuke hanya menganggukan kepala. Matanya tertuju pada wanita berambut merah muda yang kepalanya agak tertunduk itu.

"Perkenalkan, ini adalah Haruno Sakura. Dia adalah assistant manager bagian keuangan yang menggantikan Shiori-san."

Sakura segera mengangkat kepalanya dan menatap sosok sang direktur. Hari ini merupakan hari pertamanya bekerja di perusahaan berskala besar yang sejak dulu menjadi impiannya. Dan ia merasa benar-benar senang ketika akhirnya diterima bekerja di perusahaan ini dengan gaji dan jabatan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan sebelumnya. Rasanya ia sangat beruntung bisa diterima bekerja di perusahaan ini berkat sahabatnya, Uzumaki Naruto.

Iris emerald Sakura terbelalak saat ia mengangkat kepala dan mendapati lelaki yang duduk di kursi direktur. Lelaki itu memiliki kulit putih bersih dengan bibir tipis, hidung mancung dan mata hitam kelam yang besar namun tajam.

Rasanya Sakura pernah melihat wajah lelaki ini sekilas entah dimana. Namun ia segera menundukkan kepala dalam-dalam mengikuti manajer HRD yang sedang menundukkan kepala.

"Dan ini adalah Inuzuka Kiba, karyawan bagian pemasaran."

Sakura mengangkat kepalanya dan lelaki disamping Sakura kini menundukkan kepala dalam-dalam. Sakura menyadari kalau lelaki berambut hitam itu menatapnya dengan tajam, namun ia segera menghindari tatapan lelaki itu.

"Selamat atas bergabungnya kalian sebagai karyawan perusahaan ini," ucap Sasuke sambil mengakhiri kalimat dengan seulas senyum.

"Terima kasih," sahut Sakura dan lelaki disampingnya secara serempak sambil membalas senyuman sang direktur dan agak menundukkan kepala.

Kiba segera berjalan menuju pintu, mengikuti manajer HRD yang berniat meninggalkan ruangan. Sakura baru saja akan meninggalkan ruangan ketika mendadak namanya dipanggil.

"Haruno Sakura."

Sakura segera menoleh dan mendapati Sasuke sudah menatapnya.

"Bisa bicara sebentar?"

"Tentu saja," sahut Sakura sambil memaksakan diri untuk tersenyum meskipun sudut bibirnya bergetar karena gugup.

Sang direktur masih tetap tersenyum, namun tatapannya tajam. Reaksi lelaki itu agak aneh dan berlawanan, membuat Sakura agak heran.

"Kemarin kita bertemu di kafe, hn?"

Sakura terkejut setengah mati mendengar ucapan lelaki itu. Kini ia benar-benar ingat siapa lelaki itu, dan mendadak ia merasa agak ketakutan. Lelaki itu adalah direktur di perusahaan barunya dan ia tak ingin kehilangan pekerjaan di hari pertama bekerja.

Ia segera tersenyum kikuk dan meremas kedua telapak tangannya, "Benarkah? Kurasa anda salah mengenali orang."

"Kau bersama wanita berambut pirang, hn?"

Jantung Sakura berdegup keras. Sungguh sial dirinya, lelaki itu memiliki ingatan yang begitu tajam.

Sasuke menyadari kalau wanita dihadapannya gugup. Ia hanya memastikan kalau ingatannya mengenai wanita itu memang benar, dan wanita itu terlihat tidak nyaman.

Sakura merasa sangat tidak enak. Ia ingin meminta maaf, namun di sisi lain ia tak mengerti mengapa lelaki itu tampak begitu marah ketika ia sama sekali tidak membicarakan lelaki itu. Rasanya reaksi lelaki itu terlalu berlebihan.

"Ya. Sepertinya kemarin kita memang bertemu. Apakah anda memiliki trauma hingga bereaksi terhadap ucapan saya kemarin?"

Iris onyx Sasuke terbelalak dan ia terdiam. Ia terkejut karena pertanyaan wanita itu begitu blak-blakan dan begitu tepat sasaran.

Sakura sendiri terkejut dengan ucapannya sendiri. Ia merasa ingin menangis merutuki kebodohannya sendiri. Sejak kecl ia tertarik dengan buku psikologi, dan menurut buku psikologi yang ia baca, sikap lelaki itu mungkin disebabkan oleh trauma. Dan ia secara refleks bertanya karena ia merasa lelaki itu benar-benar aneh.

Sakura merasa ingin menangis. Ia tak ingin kehilangan pekerjaan di hari pertamanya bekerja. Ia baru saja akan meminta maaf, namun lelaki itu segera berkata, "Perhatikan ucapanmu ketika berbicara dengan orang lain. Kembalilah ke ruanganmu."

Ucapan lelaki itu terlihat datar dan sudut bibirnya agak terangkat. Sakura merasa heran dengan reaksi lelaki itu yang aneh, namun ia cepat-cepat meminta maaf dan meninggalkan ruangan.

Lelaki aneh itu membuatnya penasaran entah kenapa. Ia merasa jika ada yang salah dengan lelaki itu.

-TBC-

-----------------------------------------------------------

Author's Note :

-----------------------------------------------------------

Maaf kalau chapter ini agak aneh & mengecewakan. 

Mungkin karakter Sakura nya agak aneh. Berhubung aku dari dulu tertarik sama buku psikologi, aku masukin unsur itu ke fanfict ini.

Untuk chapter selanjutnya diusahakan lebih baik. Mohon kritik & saran untuk chapter ini.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top